Laporkan Masalah

PERAN FARMASIS DALAM PENGAWASAN PENGGUNAAN OBAT NARKOTIKA DI PANGKALPINANG

REZA ASHARI, Prof.Dr.Mustofa, M.Kes, Apt; Dr.dr Mubasyisyir Hasanbasri, MA

2015 | Tesis | S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Latar belakang : Pengguna narkoba suntik di dunia lebih dari 13 juta orang yang tersebar di beberapa negara. Diantara pengguna narkotika suntik tersebut prevalensi HIV dalam populasi pengguna narkotika suntik mencapai 80 %. Tenaga kefarmasian diperlukan untuk mengatur peredaran obat narkotik dan psikotropik terutama yang melalui suntik karena efek yang ditimbulkan sangat serius. Peran farmasis dalam penggunaan dan pengawasan penggunaan obat narkotika dan psikotropika di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang narkotika yaitu pengelolaan, penyimpanan, penyaluran (distribusi), penyerahan, pencatatan dan pelaporan obat narkotika, pembinaan dan Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2009 yaitu monitoring penggunaan obat dan audit kefarmasian. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji implementasi peran farmasi dalam pengawasan penggunaan obat narkotika dan psikotropika di Pangkalpinang. Metode : Penyebaran kuisoner kepada 54 farmasis yang bertugas di apotik dan wawancara kepada farmasis yang bertugas di Balai Pengawas Obat dan Makanan serta Dinas Kesehatan. Penyajian data penelitian dengan tabel dan grafik. Hasil : Peran farmasis yang telah dilaksanakan dengan baik adalah pencatatan dan penyimpanan obat narkotika. Pengawasan Dinas Kesehatan terhadap pelaksanaan peran farmasis di apotik masih lemah. Kelemahan pengawasan Dinas Kesehatan pada sistem pelaporan dan monitoring. Pengawasan penggunaan obat narkotika di Pangkalpinang mengalami permasalahan dari segi sinergitas antara Dinas Kesehatan dan Balai Pengawas Obat dan Makanan dalam bentuk pelaporan dan monitoring dan asosiasi profesi belum dilibatkan dalam melakukan pengawasan terhadap penggunaan obat narkotika. Kesimpulan : Peran pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan masih lemah. Kelemahan ini terjadi pada sistem monitoring pelaporan. Tidak adanya tindak lanjut hasil monitoring menjadi faktor penyebab kelemahan sistem ini. Permasalahan yang timbul dalam pengawasan penggunaan obat narkotika di Pangkalpinang adalah belum adanya sinergitas antara Dinas Kesehatan dan Balai Pengawas Obat dan Makanan baik dari bentuk pelaporan dan monitoring ke apotik dan tindak lanjut Balai POM dalam pemberian sanksi terhadap apotik yang melakukan pelanggaran.

Background: Injecting drug users in the world over 13 million people spread across several countries. Among injecting drug users are HIV prevalence in the population of injecting drug users reached 80%. Pharmacy personnel necessary to regulate the circulation of narcotic drugs and psychotropic mainly through injecting because the effects are very serious. The role of pharmacists in the use and control of use of narcotic drugs and psychotropic substances in Indonesia is regulated in Act 35 of 2009 on narcotics, namely management, storage, distribution (distribution), delivery, recording and reporting of narcotic drugs, coaching and Regulation 51 in 2009 that monitoring and auditing the use of pharmaceutical drugs. This study was conducted to assess the implementation of the pharmaceutical role in monitoring the use of narcotic drugs and psychotropic substances in Pangkalpinang. Method: The spread of questionnaires to 54 pharmacists who served in pharmacy and interviews to pharmacists who served in the Central Food and Drug Administration and the Department of Health. Presentation of research data with tables and graphs. Results: The role of pharmacists that have been carried out properly is the recording and storage of narcotic drugs. Supervision Department of Health on the implementation of the role of pharmacists in pharmacies is still weak. Health Department oversight weaknesses in reporting and monitoring system. Supervision of the use of narcotic drugs in Pangkalpinang experiencing problems in terms of synergy between the Department of Health and the Center for Food and Drug Administration in the form of reporting and monitoring and professional associations have not been involved in monitoring the use of narcotic drugs. Conclusions: The role of supervision by the Department of Health is still weak. This weakness occurs in the monitoring system of reporting. The absence of follow-up monitoring results into the causes of weakness of this system. The problems that arise in monitoring the use of narcotic drugs in Pangkalpinang is the lack of synergy between the Department of Health and the Center for Food and Drug Administration both from the form of reporting and monitoring to pharmacies and follow-up Balai POM in imposing sanctions against pharmacies who commit violations.

Kata Kunci : Peran Farmasis, penggunaan obat narkotika, pengawasan penggunaan obat narkotika

  1. S2-2015-354451-abstract.pdf  
  2. S2-2015-354451-bibliography.pdf  
  3. S2-2015-354451-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2015-354451-title.pdf