Sasi sebagai Pengelolaan Ruang Laut di Raja Ampat
MUHAMMAD ZUL QISTHI, Deva Fosterharoldas S, S.T., M.Sc.
2015 | Skripsi | S1 PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTATujuh puluh lima persen wilayah Indonesia ditutupi oleh wilayah laut dan pesisir atau sekitar 5,8 juta km2 dari 7.827.087 km2. Cukup luasnya wilayah laut dan pesisir di Indonesia tentu menjadi potensi yang cukup besar pula bagi perekonomian Indonesia. Kawasan pesisir merupakan salah satu kawasan yang cukup rentan terhadap perubahan. Terutama perubahan iklim yang saat ini menjadi salah satu isu yang banyak diperbincangkan dan diulas strategi penanggulangannya. Sasi secara umum membentuk semacam zonasi�zonasi laut yang didasarkan pada sumber daya laut yang ada, di mana kemudian sasi mengatur kembali bagaimana masyarakatnya harus bertindak atau berkegiatan di lautnya. Saat ini, beberapa wilayah di Indonesia sudah mulai menyadari bahwa pentingnya untuk menjaga laut melalui penataan ruang laut. Hal ini dibuktikan dengan sudah adanya peraturaan�peraturan yang dikeluarkan oleh daerah mengenai penataan ruang laut atau yang lebih dikenal dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau�Pulau Kecil (RZWP3K). Terkait dengan kawasan pesisir Indonesia yang cukup luas dan memiliki potensi tinggi, secara turun�temurun tenyata telah ada pengelolaan sumber daya laut di beberapa daerah. Salah satunya adalah �Sasi� yang dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Raja Ampat dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Sasi juga membatasi pola pergerakan dan/atau pola kegiatan masyarakatnya guna menjaga kelestarian alam yang ada. Secara tidak langsung, Sasi yang telah ada sejak jaman dahulu ini menata atau melakukan zonasi terhadap laut agar tidak terjadi eksploitasi secara berlebihan terhadap ekosistem lautnya. Hal ini sangat menarik tentunya untuk menggali lebih jauh mengenai bagaimana kemudian masyarakat adat yang ada di Kepulauan Meosmanggara, Distrik Waigeo Barat, Kabupaten Raja Ampat, membagi wilayah�wilayah lautnya untuk berkegiatan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi Sasi sebagai bentuk pengelolaan ruang laut di Kepulauan Meosmanggara, Distrik Waigeo Barat, Kabupaten Raja Ampat.
Seventy-five percent of the Indonesian territory is covered by marine and coastal areas, or about 5.8 million km2 of 7,827,087 km2. Sufficient breadth of marine and coastal areas in Indonesia would be a huge potential. On the other hand, the coastal area is one area that is quite susceptible to change. Especially climate change is now becoming one of the issues discussed and reviewed many mitigation strategies. Sasi generally form a kind of marine zoning-zoning based on marine resources that exist, where then sasi reorganize how people should act or activities in the sea. Currently, several regions in Indonesia have started to realize the importance of keeping the sea through marine spatial planning. This is evidenced by already the peraturaan-regulation issued by the regional marine spatial planning, or better known as the Zoning Plan for Coastal Areas and Small Islands (RZWP3K). Related to the Indonesian coastal areas were quite spacious and has a high potential, hereditary tenyata existing marine resource management in some areas. One is the "Sasi" conducted by people in the district of Raja Ampat in the management of coastal resources and laut.Sasi also restrict the movement patterns and / or pattern of community activities in order to preserve the existing natural. Indirectly, Sasi which has existed since time immemorial is to organize or carry out zoning of the sea in order to avoid excessive exploitation of the marine ecosystem. It is very interesting course to delve further into how then indigenous peoples in Meosmanggara Islands, District of West Waigeo, Raja Ampat, dividing the maritime areas of activity. The purpose of this study is to identify Sasi as a form of management of marine space in Meosmanggara Islands, District of West Waigeo, Raja Ampat.
Kata Kunci : sasi, tata ruang,tata ruang laut, pengelolaan ruang laut, raja ampat