Analisis Spasial Distribusi Kepadatan Vektor Filariasis Limfatik di Desa Waulai Kecamatan Barangka Kabupaten Muna Barat Provinsi Sulawesi Tenggara

YULIA LINARSIH, dr. Tri Baskoro T Satoto, M.Sc, Ph.D ; Barandi Sapta Widartono, S.Si, M.Si

2015 | Tesis | S2 Ilmu Kedokteran Tropis

Latar belakang Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dan menjadi salah satu penyebab utama kecacatan menetap di seluruh dunia. Hingga tahun 2012, terdapat 11.903 kasus filariasis di Indonesia dengan 23 spesies nyamuk telah dilaporkan sebagai vektor. Hasil survei darah jari di Desa Waulai masih terdapat penderita mikrofilaria W. bancrofti. Mengetahui distribusi kepadatan vektor serta kondisi lingkungan yang mendukung keberadaan vektor secara spasial dapat membantu program eliminasi dan eradikasi filariasis serta mencegah potensinya menjadi re-emerging disease di Desa Waulai. Tujuan Untuk mendeskripsikan Desa Waulai sebagai daerah endemis filariasis berdasarkan distribusi spesies vektor, kepadatan vektor filariasis limfatik, karakteristik lingkungan yang menjadi habitat vektor, pola penggunaan lahan dan perilaku masyarakat yang mendukung terjadinya transmisi filariasis di Desa Waulai. Metode Metode yang digunakan adalah observasional deskriptif dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis. Hasil Spesies nyamuk di Desa Waulai adalah 16 spesies dengan spesies dominan Culex sitiens (37,3 %). Hasil pembedahan langsung tidak menemukan larva filaria. Kejadian filariasis di Kecamatan Barangka tersebar mengikuti pola pemukiman penduduk yang berhadapan dengan jalur jalan raya. Jarak habitat nyamuk yang terdekat (parit) dengan kasus mikrofilaria positif adalah 0,17 km. pH air pada habitat nyamuk 6,9 hingga 8,0. Rata-rata suhu di Desa Waulai 26,7 derajat celcius dan kelembaban 82,9 %. Puncak kepadatan Culex quinquefasciatus pukul 01.00-02.00 dengan MBR 0,7/orang/jam serta pukul 20.00-21.00 dan 00.00-01.00 dengan MHD 0,7/orang/jam. Kepadatan tertinggi larva Culex quinquefasciatus 19 ekor/cidukan pada genangan air. Lahan di Desa Waulai sebagian besar digunakan untuk kegiatan perkebunan. Sebanyak 97,1 % responden memakai kelambu sewaktu tidur, 99 % responden tidak memasang kasa nyamuk, dan 21,6 % penduduk yang memiliki kebiasaan keluar rumah pada malam hari. Kesimpulan Kondisi lingkungan di desa Waulai mendukung perkembangbiakan nyamuk yang berpotensi sebagai vektor filariasis. Perilaku penduduk dan akses terhadap pengobatan filariasis yang baik dapat mensukseskan program eliminasi dan eradikasi filariasis di desa tersebut. Kata kunci : Filariasis, vektor, spasial, lingkungan, perilaku, Desa Waulai

Introduction : Lymphatic filariasis is a vectorborne disease and globally as the main cause of permanent disability. Until 2012, 11.903 cases of lymphatic filariasis has been reported in Indonesia and 23 mosquito species confirmed as vectors. Blood survey test in Desa Waulai found positive W. bancrofti microfilariae. Understanding the vector distribution, density and also the environmental suitability for vector, can support elimination and eradication program, furthermore can prevent the possibility to reemerge in Desa Waulai. Methods We undertook descriptive observational research using Geographic Information System Objective To develop map areas described vector density and species distribution, environmental characteristics, land use patterns and behavior of villagers which supports the transmission of filariasis in Waulai. Result 16 mosquito species were found in Waulai with Culex sitiens as the most dominant species (37,3 %). There were no microfilaria found. Filariasis cases in Barangka spread along the pattern of housing. The ditch was the nearest mosquito habitat which approximately 0,17 km from the case house. Mosquito habitat water pH ranged between 6,9-8,0. Average temperature in Desa Waulai was 26,7 Celcius degree and the average humidity was 82,9 %. The peak time of Culex quinquefasciatus at 01.00-02.00 am with average MBR 0,7/person/hour and at 20.00-21.00 pm, 00.00-01.00 am with average MHD 0,7/person/hour. The most abundance of Culex quinquefasciatus larvae 19/dipping at the puddle. Land use in Desa Waulai mostly used for plantation. 97,1 % respondent using mosquito bed net while sleeping, 99 % did not use mosquito house net and 21,6 % has a habit to stay outside at night. Conclusion Waulai village were suitable for lymphatic filariasis potential vectors abundance. The villagers behaviours and their access to MDA can possibly enhance the elimination and even eradication of LF on Waulai village.

Kata Kunci : Key word : Filariasis, vector, spatial, environment, behaviour, Desa Waulai