MASYARAKAT TOTEM KOMODO : Etnoekologi Masyarakat Pulau Komodo

LARAS ARIDHINI, Dr. Pujo Semedi Hargo Yuwono, M.A.

2016 | Tesis | S2 ILMU ANTROPOLOGI

Pulau Komodo yang terkenal dengan komodo sebagai ikonnya, juga menyimpan keragaman flora dan fauna eksotis lainnya. Sebelum kedatangan misi konservasi, masyarakat Pulau Komodo memiliki hubungan paradoksal dengan komodo. Meski mereka membagi hasil buruan dengan komodo (domestikasi), mereka juga memburu komodo. Secara tidak langsung, citra hidup mereka di masa lalu telah tergambarkan dalam mitos Ompu Najo yang pada intinya menggambarkan persaudaraan manusia dengan komodo. Masyarakat penghuni Pulau Komodo telah lebih dulu ada sebelum misi konservasi datang ke wilayah mereka. Sebelum 1970-an, mereka tinggal secara tersebar di beberapa wilayah Kepulauan Komodo. Kedatangan misi konservasi (cikal bakal BTNK) telah menyatukan mereka ke dalam satu wilayah yang saat ini menjadi Desa Komodo. Seiring berjalannya waktu, mereka yang berasal dari beragam etnis itu kini menjadi masyarakat hibrida totem komodo lantaran proses interaksi antarmereka. Berbagai literatur menyatakan bahwa Pulau Komodo telah berada dalam naungan Kesultanan Bima sejak abad 17. Aturan dari Sultan Bima yang melarang perburuan komodo pada akhirnya menjadi cikal bakal terbentuknya misi konservasi. Misi konservasi tak hanya menyusup ke dalam hubungan manusia dengan komodo (dan ekosistem lainnya), tetapi juga ke dalam hubungan antarmanusia. Masyarakat memiliki klaim atas sumber daya alam yang tersebar dan terkandung di Pulau Komodo melalui keberadaan parafu. Sementara itu, pihak BTNK sebagai pengemban misi konservasi juga memiliki klaim yang sama. Di sinilah letak realita imajiner dan realita obyektif pada satu obyek yang sama, yakni tanah komodo. Penelitian ini melihat kedua pihak yang terkait dengan keberadaan Taman Nasional Komodo, yakni BTNK dan masyarakat Pulau Komodo sebagai pewaris kepemilikan tanah komodo. Dengan melihat keduanya, diharapkan penelitian ini mampu melihat keseimbangan yang tercipta dari sistem pengelolaan terpusat.

Komodo Island, which is famous by the komodo dragon as its icon, also has natural resources in the form of exotic flora and fauna diversities. Before the arrival of the conservation mission, the islanders have a paradoxical relationship with the dragons. Although they share their hunt-takings to the dragons (domestification), they also hunt dragons. Indirectly, the image of their past life has been portrayed in the myth of Ompu Najo, which essentially describes the brotherhood between human and dragons. The Komodo islanders, as the local inhabitants of the island, apparently have already existed before the conservation mission came to their area. Before the 1970s, they lived scattered in several areas of the island. The arrival of the conservation mission (forerunner of KNP Association) then unified them into one area that is known as Komodo Village nowadays. As the time goes by, those who come from diverse ethnic communities has now become a hybrid society komodo totem through interaction process amongst them. Numerous literatures state that Komodo Island has been under the auspices of the Sultanate of Bima since the 17th century. The Sultan of Bima once issued a rule to prohibit dragon-hunting, which eventually became the forerunner to the establishment of the conservation mission. Furthermore, the conservation mission is not only infiltrated into human-dragons relationship (and other ecosystems), but also into human interrelationships. The islanders have a claim on natural resources which is scattered and contained in Komodo Island by the exixtence of the parafu. Meanwhile, the KNP Association as the caretaker of the conservation mission also has the same claim. Herein lies the imaginary reality and the objective reality on the same object, namely the land of the dragons. This research focus on the two agencies which involve in the existence of Komodo National Park : KNP Association and Komodo islanders as the owner and heir the land of the dragons. By focusing on both, this research is expected to be able to see the balance created from centralized management system.

Kata Kunci : conservation, myth, balance