Laporkan Masalah

Aksi Kolektif dalam Mengelola Taman Kota: Studi Kasus Pengelolaan Taman Kota oleh Paguyuban Selasar Kartini di Kota Salatiga

YUSNIA ARIANINGSIH, Hasrul Hanif, S.IP., M.A

2016 | Skripsi | S1 ILMU PEMERINTAHAN (POLITIK DAN PEMERINTAHAN)

Penelitian ini adalah penelitian tentang aksi kolektif yang dibangun oleh pengguna/pemanfaat dari taman Selasar Kartini yang ada di Kota Salatiga. Terbentuknya aksi kolektif bukan merupakan suatu hal yang sederhana, karena kronologi terbentunya Paguyuban Selasar Kartini berawal dari kompleksitas kompetisi dan konflik yang sempat terjadi di taman kota. Mengingat taman kota merupakan public space yang memungkinkan siapapun tanpa terkecuali dapat mengakses dan memanfaatkan ruang tersebut dengan bebas. Secara teoritik kenyataan ini menggambarkan taman kota dengan konsep common pool resources yang multifungsi karena disatu sisi berfungsi sebagai public goods bagi kalangan pengunjung dan disisi lain berfungsi sebagai toll goods bagi kalangan pengguna/pemanfaat taman kota. Sedangkan paguyuban merupakan bentuk dari aksi kolektif. Menariknya, penelitian ini hendak menjelaskan tentang proses aksi kolektif yang dikembangkan oleh paguyuban Selasar Kartini dalam rangka mengelola taman kota yang notabene sebagai public space. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus dengan tujuan melihat bagaimana realitas sosial menarik ini dapat terjadi, yakni dengan cara melakukan observasi langsung tanpa menjaga jarak dengan objek yang diteliti. Berangkat dari pemaparan mengenai kondisi taman kota serta keberagaman aktivitas yang ada didalamnya, untuk menggambarkan kondisi taman kota sebagai ruang terbuka bagi masyarakat. Kompleksitas dan keberagaman aktivitas di taman kota ternyata lambat laun semakin tidak beraturan karena semua pihak mengedepankan kepentinganya masing-masing. Taman kota sebagai ruang tak bertuan ini menampung semua kegiatan dari pengunjung dan pengguna/pemanfaat tanpa ada satu pihak yang melakukan kontrol atas ruang ini, hingga akhirnya intensitas konflik makin sering terjadi diantara pengguna taman kota. Kondisi di taman kota memberikan pilihan kepada para pengguna/pemanfaatnya yakni pilihan untuk cooperate dalam mengelola taman kota, atau non-cooperate dan tetap berdiri pada kepentingan masing-masing. Hingga akhirnya ketika cooperate disepakati sebagai solusi bersama, maka semua pihak bertugas menyamakan tujuan bersama. Dalam menjalankan aksi kolektif berupa paguyuban dibutuhkan adanya aturan main serta instrumen untuk mencapai tujuan bersama tersebut, dalam kasus ini instrumen seperti rembug selasar, gugur gunung dan pembagian kapling merupakan langkah yang diambil dengan berpegang pada nilai-nilai masyarakat jawa tentang nilai kekeluargaan dan gotong royong. Hingga akhirnya penelitian ini sampai pasa temuan bahwa sistem pengelolaan common pool resource dapat dilakuan dengan mekanisme aksi kolektif, yang mengedepankan nilai-nilai solidaritas kolektif dan kerjasama antar aktor. Solusi ini dapat dikatakan efektif bila digunakan untuk mengelola sumber daya milik bersama yang melibatkan banyak kepentingan. Namun yang tidak kalah penting adalah melihat setting budaya dari masyarakat tersebut.

This research is about collective action forming by users / beneficiaries of the Selasar Kartini's city park in Salatiga. The formation of collective action is not a simple matter, since the inception of the Society of Selasar Kartinis chronology begins with the complexity of competition and conflicts that had occurred in the city park. Given the city park is a public space that allows anyone without exception can access and utilize the space freely. Theoretically this fact illustrates the city park with the concept of a multifunctional common pool resources because one side serves as public goods for the visitors and on the other hand serves as toll goods for the users / beneficiaries of a city park. While the community is a form of collective action. Interestingly, this study was about to explain the process of collective action developed by Kartini Selasar community in order to manage a city park which is actually a public space. Therefore, this study was conducted using a case study with the aim of seeing how this fascinating social reality can occur, namely by direct observation without keeping the distance to the object under study. From the conditions of city parks as well as the diversity of activity that is therein, to describe the condition of the city park as open space for the community. The complexity and diversity of activities in the city park turned out to be gradually increased their respectively. Park City as a tak bertuan is to accommodate all the activities of visitors and users / beneficiaries without any of the parties who exercise control over this space, until finally the intensity of conflict between the increasingly frequent city parks. Conditions in the city park gives choice to the users / beneficiaries the option to cooperate in managing the city park, or non-cooperate and remain standing on each other's interests. Until finally when cooperate agreed as a solution together, all parties have a common goal. In carrying out collective action in the form of community is needed for the rules and instruments to achieve this common goal, in this case an instrument like rembug selasar, and gugur gunung and the division of plots is a step taken by adhering to the values of the people of Java on family values and mutual cooperation. Until the end of this study until pas a finding that common pool resource management systems can do with collective action mechanism, which emphasizes the values of collective solidarity and cooperation between actors. This solution can be said to be effective when used to manage a shared resource that involves a lot of interest. But no less important is to see the cultural setting of the society.

Kata Kunci : taman kota, public space, aksi kolektif, paguyuban