Laporkan Masalah

Nilai Ruang Kawasan Kampung Nelayan Muara Angke, Jakarta Utara

ENDI SUWITNO, Prof. Ir. Sudaryono, M.Eng., Ph.D

2016 | Skripsi | S1 PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Kawasan Muara Angke mulai berkembang sebagai kawasan pelabuhan perikanan tradisional dan sebagai kawasan kampung nelayan pada tahun 1977, tepatnya pada tanggal 7 bulan 7 tahun 1977 diresmikan oleh Bapak Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta waktu itu. Satu tahun berikutnya (tahun 1978) dibawah pengelolaan Pemda DKI Jakarta, dibangun infrastruktur dan semua kegiatan perikanan mulai dipusatkan di Muara Angke. Hasilnya, Muara Angke berhasil menjadi pusat pelabuhan ikan tradisional terproduktif di Jakarta selama tiga tahun berturut-turut, menggeser peran Sunda Kelapa. Seperti kawasan kampung nelayan di Indonesia pada umumnya, Muara Angke juga erat kaitannya dengan citra kawasan minapolitan yang kumuh, kotor, bau amis, penuh sampah, becek, banjir rob, sulitnya air bersih, hingga ke masalah degradasi lingkungan. Permasalahan tersebut terus mengiringi perkembangan yang terjadi di Muara Angke. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan merumuskan nilai ruang yang terbentuk di Kawasan Kampung Nelayan Muara Angke. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah induktif kualitatif fenomenologi. Dengan menggunakan metode induktif, konteks dari nilai ruang akan lebih mudah dideskripsikan. Pendekatan secara kualitatif digunakan untuk mengungkapkan realitas ganda dengan lebih sensitif dan adaptif. Pendekatan secara fenomenologi digunakan untuk menggali informasi, karena yang dicari adalah kejadian faktual secara nyata. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah dapat diketahui sejarah kawasan Muara Angke mulai dari era penjajahan Belanda hingga ke perkembangan Muara Angke menjadi kawasan pelabuhan perikanan tradisional di Jakarta. Ruang di Muara Angke didominasi oleh perumahan nelayan yang hampir sebagian besar kondisinya kumuh, dimana rumah-rumah nelayan tersebut dibangun di atas tanah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan sistem sewa atau sewa-beli. Sebagai hasil dari interaksi dari masyarakat nelayan, aktivitasnya dan ruang Muara Angke terbentuk nilai ruang histori, nilai ruang ekonomi dan nilai ruang ekologi. Ketiga nilai tersebut saling terkait dan terikat satu sama lainnya. Nilai ruang tersebut menjadi ciri khas dan membedakan kawasan Muara Angke dengan kawasan lainnya.

Muara Angke began to develop as a traditional fishing port and as the region of fishing kampung in 1977, on July 7 of 1977 was inaugurated by Mr. Ali Sadikin, Jakarta Governor at that time. The next year (1978) under the management of the Government of DKI Jakarta, was built infrastructure and all fisherman activities began to be concentrated in Muara Angke. As a result, Muara Angke managed to become the most produtive traditional fishing port in Jakarta for three consecutive years, shifting the role of Sunda Kelapa. Such as fishing kampung areas in Indonesia, Muara Angke is also closely associated with the minapolitan image with slum area, dirty, stench, a lot of trash, wet, tidal flood threat, water issues (clean and safe drinking water), to the problem of environmental degradation. The problem continues to accompany developments in Muara Angke. This study aims to identify and formulate space value formed in Kampung Nelayan Muara Angke. The method used in this study is a qualitative inductive phenomenology. By using the inductive method, the context of space value will be more easily described. A qualitative approach is used to express the reality of a double with a more sensitive and adaptive. Phenomenological approach used to gather information, because that is sought is a real factual events. The results obtained from this study is that we can discover history of Muara Angke started from the Dutch colonial era up to the development of Muara Angke to become traditional fishing port area in Jakarta. Land use in Muara Angke is dominated by housing most of the slum conditions, in which the fisherman houses are built on land owned by Jakarta Provincial Government on a lease or lease-purchase. As a result of the interaction of fisherman communities, activities and spaces formed Muara Angke space value, such as historical, economic and the ecological. These value are interrelated and tied to each other. Muara Angke space value create a characteristic that distinguishes it from other areas.

Kata Kunci : Nilai Ruang, Muara Angke, Nelayan / Space Value, Muara Angke, Fisherman