TAUTAN POLITIK (POLITICAL LINKAGE) ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DAN PARLEMEN DI INDONESIA (STUDI KASUS TAUTAN POLITIK DALAM PEMBUATAN UU PORNOGRAFI, UU PEMERINTAHAN ACEH, DAN UU PERTAHANAN NEGARA)

CORNELIS LAY, DRS., MA., Prof.Dr. Mohtar Mas'oed, M.A.;Prof.Dr. Pratikno, M.Soc., Sc.

2015 | Disertasi | S3 Ilmu Politik

Disertasi ini meneliti tautan politik antara organisasi masyarakat sipil dan parlemen beroperasi di Indonesia pasca Orde Baru.Fokus penelitian ini dilatarbelakangi, pertama, belum banyak studi yang mempelajari fenomena tautan politik antara organisasi masyarakat sipil (OMS) dan parlemen secara sistematis. Kedua, secara empiris, pasca Orde Baru, keterlibatan masyarakat sipil makin menguat dalam proses pengambilan kebijakan publik, bukan saja secara kuantitas namun kualitas keterlibatannya. Kedalaman keterlibatan OMS dalam proses pembuatan kebijakan publik bahkan sudah memasuki wilayah yang sangat sakral, yang di masa lalu merupakan wilayah privilegebagi pengambil kebijakan. Ketiga, secara terotitis, kajian demokrasi kontemporer kurang memberikan perhatian pada fenomena tautan politik antara OMS dengan parlemen ketika membicarakan masa depan demokrasi. Penelitian yang selama ini dilakukanterbatas pada tautan partai politik dengan konstituen atau dengan masyarakat secara luas.Belum ada studi yang mencoba mengungkapkan kebutuhan tautan antara sesama institusi demokrasi, yaitu OMS dengan parlemen. Pertanyaan yang diangkat dalam disertasi ini adalah bagaimana tautan politik antara OMS dan parlemen lahir, terbentuk, dan beroperasi dalam proses pengambilan kebijakan di tiga produk UU pasca Soeharto. Pertama, UU No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang mewakili pergulatan panjang Indonesia dengan persoalan identitas.Kedua, UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh mewakili pergulatan Indonesia dengan persoalan regional question atau relasi pusat-daerah.Dan, ketiga, UU No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara mewakili persoalan bagaimana negara mendamaikan kebutuhan keamanan dan demokrasi yang sama-sama merupakan public goods yang sangat diperlukan oleh masyarakat. Secara keseluruhan disertasi Tautan Politik antara OMS dengan Parleman Pasca Orde Baru ini menyatakan tautan politikadalah bagian fundamental pengembangan demokrasi yang sejajar dengan eksistensi lembaga dan aktor demokrasi, serta pengembangan nilai demokrasi.Karenanya, disertasi ini menekankan pada pentingnya menciptakan tautan politik antar sesama lembaga demokrasi sebagai bagian dari proses pembangunan demokrasi yang lebih stabil dan substantif di masa depan. Dengan adanya tautan politik baik secara formal, maupun informal, relasi kuasa dan kepentingan antara berbagai lembaga demokrasi dapat terus berlangsung secara teratur. Hal ini di satu sisi, berakibat pada terjadinya pelunakan otonomi berlebihan masing-masing lembaga demokrasi, di sisi lainnya, pada level teknokratik, dapat mendorong adanya koordinasi yang memungkinkan isu publik menjadi kebijakan publik berlangsung secara lebih massal dengan dukungan kuat dari banyak komponen lembaga demokrasi. Implikasi lebih jauh adalah bahwa dengan terbentuknya tautan politik yang terinstitusionalisasi akan melipat-gandakan ruang dan sekaligus memperluas saluran politik bagi rakyat untuk dapat mengontrol persoalan-persoalan publik berdasarkan prinsip persamaan.

This dissertation deals with the political linkage between two different types of democratic institutions, civil society organizations and parliament, operated in post-New Order Indonesia. There were three reasons behind this study. First, there is no systematic study on the phenomenon of democratic institutions linkage. Secondly, empirically, after the New Order era the involvement of civil societies in policy processes is getting stronger, not only by the number but also by the quality of their involvement. The civil society organizations involvement on policies making is now even entering to an area that used to be considered as sacred area of policy makers. The third reason is, from theoritical point of view, contemporary studies on democracy give almost no concern on the issue of political linkage between parliament and civil society organizations when discussing the future of democracy. Contemporary researches mostly concern on the issue of linkage between either political parties or parliament with their constituents or public in general. There were no studies that trying to understand the necessities of a linkage among democratic institutions, in this case is between parliament and civil society organizations. The main question of this dissertation is howpolitical linkage between CSOs and parliament and was created, formed up and operated in the policies making processes. In doing so, this dissertation focuses on the making of three Laws after the New Order era. First is Law No.44/2008 on Pornography that represents the long dynamics of Indonesian politics related to the nations identity problem. Second is Law No.11/2006 on Aceh Governance, representing the dynamics of Indonesian politics to face the regional question (relation between Central-Regions Government). The third is Law No. 3/2002 on State Defense, representing the dilemma of how to reconcile the need for security in one hand and democracy in the other as both are public goods that desperately needed by the country. The research concluded that the political linkage is a fundamental on developing stable and substantive democracy. It lies in a parallel with the existence of democratic institutions, actors and values. This dissertation stresses out on the relation aspect among the democratic institutions, on how to make political linkages for every democratic institution, especially the parliament and civil society organizations. As the linkage formed, formally or informally, the power and interest relation between those institutions can be kept continue. The impact is that in one hand it can soften the exageratted autonomy of individual democratic institution, on the other, from the technocratic point of view it gives way for a more coordination among democratic institutions which can encourage public issues to become public policies though a massive way with strong support from various democratic institutions. More over, the establishmentof an institusionalised political linkage among democratic institution, by implication double the size of democratic space as well as widening the democratic channels, paving ways for demos to have a more control over public affairs based on equality.

Kata Kunci : Tautan politik, organisasi masyarakat sipil, parlemen, ruang politik