Evaluasi Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial Awal Gelandangan dan Pengemis di Camp Assessment Sebagai Wujud Diberlakukannya Perda no. 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis di Daerah Istimewa Yogyakarta
NUNIK LISTIA, Dr. Kridyatmiko, S.Sos, M.Si
2016 | Skripsi | S1 ILMU PEMBANGUNAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN (SOSIATRI)Pemerintah DIY dengan mengacu kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, membentuk sebuah Peraturan Daerah no.1 Tahun 2014 Tentang Proses Penanganan Gelandangan dan Pengemis. Dalam proses penanganan gelandangan dan pengemis, pemerintah DIY membentuk sebuah unit khusus yang bertugas melaksanakan proses rehabilitasi sosial awal gelandangan dan pengemis yang bernama Camp Assessment. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud mengevaluasi pelaksanaan program rehabilitasi sosial awal gelandangan dan pengemis di Camp Assessment sebagai wujud diberlakukannya Perda no. 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini dikerangkai oleh teori patologi sosial yang memandang gepeng berada dalam keadaan yang patologis. Patologis merupakan sebuah keadaan dimana seseorang berada dalam kondisi yang abnormal. Abnormal adalah keadaan dimana sikap mereka membawa kerugian yang lebih besar bagi peningkatan kesejahteraan sosial, fisik, ataupun mental dirinya sendiri atau bahkan kelompok dibandingkan manfaatnya. Dalam penelitian ini, digunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan study kasus. Pendekatan study kasus dipilih karena menjadi strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why dan bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidikinya. Peneliti menemukan fakta bahwa keberhasilan camp assessment dalam upayanya yang bersifat koersif maupun rehablitatif ditentukan oleh diri gepeng yang bersangkutan. Jika human nature gepeng yang terbentuk di jalan sangat kuat dan tidak ada keinginan untuk merubah kebiasannya hidup di jalan, tidak akan tercapai sebuah kata keberhasilan dalam merubah pola pikir gepeng tersebut. Sebaliknya, jika dalam diri gepeng yang bersangkutan ada keinginan untuk berubah, atau dalam hal ini adalah golongan gepeng yang sadar bahwa dirinya ada dalam kondisi abnormal, segala kegiatan rehabilitasi yang dilakukan akan diserapnya, yang pada akhirnya, terbentuklah human nature yang baru sesuai dengan yang dipolakan oleh pihak camp assessment karena dalam hal ini pihak camp assessment berkedudukan sebagai pembantu dalam proses rehabilitasi sosial yang dilakukan. Pelaksanaan program rehabilitasi sosial awal di camp assessment sudah cukup baik, tetapi belum mencapai tingkat keberhasilan yang signifikan. Berdasarkan hasil penelitian dan data camp assessment, masih terdapat gepeng yang melarikan diri dan kembali lagi melakukan pekerjaannya dijalan walaupun jumlanya hanya sedikit. Kemudian tahapan rehabilitasi sosial awal berdasarkan Perda no. 1 tahun 2014 sebagian besar sudah terlaksana dengan baik. Hanya ada beberapa bagian kegiatan yang harus segera dilakukan ataupun diperbaiki.
DIY Government with reference to the Constitution of the Republic of Indonesia in 1945, which stated that the poor and abandoned children are maintained by the state, forming a Regional Regulation No. 1 Year 2014 About Handling Process Homeless and Beggars. In the process of handling homeless and beggars, DIY government formed a special unit in charge of implementing social rehabilitation process early homeless and beggars named Camp Assessment. Therefore, this study intends to evaluate the implementation of the social rehabilitation program early homeless and beggars in Camp Assessment as a form of implementation of Regulation no. 1 2014 About Handling Homeless and Beggars in Yogyakarta. This research is framed by the theory of social pathology that sees sprawl are in a pathological state. Pathologic is a situation where a person is in an abnormal condition. Abnormal is a state where their attitudes carry a greater loss for the improvement of social welfare, physical, mental or herself or even a group compared to the benefits. In this study, used a qualitative research method with case study approach. Case study approach was chosen for being a strategy that is more suitable when the subject of a research question with regard to how or why and when researchers have little opportunity to control the events that will be investigated. Researchers found that the assessment camp success in its efforts that are coercive or rehablitatif determined by self-sprawl concerned. If human nature sprawl formed in a very strong and there is no desire to change the habits of life on the road, will not be a word of success in changing the mindset of the sprawl. Conversely, if the self-sprawl is concerned there is a desire for change, or in this case a class of sprawl is aware that he is in an abnormal condition, all the rehabilitation activities undertaken will be absorbed, which in turn, formed a human nature that is new in accordance with patterned by the camp assessment because in this case the assessment camp serves as an auxiliary in the social rehabilitation process undertaken. Implementation of the social rehabilitation program early in camp assessment is good enough, but has not reached a significant level of success. Based on the results of research and data assessment camp, there is still a runaway sprawl and back again doing his job jumlanya street although only slightly. Then the early stages of social rehabilitation by Regulation no. 1 2014 largely already performing well. There are only a few parts of the activities that should be done or fixed.
Kata Kunci : Perda no. 1 tahun 2014, Gepeng, Camp Assessment, patologi sosial