Laporkan Masalah

KEADILAN SOSIAL TITIK TENGAH: Belajar dari Pengalaman Masyarakat Tengger

ATIKA SARASWATI, Prof. Dr. Purwo Santoso, M.A

2016 | Tesis | S2 Politik dan Pemerintahan

Karya ini melengkapi perdebatan tentang proses demokratisasi dalam mewujudkan keadilan sosial, yang berangkat dari kajian induktif berbasis pengalaman hidup sehari hari masyarakat. Pertanyaan diajukan untuk menyelidiki: Apa dan bagaimana konstruksi keadilan Sosial (dari dan untuk) sebuah masyarakat terwujud? Penelitian dilakukan dikedua desa enclave Tengger: Ngadas dan Ranu Pani. Dengan fokus penelitian adalah aktivitas sehari hari masyarakat desa di ladang dan dapur bersama-sama dengan negara. Metodologi yang selanjutnya digunakan untuk menyingkapnya adalah fenomenologi-hermeneutik yang dikembangkan oleh Heidegger. Analisis dikerangkai dengan menngunakan perpaduan teori Contextual Political Analysis dan Tafsir Sosial Atas Kenyataan, yang menganalisis tiga momen simultan: kontekstualiasasi, rekonstruksi dan negosiasi, dalam akronim sederhanamya KEREN. Ketiga momen yang membentuk titik tengah; membagi kekuasaan menjadi sama besar. Hasilnya: proses kontekstualisasi Tengger dilakukan dengan memanfaatkan Negara sebagai bentuk adaptasinya terhadap proses perkembangan zaman. Proses rekonstruksi dilakukan dengan menciptakan identitas baru yang berubah-ubah mulai dari ulun hyang sampai masyarakat adat penjaga hutan yang kompromis. Proses negosiasinya dilakukan dengan niteni, laku dan rewang. Ketiga proses khas yang ditempuh masyarakat Tengger untuk mengkondisikan agar pemusatan kekuasaan bisa dihindari, dan penyebaran kekuasaan bisa terjadi: menuju titik tengah, sebagai sebuah keniscayaan. Dari sana diketahui bahwa pengetahuan keadilan sosial yang ditekuni dari pengalaman masyarakat Tengger adalah bentuk sistem pengetahuan yang berangkat dari pilihan-pilihan sulit untuk menuju titik tengah antara pengetahuan idealistik dalam kesadaran subjek dan konteks fragile dinamika sosialnya. Keadilan sosialnya tidak pernah menjadi sesuatu yang idealistik.

This research completing the debate about social justice on the art of democracy and democratisation in Indonesia. It provides the recent stories of inductive process in crafting the knowledge that lied on the daily life. It aims to answer: What and How Social Justice constructed in community? In doing so, the research conducted on two Tengger enclave village: Ngadas and Ranu Pani. Focusing on villager daily life activity in the field and their kitchen. Then, the methods to reveal the answer are phenomenology-hermeneutik by Heidegger. Framing of the analysis adopted from the blend theory of Contextual Political Analysis by Goddin and Tilly and Social Reconstruction by Berger and Luckmann, that analys three simultaneous moments: kontekstualiasasi, rekonstruksi and negosiasi, that known in the akronim as KEREN. Those three moments are moving forward in searching process of midpoint coordinates to deliver power with the same distance. The results are: Kontekstualiasasi process in Tengger happened with wielding the state as their adaptation process in the change of the era. Rekonstruksi process happened with creating new sustainable dynamic identity that always change from ulun hyang (the God/Godess servant) to pro-conservation community. Negotiation process happened with practise; niteni, laku and rewang. Those three local knowledge are the strategy that crafting the condition to deliver power and searching the mid point coordinate as the determination. Based on their experience, the midpoint coordinate is the local social justice knowledge that provide the awareness of the difficult choice between justice philosophical concepts and social dynamic fragile context. Their local social justice never been the idealistic concepts.

Kata Kunci : keadilan sosial, titik tengah, kontekstualisasi, rekonstruksi, negosiasi

  1. S2-2016-355292-abstract.pdf  
  2. S2-2016-355292-bibliography.pdf  
  3. S2-2016-355292-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2016-355292-title.pdf