Laporkan Masalah

Aboge dalam Arena Budaya, Spritualitas, dan Politik (Relasi antara Komunitas Aboge dengan Nahdlatul Ulama di Desa Cikakak Kecamatan Wangon Banyumas)

SASIANA GILAR APRIANTIKA, Dr. M. Supraja

2015 | Tesis | S2 Sosiologi

Komunitas Aboge (Alip Rebo Wage) di Cikakak menjadi salah satu komunitas adat yang masih bertahan hingga saat ini. Kelompok masyarakat Aboge ini memiliki dua identitas kuat berupa identitas adat (Jawa Kuno) dan identitas agama (Islam). Kedua identitas yang terkesan bertentangantersebut ternyata mampu diakomodasi oleh komunitas Aboge tanpa ada reduksi makna ajaran salah satunya. Perjuangan untuk mempertahankan keberadaan komunitas Aboge dilakukan dalam wilayah perjuangan berupa arena budaya, spiritual, dan politik. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara akademis maupun praktis. Secara akademis bahwa dalam praktiknya penafsiran suatu agama tidak pernah berwajah tunggal, namun sesuai dengan lokus berkembangnya agama tersebut. Penelitian ini juga membawa manfaat praktis pembelajaran bagi masyarakat tentang toleransi akan perbedaan berbagai aliran agama yang ada, dan dapat menerima sebagai suatu perbedaan yang perlu dihormati. Kepemilikan adat yang kuat dalam komunitas Aboge berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam menjalankan adat tersebut, hingga kebiasaan tersebut menjadi kepercayaan yang diamini bersama guna mencapai hidup yang tentram dan damai. Dari alasan tersebut maka teori pembentukan habitus oleh Pierre Bourdieu sebagai jembatan antara struktur objektif (adat) dan struktur subjektif (kesadaran individu) dirasa tepat untuk menjadi pisau analisis dalam penelitian ini. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi khususnya fenomenologi agama yang menekankan bahwa kesadaran dan interaksi bersifat saling membentuk. Teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi, dan studi pustaka. Hasil penelitian yang pertama adalah terbentuknya sinkretisme (persinggungan) yang antara ajaran Islam dengan tradisi (adat) Aboge yang tercermin dalam relasi-relasi baik dalam tataran kognitif maupun praktis. Bentuk relasi tersebut antara lain relasi genealogis, relasi logis, relasi historis, relasi profetis, dan relasi kooperaif. Kedua, perjuangan komunitas Aboge guna mempertahankan esksitensinya dalam 3 wilayah perjuangan yaitu arena budaya, politik, dan spiritual. Arena budaya berkaitan dengan perjuangan untuk mempertahankan keberadaan adat dan tradisi Aboge dengan bantuan agen sentral yaitu Juru Kunci. Modal yang paling berpengaruh adalah modal kultural berupa pengetahuan masyarakat tentang ajaran dan bentuk tradisi yang mereka yakini selama ini. Arena spiritual berkaitan dengan perjuangan komunitas Aboge dalam kehidupan transenden yang diperoleh dari keyakinan terhadap ajaran Islam dan kepercayaan terhadap tradisi Aboge guna mendapatkan kehidupan yang "adem" . Arena spiritual memiliki agen sentral berupa Mbah Tolih yang dianggap sebagai waliullah (hamba yang dekat dengan Allah). Modal yang paling berpengaruh dalam arena ini adalah modal simbolik berupa Masjid Saka Tunggal (1522) sebagai salah satu masjid tertua di Indonesia. Selanjutnya arena politik berkaitan dengan afiliasi komunitas Aboge dengan organisasi NU (Nahdlatul Ulama) Dimana NU menjadi organisasi keagamaan yang mau menerima masyarakat muslim yang masih percayaan terhadap adat dan tidak mengharuskan adanya purifikasi nilai-nilai Islam. Modal yang paling berperan dalam arena ini adalah modal sosial berupa relasi yang terjalin kuat antara komunitas Aboge dengan NU dan afirmasi mereka sebagai bagian dari NU.

Aboge community (Alip ReboWage) in Cikakak become one of the indigenous communities that still survive today. Aboge community group has two powerful identity in the form of indigenous identity (Javanese) and religion (Islam) identity. The second identity that impressed "contradictory" that was able to be accommodated by the Aboge community without any reduction in the meaning of teachings one of them. The struggle for existence Aboge communities operated in the arena of cultural, spiritual, and political. This research is expected to be beneficial academically and practically. Academically that in practice the interpretation of a religion never has single faced, but according to the locus of the development of the religion. The study also brings practical benefits for the community learning about tolerance differences of various religious sects that exist, and can receive as a distinction needs to be respected. Strong customary ownership in Aboge community relating to habits that exist in the customs running, then habit into the together belief in order to achieve peace and a peaceful life. From these reasons, the theory of habitus by Pierre Bourdieu as a bridge between the objective structures (custom) and subjective structure (individual consciousness) deemed appropriate to be a tools of analysis in this study. The research method uses qualitative method with phenomenological approach, especially phenomenology of religion which emphasizes that awareness and interaction with each other is formed.Techniques of data collection using interviews, observation, and literature study. The first result in this research is the formation of syncretism (intersection) that the teachings of Islam with Aboge tradition (custom) which is reflected in the good relations at the level of cognitive and practical. The relationship between other forms of genealogical relations, logical relations, historical relations, prophetic relations, and cooperative relations. Secondly, Aboge community struggles to maintain their existance in three arena, cultural arena, political, and spiritual. Cultural arena associated with the struggle for existence Aboge customs and traditions with the assistance of central agencies, namely Juru Kunci. The most influential capital is cultural capital in the form of public knowledge about the doctrines and traditions that they believe forms over the years. Spiritual arena related to struggles of Aboge community in the transcendent life derived from faith in Islamic teachings and beliefs of the Aboge traditions to obtain life "adem". Spiritual arena has a central agency such as Mbah Tolih regarded as waliullah (servant closer to Allah). The most influential capital in this arena is the symbolic capital in the form of Saka Tunggal mosque (1522) as one of the oldest mosques in Indonesia. Furthermore, the political arena with regard to affiliation Aboge community with NU (Nahdlatul Ulama). NU become a religious organization that is willing to accept the Muslim community who still trust the customs and do not require purification of Islamic values. The most influential capital in this arena is the social capital that exists in the form of a strong relationship between Aboge community with NU and their affirmation as part of NU.

Kata Kunci : Komunitas Aboge, Habitus, dan Sinkretisme.

  1. S2-2015-356749-bibliography.pdf