DINAMIKA PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BALI PENGIDAP LUPUS
MEILISA SILVIANA P, Dr.Ira Paramastri M.Si
2015 | Tesis | S2 PsikologiSistemik lupus eritematosus atau yang dikenal dengan lupus merupakan penyakit yang menyerang hampir 90% wanita. Di Indonesia sendiri jumlah penderita SLE secara tepat belum diketahui tetapi diperkirakan sama dengan jumlah penderita SLE di Amerika yaitu 1.500.000 orang (Yayasan Lupus Indonesia, 2011). Prevalensi penyakit iflamasi sistemik berdasar diagnosis naskes di Indonesia adalah 11,9%. Prevalensi tertinggi di Bali 19,3%, Aceh 18,3%, Jawa Barat 17,5 dan Papua 15,4%. Lupus memberikan dampak perubahan secara fisik pada penderitanya. Perubahan fisik yang terjadi meliputi kerontokan yang permanen, malar berupa ruam merah dan penurunan berat badan drastis. Perubahan fisik memberikan pengaruh pada konsep diri dan penerimaan diri pasien lupus. Penerimaan diri merupakan proses yang dihadapi oleh setiap pasien lupus untuk bertahan dengan segala perubahan yang terjadi sebagai efek dari lupus yang dialami dan mengatasi hambatan yang muncul karena sakit tersebut. Subjek penelitian adalah wanita Bali penderita lupus selama > 1 tahun dan hidup besar di lingkungan masyarakat Bali sehingga terjadi sosialisasi dan internalisasi budaya Bali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Peneliti menggunakan metode wawancara mendalam serta observasi dalam tahap pengambilan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor individu, sosial, dan religi berpengaruh pada penerimaan diri pada wanita Bali pengidap lupus. Selain itu juga, ditemukan bahwa faktor pengetahuan terhadap sakit juga berpengaruh pada proses penerimaan diri yang dilalui pasien lupus. Faktor individu merupakan salah satu faktor yang ikut berpengaruh terhadap konsep diri dan cara pandang pasien lupus terhadap sakit yang dialami, konsep diri yang positif dan keterbukaan terhadap sakit yang dialami membantu subjek untuk mampu bertahan dengan kondisi sakitnya. Peran sosial serta dukungan sosial yang positif membuat subjek merasa nyaman dan diterima dengan kekurangan yang dimiliki. Dukungan sosial membuat individu dengan sakit lupus memiliki semangat untuk hidup dan berkarya. Subjek mampu bangkit dari keterpurukan dan merasa diterima oleh lingkungannya. Faktor yang ketiga dan berperan besar dalam proses penerimaan diri adalah faktor religi. Keyakinan kepada Tuhan membantu subjek menumbuhkan rasa optimis. Kebersyukuran dan keikhlasan membantu subjek menerima segala keterbatasan yang dimiliki dengan berkeyakinan bahwa kehendak Tuhan adalah jalan terbaik sehingga tidak ada alasan untuk kecewa dan terpuruk.
Systemic lupus erythematosus (SLE), also known as lupus, is a disease that affects nearly 90% of women. In Indonesia, the number of SLE patients is unknown, but it is estimated to equal the number of patients with SLE in the United States which was 1.500.000 people (Yayasan Lupus Indonesia, 2011). The prevalence of the systemic inflamation diseases based on the health worker diagnosis in Indonesia was 11,9%. The highest prevalence was 19,3% in Bali, 18,3% in Aceh, 17,5% in West Java and 15,4% in Papua. Lupus gives physical impacts on patients. The physical changes include permanent hair loss, red rash and drastic weight loss. Physical changes give effect to the self-concept and self-acceptance of lupus patients. Self-acceptance is a process that is faced by every lupus patient to survive with all the changes that occur as the effects of lupus and to overcome the obstacles that arise due to its pain. Subjects were Balinese women with lupus for more than one year and raised in the Bali communities resulting in socialization and internalization of Balinese culture. Method used in this research was qualitative method with phenomenological approach. Researchers used in-depth interviews and observations in the data collection process. Results showed that individual, social and religious factors influenced self-acceptance in Balinese women with lupus. In addition, it was found that knowledge of the illness factors influenced the process of self-acceptance of lupus patients. Individual factor was one of factors that affected the self-concept and perspective of lupus patients towards pain, a positive self-concept and openness to pain experienced by helping the subject to be able to survive with the pain condition. The social role and positive social support made subjects feel comfortable and accepted with their disadvantages. Social support made individuals with lupus pain had a passion for life and work. Subjects were able to rise from adversity and feel accepted by their environment. The third factor and plays a major role in the process of self-acceptance was the religious factor. Belief in God helped subjects develop a sense of optimism. Thankfulness and sincerity helped subjects receive all limitations with the belief that God's will is the best way so there is no reason to be disappointed and down.
Kata Kunci : self-acceptance, lupus, Balinese women, Balinese culture