Laporkan Masalah

SEJARAH KOTA BANJARMASIN 1906-1942

WISNU SUBROTO, Prof. Dr. Bambang Purwanto, M.A.

2016 | Tesis | S2 Ilmu Sejarah

Perkembangan kota Banjarmasin dari kota yang berorientasi sungai sebagai tempat aktivitas masyarakat ke infrastruktur jaringan jalan darat pada tahun 1906-1942, merupakan fase penting bagi modernisasi dan komersialisasi di sebagian besar elemen penting di kota. Oleh karena itu, penduduk kota harus beradaptasi menghadapi perkembangan tersebut dengan melihat peluang yang ada dan memiliki kemampuan baru dalam beradaptasi. Sambil terus membangun infrastruktur kota yang berorientasi darat, pemerintah Belanda mengesampingkan budaya masyarakat atau kebiasaan yang telah ada sebelumnya. Penelitian ini menggunakan metode historis. Selain menggunakan metode penyelidikan historis, ditambah juga metode penyelidikan observasi (pengamatan terhadap benda-benda arkeologis) dan wawancara untuk pendalaman pemahaman (verstehen). dalam penelitian ini, penulis membuat suatu tulisan sejarah kota tentang perubahan orientasi penduduk kota Banjarmasin dari air ke darat. Oleh karena itu, selain ilmu sejarah, digunakan juga ilmu-ilmu sosial sebagai pendekatannya untuk kecermatan dan pemahaman fakta-fakta sejarah. Pada masa Kasultanan Banjar, seluruh penduduk mengandalkan air sungai sebagai penghubung dalam kehidupan sehari-hari warganya. Akan tetapi ketika masa kolonial Belanda, jaringan jalan darat di bangun sebagai penghubung antara kampung dengan kampung di dalam kota dan antara kota dengan daerah pedalaman. Simbol kota seribu sungai untuk kota Banjarmasin berubah. Perubahan ini dipengaruhi oleh faktor teknologi transportasi darat yang mulai masuk ke kota Banjarmasin. Warga kota yang mampu beradaptasi dengan perubahan tetap bertahan dan yang tidak mampu akan terpinggirkan dan bahkan bermigrasi.

The development of Banjarmasin from a river-oriented city where people usually perform their activities to land-network infrastructure city in 1906-1942 is the important phase for modernization and commercialization which occurred in most important elements in that city. Therefore, the city people must adapt to face the development by comprehending the existing chances and possessing new ability to adapt. When developing land-oriented city infrastructure, the Dutch Government ignored the prevailing culture and norms of the society. This research uses historical method. Moreover, it also involves observatory research method (an observation of archaeological evidences) and interview aiming at enhancing understanding (verstehen) in this research. These methods are important for the researcher to write an article about the history of a city. This writing focuses on the changing attitude of the people of Banjarmasin from water to land orientation. To gain this aim, the research uses, in addition to the science of history , social sciences as the approach to comprehend and see the accuracy of historical facts. In the time of Banjar Sultanate, people depended on river as the main transportation mode for ensuring their daily life. However in the life of Dutch Colonial, the land transportation mode was established to connect one village to another and city to remote areas. The symbol of Banjarmasin as the city of thousand rivers has shifted. This change was greatly influenced by the advance of technology in land transportation in Banjarmasin. People living in the city who are able to adapt survive while those who do not will be marginalized and even migrate.

Kata Kunci : Perkembangan kota, Orientasi penduduk, Sungai, Jalan Darat