Laporkan Masalah

Konstruksi Xi Jinping dalam Konflik Laut Cina Selatan

DEDI DINARTO, Dr. Nur Rachmat Yuliantoro, S.I.P., M.A.(IR)

2016 | Skripsi | S1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

Karya penelitian ini akan menganalisis politik luar negeri Cina pada masa pemerintahan Xi Jinping dan implikasinya terhadap konflik Laut Cina Selatan. Hingga saat ini, Laut Cina Selatan sebagai salah satu dari sengketa perbatasan di Asia Pasifik belum terselesaikan. Sengketa yang terjadi antara Brunei Darussalam, Cina, Malaysia, Taiwan, Vietnam, dan Filipina telah membawa kekacauan yang signifikan bagi Laut Cina Selatan. Namun, perkembangan konflik Laut Cina Selatan mengalami ketegangan saat Xi Jinping memerintah Cina. Ia telah meletakkan prioritas pada kepentingan nasional dan kebangkitan geopolitik di Asia sementara mengesampingkan orientasi status-quo dalam latar politik luar negeri Cina. Tindakan ini diinterpretasikan sebagai sikap asertif Cina untuk menguasai Laut Cina Selatan sebagai kedaulatannya. Sejalan dengan latar belakang ini, penelitian ini berusaha membahas tiga topik menggunakan pendekatan konstruktivisme, guna melihat pentingnya ide dan interaksi dalam aspek politik, sebagai berikut: (1) lintasan sejarah dan persoalan konflik Laut Cina Selatan di masa pra-Xi Jinping; (2) karakteristik politik luar negeri Cina di era Xi Jinping; dan (3) implikasinya terhadap konflik Laut Cina Selatan. Secara umum, penelitian ini menemukan bahwa terdapat peristiwa dalam sejarah yang panjang menunjukkan konflik Laut Cina Selatan tanpa solusi. Hal ini berkaitan dengan ketidakpastian klaim dari pihak yang memandang pentingnya Laut Cina Selatan sebagai wilayah strategis untuk mendukung kepentingan nasional. Selain itu, dapat dipahami bahwa praktik politik luar negeri Cina dikontrol dan dibentuk oleh ide Xi mengenai keamanan nasional dan internasional Cina, yang mengesampingkan kontribusi ide dari pihak lain serta proses interaksi sosial. Implikasinya, Laut Cina Selatan harus dilindungi dari negara bersengketa lain. Di sisi yang lain, pada tingkat interaksi negara, masing-masing pihak berseteru berangkat dari persepsi yang sebagian besar dipengaruhi oleh kehadiran Cina. Tidak hanya itu, penelitian ini telah menganalisis bahwa minimnya wadah untuk berdialog mengakibatkan misinterpretasi antar masing-masing aktor. Maka dari itu, sebagai proses dari kontinuitas dan perubahan, situasi ini dapat memperburuk ketegangan di Laut Cina Selatan dan berpotensi berakhir dalam perang.

This research paper will examine China's foreign policy under Xi Jinping and its implication towards South China Sea conflict. To date, the South China Sea as one of territorial disputes in Asia-Pacific remains unresolved. The dispute among Brunei Darussalam, China, Malaysia, Taiwan, Vietnam, and the Philippines have significantly brought disruptive over South China Sea. However, the development of South China Sea conflict has arisen since Xi Jinping takes charge in China. He has put the priority on national interest and geopolitical rise in Asia while neglecting the status-quo orientation on China's foreign policy backdrop. This was interpreted as an assertive behavior of China to takeover South China Sea as its sovereignty. Against this backdrop, this paper attempts to discuss three topics using constructivism, seeing the importance of idea and interaction in political aspects, as follows: (1) the historical trajectory of South China Sea conflict in pre-Xi Jinping era and its problem; (2) the characteristic of China's foreign policy under Xi Jinping; and (3) its implication towards the South China Sea conflict. Generally, the research found that there have been long historical events showing the tumultuous of South China Sea conflict without solution. It is due to the uncertain claim of interested party seeing the importance of South China Sea as the strategic locus for supporting national interest. Moreover, it has been understood that the practice of Chinese foreign policy has been mainly controlled and shaped by Xi's idea on China's national and international security, ignoring the contribution of other ideas and the process of social interaction. Consequently, the South China Sea has been considered to be protected from other claimants. On the other hand, in the level of state interaction, each claimants fight over the disputed area based on their perceptions that are mainly shaped by China's prominent presence. In addition, it has been examined that the lack of dialogue platform results on the misinterpretation of each actors. Therefore, as the process of continuity and change, this circumstance may exacerbated the current tension in the South China Sea and may results in war.

Kata Kunci : politik luar negeri Cina, Xi Jinping, Laut Cina Selatan, konstruktivisme