EQUITABLE PRINCIPLE DALAM PENENTUAN DELIMITASI PERBATASAN INDONESIA DENGAN NEGARA-NEGARA LAIN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF DAN LANDAS KONTINEN

EVI PURWANTI,S.H.,LL.M., Prof. Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., LL.M. / Prof. Dr. Agustinus Supriyanto, S.H., M.Si

2016 | Disertasi | S3 Ilmu Hukum

Equitable principle merupakan prinsip yang mendasari proses delimitasi perbatasan maritim antara negara-negara yang berhadapan atau bersebelahan di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen. Fokus studi penelitian ini tentang substansi serta dekonstruksi equitable principle di Indonesia sebagai negara kepulauan, karena masalah perbatasan Indonesia dengan negara-negara tetangganya masih banyak yang belum terselesaikan. Percepatan penyelesaian perbatasan maritim merupakan hal penting yang harus dilakukan agar eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan hak kedaulatan Indonesia di ZEE dan landas kontinen dapat terlaksana dengan baik. Metodologi penelitian ini adalah normatif atau penelitian perpustakaan. Pendekatan analisis yang digunakan adalah pendekatan konseptual, pendekatan hermeneutika dan pendekatan komparatif melalui analisis dan sintesis equitable principle berdasarkan UNCLOS 1982 dan praktek antara Indonesia dan negara tetangga dalam penentuan delimitasi perbatasan maritim. Hasil penelitian equitable principle ini dapat digambarkan sebagai berikut, bahwa problem delimitasi di Indonesia yang menyebabkan equitable principle belum dapat tercapai karena adanya hambatan teknis, hambatan hukum dan hambatan politik. Dari ketiga hambatan tersebut yang paling berpengaruh dalam penyelesaian delimitasi adalah faktor politik. Adapun substansi equitable principle dapat di dekonstruksi melalui beberapa sudut pandang yaitu dari sisi interpretasi, area, orientasi, cakupan serta tujuan equitable principle. Dari analisis kelima kerangka itu dapat disimpulkan bahwa equitable principle merupakan suatu asas yang absolut dalam pencapaian delimitasi serta merupakan suatu bentuk turunan keadilan yang lebih fleksibel dari pengertian keadilan substantif, yang penting adalah para pihak mendapatkan manfaat yang maksimal dari hasil delimitasi yang disepakati. Adapun relevansi konsep single maritime boundary dengan equitable principle adalah tidak selalu penerapan single maritime boundary menciptakan hasil yang equitable bagi semua pihak, terlebih ZEE dan landas kontinen secara teknis memiliki cara penentuan delimitasi yang berbeda, di mana ZEE berdasarkan ketentuan jarak 200 n.m. sedangkan landas kontinen berdasarkan kriteria natural prolongation.

Equitable principle is the basic rule underlying the process of maritime delimitation between adjacent or opposite states in the Exclusive Economic Zone and continental shelf. Focus research studies on substance as well as deconstruction of equitable principle in Indonesia as an archipelagic state, due to the issues of Indonesia's borders with its neighbouring states are still many unresolved. Acceleration of the settlement of maritime border is an important thing to be done in order to exploration, exploitation, conservation and management in the Indonesian sovereign rights in the EEZ and the continental shelf areas. The methodology of research is doctrinal or library research. The analytical method used the conceptual approach, hermeneutic approach and comparative approach through the analysis and synthesis of equitable principle based on the UNCLOS 1982 and practices between Indonesia and neighboring countries in determining the maritime boundary delimitation. The results of research can be described as follows: The problem of delimitation in Indonesia that led to equitable principle can not be achieved because of technical, legal and political obstacles. The most influential of these obstacles in the completion of delimitation is a political factor. The deconstruction of equitable principle through multiple perspectives, namely in terms of interpretation, area, orientation, scope and purpose of the equitable principle. The analysis of equitable framework concluded that the equitable principle is an absolute principle in the achievement of delimitation and derivatives form of justice which is more flexible than the notion of substantive justice, the important thing is for the parties to get the maximum benefit from the results of an agreed delimitation. The relevances concept of a single maritime boundary with the equitable principle application does not always create equitable outcomes for all parties, especially in the EEZ and the continental shelf which is technically have different ways of defining delimitation, where EEZ based on the provisions within 200 n.m. whereas the continental shelf based on the criteria of natural prolongation.

Kata Kunci : equitable principle, negara kepulauan, zona ekonomi eksklusif, landas kontinen