KEARIFAN SUKU DAYAK TAMAMBALOH DALAM PERBURUAN SATWA LIAR DI KECAMATAN EMBALOH HULU, KABUPATEN KAPUAS HULU, KALIMANTAN BARAT
NITA SULISTIYOWATI, K.Fajar Wianti, S.Hut.,M.Si.; Dr.re.silv. M.Ali Imron, S.Hut., M.Sc.
2016 | Skripsi | S1 KEHUTANANKearifan lokal telah dipandang sebagai bentuk perburuan satwa liar yang berkelanjutan. Perburuan satwa liar tradisional oleh masyarakat lokal yang dilakukan secara turun temurun merupakan hal yang penting bagi kegiatan kearifan lokal ini. Namun, zaman modernisasi saat ini juga berpotensi untuk menghilangkan kearifan lokal pada beberapa suku. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki apakah Suku Dayak Tamambaloh masih melakukan kearifan lokal mereka selama berburu satwa liar di Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Penelitian ini menggunakan metode etnografi yang melibatkan observasi partisipan dan wawancara mendalam dengan informan kunci. Data dikumpulkan mulai Bulan Juli sampai Oktober 2015, diperoleh 20 orang informan kunci yang terdiri dari berbagai orang-orang yang berpengaruh dalam masyarakat. Metode live-in juga dilakukan, yang melibatkan pengamatan kegiatan sehari-hari para pemburu. Kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari, kegiatan berburu yang digambarkan dalam pembahasan melalui hasil penggabungan dari wawancara, observasi, live-in serta studi literatur. Pemburu Suku Dayak Tamambaloh mendapatkan hewan buruan sebanyak 17 spesies satwa liar untuk tujuan rekreasi atau hobi, subsisten, tradisi atau adat, dan komersialisasi. Mereka menggunakan peralatan berburu tradisional dan modern yang dilakukan dengan cara perburuan aktif dan pasif. Waktu perburuan tradisional dilakukan ketika Natal, perayaan panen (Gawai Dayak atau Pamole Beo), menjelang pernikahan, peringatan kematian, dan musim buah. Kearifan lokal pada perburuan Suku Dayak Tamambaloh tercermin prinsip yang mengatur mengenai cara berburu, tujuan, pembatasan waktu dan spesies yang diburu serta praktek tabu yang ada.
Local wisdom has been believed to perform sustainable hunting of wildlife. Traditional wildlife hunting by local people which is passed through generation might provide important basic for local wisdom in this activity. However, current modernization is also potentially to loosen local wisdom by some ethnics. This study aims to investigate whether Dayak Tamambaloh ethnic still perform their local wisdom during wildlife hunting in Embaloh Hulu, Kapuas Hulu of West Kalimantan Province. This study used ethnographic methods which involved participant observation and in-depth interviews with key informants. Data were collected from July to October 2015, gained 20 persons of key informants consisted of various roles of people in the community. The living-in method was also done, involving observation of daily activities of the hunters. The local wisdom of daily life, hunting activities were described by integrated results from interview, observations, living-in as well as study literature for the discussion. The Dayak Tamambaloh hunters preyed 17 wildlife species for recreation, subsistence, custom or tradition, and commercialization purposes. They used both traditional and modern hunting equipment and hunting was done by active and passive ways. The traditional hunting was done during Christmas, harvest celebration (Gawai Dayak or Pamole Beo), wedding, anniversaries of the deaths, and the fruit seasons. The local wisdom on hunting of Dayak Tamambaloh was reflected by the principle of regulating hunting methods, destination and limiting the hunting timing and hunted species as well as taboo practices.
Kata Kunci : kearifan, Dayak Tamambaloh, satwa liar, perburuan