Laporkan Masalah

RELEVANSI DEKONSENTRASI DI ERA DESENTRALISASI: STUDI EFEKTIVITAS PENGELOLAAN DEKONSENTRASI BIDANG SOSIAL

TRI WIDODO WAHYU UTOMO, Prof. Dr. Agus Dwiyanto, MPA

2015 | Disertasi | S3 Ilmu Administrasi Publik

Disertasi ini menganalisis relevansi dekonsentrasi dalam mendukung kepentingan pusat di daerah, ditelaah dari aspek efektivitas pengelolaan dekonsentrasi dalam dimensi program/kegiatan, penganggaran, mekanisme, kelembagaan, dan regulasi dekonsentrasi. Argumen pokok dari disertasi ini adalah bahwa efektivitas pengelolaan dekonsentrasi akan menentukan relevansi dekonsentrasi dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan yang terdesentralisasi. Studi ini penting secara teoretik maupun empirik. Secara teoretik, berbagai referensi menyatakan tentang kemanfaatan dekonsentrasi di negara kesatuan yang terdesentralisasi. Namun dalam praktek penyelenggaraan dekonsentrasi di Indonesia banyak tuntutan untuk mengalihkan program dan anggaran dekonsentrasi kedalam skema desentralisasi, karena dekonsentrasi dipandang tidak banyak membawa manfaat baik bagi pemerintah pusat maupun daerah. Disertasi ini menegaskan thesis sebelumnya tentang kemanfaatan dekonsentrasi dengan syarat dapat dikelola dengan efektif. Adapun secara empirik, disertasi ini berkontribusi untuk membuktikan dimensi-dimensi pengelolaan dekonsentrasi yang kurang efektif, sehingga dapat diusulkan rekomendasi pembenahannya. Hasil penelitian menunjukkan masih adanya tumpang tindih program/kegiatan dekonsentrasi dengan program/kegiatan kementerian maupun program/kegiatan provinsi. Pemerintah gagal melakukan pembedaan antara program dekonsentrasi dengan program desentralisasi. Kesamaan program/kegiatan tadi menjadikan daerah menggantungkan pada kucuran dana dekonsentrasi untuk membiayai urusan-urusan yang ii sebenarnya sudah didesentralisasikan. Sementara itu, aspek mekanisme pengelolaan dekonsentrasi juga kurang efektif karena menjadi program rutin yang tidak memiliki kebaruan, kurang berbasis pada analisis kebutuhan, dan tidak didukung dengan instrumen monev yang matang. Demikian pula aspek perangkat kelembagaan mengalami kerancuan dengan banyaknya unit pusat di daerah. Keberadaan perangkat daerah yang menjalankan tugas dekonsentrasi semakin memperumit sistem kelembagaan dekonsentrasi. Adapun dari sisi regulasi, meskipun fungsi pemerintah pusat dalam menyediakan seperangkat norma, standar, prosedur dan kebijakan (NSPK) sudah baik, namun masih ada kecederungan pusat ingin melakukan sendiri fungsi-fungsi yang sudah dilimpahkan dengan alasan daerah belum cukup mampu untuk melaksanakan seluruh urusan dekonsentrasi. Temuan utama dari penelitian ini adalah bahwa relevansi dekonsentrasi melemah akibat tidak efektifnya pengelolaan asas dekonsentrasi dalam penyelenggaran pemerintahan. Oleh karena itu, dalam rangka memperkuat relevansi dekonsentrasi, disertasi ini merekomendasikan untuk dilakukan redefinisi terhadap konsep dekonsentrasi, dengan mengembalikan kepada standar internasional namun disesuaikan dengan konteks Indonesia, dimana dekonsentrasi hanya berlaku untuk urusan absolut pusat. Pada saat yang sama, diperlukan juga penegasan kembali tentang apa yang dimaksud dengan kepentingan pusat di daerah. Disertasi ini juga merekomendasikan pembagian area yang lebih jelas antara urusan desentralisasi, dekonsentrasi, tugas pembantuan, serta urusan pemerintahan umum. Akhirnya, disertasi ini mengajukan rekomendasi bahwa sesuai karakteristik dasar negara kesatuan, maka kebijakan desentralisasi maupun dekonsentrasi harus bersifat integralistik. Artinya, keberhasilan kedua asas pemerintahan tersebut menjadi tanggungjawab bersama seluruh tingkatan pemerintahan dari yang tertinggi hingga yang terendah.

This dissertation analyses the relevance of deconcentration based on the effectiveness of deconcentration management in terms of its programs/activities, budgeting, mechanism, institutional arrangement, and regulation. It argues that the effectiveness of deconcentration management will lead to the relevance of deconcentration in the framework of decentralized governance. Theoretically and empirically, this study is important. From theoretical perspective, many studies show that deconcentration provides benefits in the decentralized unitary state. In the Indonesian context, however, there is growing demand to integrate deconcentration program and budget into decentralization scheme due to disability of deconcentration in producing positive impacts to central and local government. This study support the previous thesis regarding the benefits of deconcentration, but only if it effectively managed. From empirical perspective, this study contributes to explain some dimensions of ineffective deconcentration management, and proposes some recommendation of improvement. The study shows that there is overlapping between deconcentration programs/activities and ministerial and provincial programs/ activities. The government has failed to differentiate between deconcentration and decentralization program. This situation, in turn, leads to the perplexity of budget alocation system. Meanwhile, the mechanism of deconcentration is also ineffective as it becomes a routine job with very limited novelty, lack of needs analysis, as well as poor of monitoring system. In the institutional aspect, some confusion have emerged since there are so many central government units in the local level. The local agencies that are managing deconcentration functions have complicated the situation. From the regulation perspective, the function of central institution in providing standard, norms, and procedures is relatively well managed. However, based on reason of local incapability, there is a tendency that central institution wants to conduct deconcentration programs by themself. The main finding of the research is that the relevance of deconcentration tends to weaken as a result of less-effectiveness of deconcentration management. Therefore, in order to strengthen the relevance of deconcentration, this dissertation proposes to redefine the concept of deconcentration. It should be compatible with international standard, but with local adjusment where deconcentration only fits with absolute functions of central government. Simultaneously, clarification on the scope of national interest in the local level is also needed. This dissertation also advocates to clarify the area of decentralization, deconcentration, medebewind / co-administration, and general affairs of government. Finally, this dissertation suggests that decentralization and deconcentration should be integratedly designed. It means that the success of the two priciples should be proportionally borne by different level of government.

Kata Kunci : Dekonsentrasi, Sosial, Kalimantan Tengah