Laporkan Masalah

Difabel dan Minoritisasi, Studi tentang Proses Minoritisasi pada Kelompok Perempuan Difabel Netra dalam Posisinya sebagai Kelompok Minority within Minority

IKA ARINIA INDRIYANY, Nur Azizah, M.Sc

2015 | Tesis | S2 Politik dan Pemerintahan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat proses minoritisasi yang dilakukan pada kelompok perempuan difabel netra dalam posisinya sebagai kelompok minority within minority. Keberadaan kelompok perempuan sebagai kelompok minoritas sangat rentan pada praktek - praktek diskriminasi. Kerentanan ini akan bertambah jika identitas perempuan tersebut ditambah dengan identitas sebagai difabel. Akibatnya terjadi interseksi antara identitas perempuan dan identitas difabel. Interseksi identitas inilah yang berbahaya karena akan menciptakan pelapisan minoritisasi. Dalam kajian ilmu politik, studi ini menggambarkan tentang relasi kuasa yang tercermin dalam kehidupan sehari - hari, yang kadang tidak disadari oleh kelompok difabel. Studi ini juga mengungkapkan bahwa keberadaan everyday life politics sangat penting karena akan mampu mempengaruhi dinamikaformal politics.Konsep mengenai difabilitas dan normalitas (Mansour Fakih), Feminisme dan budaya patriarki (Tong)dan konsep minoritas dan multikulturalisme (Kymlicka) digunakan penulis untuk mengupas hal ini. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa minoritisasi pada perempuan difabel netra hadir melalui hal yang sangat sederhana dan bersifat daily yaitu melalui bahasa penyebutan terhadap difabel yang dianggap pas apakah tuna, penyandang cacat, difabel ataukah penyandang disabilitas. Di sini terjadi tarik menarik kuasa antara masyarakat dan negara tentang pihak yang berhak memberikan label, mereka mengabaikan keberadaan difabel di sana. Padahal justru difabel lah yang paling berhak dalam menentukan penyebutan atas dirinya. Minoritisasi lanjutan dilakukan oleh masyarakat berdasarkan setting sosio kultural yang ada, yaitu melalui tindakan marginalisasi dalam hal penutupan akses informasi dan pengetahuan; pelabelan negatif yang berujung pada tindakan subordinasi;kekerasan (fisik, psikis, ekonomi, sosial dan seksual); dan juga eksploitasi yang berakibat pada beban ganda. Minoritisasi ini berlanjut di ranah negara. Negara bukanlah ruang hampa yang berarti di dalamnya terdapat kontestasi antar aktor. Aktor ini berasal dari masyarakat, serta membawa kepentingan dan karakternya di masyarakat. Mereka ikut dalam proses perumusan kebijakan yang berarti kebijakan atas perempuan difabel netra di ranah negara akan sangat berpengaruh dari setting sosio kultural masyarakat. Di ranah negara, minoritisasi tergambar melalui marginalisasi yang terlihat pada perjalanan kebijakan full rejection, segregation, dan differentiation; stereotype yang tercermin pada pelabelan PMKS pada difabel; kekerasan (psikis dan seksual); hingga eksploitasi melalui pemaksaan difabel mengikuti tata cara kehidupan normal. Minoritisasi ini memunculkan ekslusifitas kelompok akibat insecurity politik, ekonomi dan sosial, yang direspon berbeda oleh perempuan difabel netra berpendidikan dan tidak berpendidikan. Insecurity di ranah negara di respon oleh perempuan difabel netra berpendidikan dengan berjejaring sebagai upaya perlawanan. Sedangkan pada perempuan difabel netra tidak berpendidikan, responnya cenderung tidak ada. Di ranah masyarakat, mereka menarik diri akibat konsep diri negatif. Hal sebaliknya ditunjukkan oleh kelompok perempuan difabel netra dengan pendidikan yang baik, bahwa mereka menunjukkan konsep diri positif. Tidak hanya berhenti di situ, mereka juga memimpikan tatanan masyarakat inklusif dimana perempuan difabel netra mampu diterima keberbedaannya dengan tangan terbuka dan hidup melebur dengan masyarakat.

This study aims to look at the process of minoritization on a visually diffable women group in their position as minority within minority groups. Their existence as minorities are particularly vulnerable to the discrimination action. This vulnerability will increase if the women identity coupled with diffable identity. This is called intersection between women identity and diffable identity. The intersection identity is more dangerous because it would create layering minoritization. In the study of political science, this study illustrates the power relations that are reflected in daily life, which is sometimes not realized by the diffable group. The study also revealed that the existence of everyday life politics is very important because it will be able to affect the dynamics of formal politics. The concept of disability and normality (Mansour Fakih), Feminism and patriarchal culture (Tong) and the concept of minorities and multiculturalism (Kymlicka) used by the author to peel this phenomenon. Research's result proves that minoritization on visually diffable woman present through a very simple thing and through of daily language that mention diffable as tuna, disabled, handicapped or persons with disabilities. Here a tug of war between the society and the state about who has power to entitled diffable group, actually they ignore the existence of the disabled there. In fact, diffable themself are worthy to entitled themself. Then, minoritization done by the society based on the existing socio-cultural setting, such as marginalization in terms of the closure of information and knowledge access; negative labeling that led to the subordination; violence (physical, psychological, economic, social and sexual); and also exploitation that resulted in a double burden. Minoritization continued by state. State is not a free space, which means there is contestation between actors. Actors from the society, as well as bringing their own interest and character. They participate in the most meaningful process policy making is policy formulation, that means policy is designed to visually diffable women will greatly affect by socio-cultural setting. Minoritization reflected through marginalization such as full rejection, segregation, and differentiation; stereotypes are reflected in the labeling PMKS on diffable; violence (psychological and sexual); and exploitation through coercion to diffable people have to follow the way of normal life. Minoritization will cause exclusivity group due to political, economic and social insecurity, which is responded differently by visually diffable women that educated and uneducated. In state, insecurity is responded by networking as resistance efforts. While the visually diffable women are not educated, the response tends to none. In society, they withdrew due to a negative self concept. The opposite is demonstrated by a group of visually diffable women with a good education, that they show a positive self-concept. They also have dream of an inclusive society where visually diffable women able to be accepted with open arms about their different needs and life fused with the society.

Kata Kunci : minoritisasi, ekslusi, inklusi, insecurity, ekslusivitas, minority within minority, perempuan difabel netra

  1. S2-2015-355265-abstract.pdf  
  2. S2-2015-355265-bibliography.pdf  
  3. S2-2015-355265-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2015-355265-title.pdf