EKONOMI POLITIK SERTIFIKASI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SULISTYANINGSIH, S. SOS., M. SI., Prof. Dr. Heru Nugroho, Prof. Dr. Mudiyono
2016 | Disertasi | S3 Ilmu SosiologiSertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul merupakan sebuah tuntutan pasar. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari skenario global terkait dengan sertifikasi hutan dunia. Sertifikasi hutan muncul karena kondisi deforestasi dan degradasi hutan yang sudah sangat akut. Adanya kondisi ini kemudian melahirkan banyak keprihatinan dari berbagai pihak terkait dengan masa depan hutan di dunia. Pasar, sebagai salah satu agen penting dalam sertifikasi menuntut produk perdagangan kayu internasional sebagai produk yang legal dan tersertifikasi. Artinya produk kayu yang diperdagangkan adalah produk kayu yang dihasilkan dari pengelolaan hutan yang lestari. Inisiasi program sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul dilakukan oleh Lembaga Donor Donor (Lembaga Ekolabel Indonesia), Lembaga Pendamping (ARuPA, Yayasan Shorea dan PKHR UGM). Dinamika inisiasi program tersebut direspon secara positif oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat Kabupaten Gunungkidul. Adanya tantangan dan tekanan dari pasar internasional ini telah mengubah sikap dan perilaku petani dalam pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses sertifikasi hutan rakyat, mengetahui relasi para aktor dan kepentingannya dalam sertifikasi hutan rakyat, mengetahui upaya yang dilakukan oleh para aktor dalam memproduksi dan melanggengkan ketimpangan keuntungan dalam sertifikasi hutan rakyat serta mengetahui aktor yang paling diuntungkan dan paling dirugikan dalam sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ekonomi politik Marxian. Teori yang digunakan dalam penelitian ini teori sistem dunia Wallerstein. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan interpretatif.Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melalui wawancara mendalam dan pengumpulan data sekunder. Unit Analisanya adalah seluruh anggota Kelompok Tani Hutan Rakyat yang ada di Gunungkidul,Yogyakarta. Teknik Penentuan informan dilakukan secara bertujuan (purposive sample ) yaitu anggota dan pengurus yang terlibat dalam Kelompok Tani Hutan Rakyat, anggota dan pengurus yang terlibat dalam Koperasi Wana Wana Manunggal Lestari (KWML) ,Pemerintah Daerah Gunungkidul,lembaga Pendamping , pelaku industri perkayuan dan lembaga donor. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis melalui proses telaah data, reduksi data dan penafsiran data. Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: Pertama, Proses sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul telah menempatkan para petani hutan rakyat yang direpresentasikan melalui Koperasi Wana Manunggal Lestari sebagai aktor yang paling tersubordinasi. Posisi KWML berada dalam kelas yang tersubordinasi atau kelas pinggiran dari aktor lain seperti Lembaga Pendamping, Lembaga Donor, Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul dan pengusaha atau pelaku industri perkayuan. Subordinasi para petani hutan rakyat disebabkan karena para petani hutan rakyat tidak mempunyai akses ekonomi (dana) dan politik (kebjikan, jaringan atau relasi ) yang memadahi terkait program sertifikasi hutan rakyat. Kedua, Relasi antar aktor dan kepentingan-kepentingannya dalam sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul menghasilkan relasi yang timpang. Ketimpangan relasi antar aktor ini menghasilkan produksi kelas dominan dan subordinat. Ketiga, upaya memproduksi serta melanggengkan keuntungan sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul melalui instrumen sertifikasi hutan rakyat yang dilalukan oleh para agen sertifikasi hutan rakyat (Lembaga Pendamping, Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul, Lembaga Donor, Swasta/bisnis dan pasar). Keempat, aktor yang paling diuntungkan dalam sertifikasi hutan rakyat adalah pasar. Pasar dalam konteks ini dimaknai sebagai pasar bebas. Pasar bebas dalam kajian Immanuel Wallerstein sebagai representasi dari sistem ekonomi kapitalisme. Aktor yang paling dirugikan dalam sertifikasi hutan rakyat adalah para petani hutan rakyat yang direpresentasikan oleh KWML di Kabupaten Gunungkidul. Para petani hutan rakyat berada dalam kelas yang paling tersubordinasi oleh para aktor lain dalam sertifikasi hutan rakyat (Lembaga Pendamping, Lembaga Donor, Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul dan pengusaha atau pelaku industri perkayuan).
Community forest certification in Gunungkidul Regency is a market demand. It is related with global forest certification. The deforestation and forest degradation has pushed many international ecology activists to pay attention toward the forest future in the world. The most important actor in the forest certification is market. The international timber trade has rule that the forest products must be legal and certified. It means that wood products are produced from the sustainable forest management. The initiation of forest certification program in Gunungkidul Regency conducted by Donor (LEI), Companion Institute (ARuPA, Shorea Foundation and PKHR UGM). The dynamics of the program initiation is responded positively by the local government and community in Gunungkidul Regency. The challenges and pressure from the international market has been changing attitudes and behavior of farmers in coomunity forest management in Gunungkidul Regency. This study aims to assess the process of community forest certification, knowing the relationship of the actors and interests in forest certification, knowing the efforts made by the actors in producing and perpetuate inequality gains in forest certification and knowing the most advantaged actor and the most disadvantaged actor in community forest certification in Gunungkidul Regency. The study used the Marxian political economy approach and used the world systems theory of Immanuel Wallerstein to analysis. The study used qualitative research with interpretatif method. Data collection was done through depth interview and secondary data collection. Analysis units are all members of the community forest farmers Group in Gunungkidul, Yogyakarta. Techniques of informants determination is used purposeful manner (purposive sample) namely members and officials involved in the community forest farmer group, members and officials involved in cooperative Wana Wana Manunggal Lestari (KWML), Government of Gunungkidul Regency, Companion institutions, timber industry actors and donors , The collected data is analyzed through the process of data analysis, data reduction and interpretation of data. The results of the study showed as follows: First, the process of forest certification in Gunungkidul Regency has put the community forest farmers represented through Koperasi Wana Manunggal Lestari as the most subordinate actor. KWML position is the subordinate class or suburb class from the other actors such as the Companion Institute, Donors, Government of Gunungkidul Regency and the employers or the timber industry. Subordination of community forest farmers because is the community forest farmers do not have access to the economy (funds) and political (good activity, network or relations) related to forest certification program. Second, the relationship between actors and interests in forest certification in Gunungkidul Regency produce unequal relationships. Inequality relations between these actors produce the dominant and subordinate classes. Third, efforts to produce and perpetuate profit of community forest certification in Gunungkidul Regency through forest certification instrument that is passed by agents of forest certification (Companion Institute, Government of Gunungkidul Regency, Donors, Private or business and market). Fourth, the most benefited actor in forest certification is a market. The market in this context is defined as the free market. The free market in the study of Immanuel Wallerstein as a representation of the capitalist economic system. The most disadvantaged actor in forest certification is the community forest farmers that represented by KWML in Gunungkidul Regency. The community forest farmers are the most subordinate class by the other actors in forest certification (I Companionnstitute, Donors, Government of Gunungkidul Regency and employers or principals timber industry).
Kata Kunci : sertifikasi hutan rakyat, aktor, dominasi, subordinasi