KELIR MANCAWARNA: STRATEGI KELISANAN SENI PERTUNJUKAN JANGER BANYUWANGI
MOCHAMAD ILHAM, Prof. Dr. Faruk, S.U.
2015 | Disertasi | S3 SastraPenelitian ini bertujuan mengungkap strategi kelisanan dalam proses penciptaan dan transmisi kelisanan yang dilakukan para wayang (aktor) Janger sehingga dapat diketahui konvensi dan kondisi kelisanan kesenian tersebut, serta mengapa strategi kelisanan tersebut yang diterapkan dalam pertunjukan Janger pada masa kini. Penelitian ini mengasumsikan Janger sebagai karya sastra lisan yang hidup dalam lingkungan masyarakat tradisional yang telah termultimediakan, sehingga oleh karena itu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kelisanan di dalam relasinya dengan media-media lain. Teori lain yang dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah antropologi, didasari oleh pertimbangan bahwa penelitian ini tidak hanya terfokus pada teksnya saja, tetapi juga pada konteksnya. Berdasarkan pendekatan dan teori tersebut dapat diperoleh jawaban bahwa pertunjukan Janger telah melakukan berbagai penyesuaian strategi kelisanan agar transmisi nilai-nilai tradisi yang dilakukannya dapat tetap berlangsung dan diterima masyarakat. Secara teoritis formulayang biasa digunakan para wayang dalam pertunjukan Janger adalah formula bentuk dan formula isi.Formula bentuk merupakan suatu cara untuk menyampaikan gagasan tertentu dengan mengacu pada bentuk-bentuk pengungkapan nonverbal sebagaimana biasa dilakukan sebelumnya, sedangkan formula isi merupakan segala gagasan yang disampaikan kepada pihak lain dengan mengacu pada gagasan-gagasan verbal sejenis yang biasa disampaikan sebelumnya. Sementara itu untuk berada dalam kondisi the medium is the message, seni Janger telah mengeksplorasi segala potensi bahasa, mulai dari bahasa verbal, bahasa gerak, bahasa musik, hingga bahasa visual, dan pada akhirnya seni Janger menjadi media komunikasi dengan mengerahkan semua potensi bahasa-bahasa tersebut. Pada pertunjukan Janger masyarakat Banyuwangi secara bersama-sama membangun, atau membangun ulang, atau bahkan memperkokoh bangunan identitas kultural mereka. Seni Janger telah dikonstruksi dan dipahami sebagai identitas masyarakat Banyuwangi, dan pada masyarakat Banyuwangilah seni Janger menemukan konteks kesejarahan dan sosio-kulturalnya. Fungsi identitas kultural tersebut adalah sebagai (1) ruang memori, yang merujuk pada semua hal di masa lalu yang dapat diteladani, (2) ruang perjuangan, yang menandai upaya bersama untuk memahami realitas masa kini, dan (3) ruang pengharapan, yang merujuk pada suatu keinginan bersama di masa depan. Dengan berupaya merelasikan antara "fakta" yang diperoleh dari masa lalu dan "pemahaman" yang diperoleh pada masa kini, masyarakat Banyuwangi berusaha merumuskan "impian-impian" mereka di masa depan. Janger mengajak para partisipannya untuk tetap bertahan di wilayah kulturalnya (rite of incorporation). Janger mewadahi keanekaragaman budaya, menjadi bangunan pluralitas yang setara, sehingga dapat ditempati dengan nyaman oleh para penghuninya. Dalam kesetaraan yang harmonis itulah identitas kultural diletakkan, menjadi fondasi bersama dalam membangun masa depan.
This study aims to reveal the orality strategies in the process of orality creation and transmission done by Janger actors so that we will know the orality conventions and conditions of this performing art, as well as why those orality strategies are chosen and applied in Janger performances today. This study assumes Janger as the work of oral literature that lives in traditional community that has been multimediated, so that the approach applied in this study is the orality approach in relation to other media. Another theory which is utilized in this study is anthropology, based on the consideration that this study is not only focused on the text, but also on the context. Based on the approach and the theory it can be obtained answers that Janger performance has made various adjustments in its orality strategies so that the transmission of traditional values can persist and be accepted by the society. Theoretically, the formulas used by the actors in Janger performances are formula of form and content. The formula of form is a way to convey the idea with reference to the disclosure form as usual done before, while the formula of content is any notion that the content is delivered to the other party with reference to the ideas presented earlier the usual kind.To be in the state of the medium is the message, Janger has explored all the potential of language, ranging from verbal, gesture, music, to visual languages, and at last Janger becomes a medium of communication by exerting the potential of those languages. In the performance of Janger, Banyuwangi people build, or rebuild, or even strengthen their cultural identity building. Through Janger performing art they create their own cultural identity in a particular historical and a socio-cultural context, with a certain understanding, for certain purposes anyway. Janger performing art has been constructed and understood as the identity of Banyuwangi people, and in the Banyuwangi people Janger gets its historical and socio-cultural context. The functions of cultural identity are as (1) a memory space, which refers to all the things in the past that can emulate, (2) a space of struggle, which marks a concerted effort to understand the reality of the present, and (3) a space of hope, which refers to a common desire in the future. In attempting to relate the "facts" derived from the past and "understanding" obtained in the present, Banyuwangi people are trying to formulate their future "dreams". Janger invites its participants to remain in their cultural area (rite of incorporation). Janger accommodate cultural diversity, becomes the building of an equal plurality, so it can be comfortably occupied by the residents. In the harmonious equality the cultural identity is laid, becomes the foundation of the people in building their future. Keywords: Janger Banyuwangi, orality strategy, formula, the medium is the message, cultural identity.
Kata Kunci : Janger Banyuwangi, strategi kelisanan, formula,the medium is the message, identitas kultural.