Ontran-ontran Demokrasi: Kekerasan dengan Isu Dukun Santet di Banyuwangi 1998-1999
LATIF KUSAIRI, Dr. Sri Margana, M.Phil
2015 | Tesis | S2 Ilmu SejarahSerangkaian kekerasan mewarnai periode transisi demokrasi di Indonesia, Euphoria Reformasi telah menyebabkan disorder. Ditambah adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan sangat berpengaruh secara psikologis pada masyarakat dan memicu terjadinya kekerasan. Kekerasan dengan isu dukun santet di Banyuwangi muncul dari situasi seperti ini. Tesis ini membahas tentang kekerasan dengan isu dukun santet di Banyuwangi tahun 1998-1999, tak lama setelah keruntuhan rejim Orde Baru. Pertanyaan pokoknya adalah mengapa dan bagaimana kekerasan dengan isu dukun santet terjadi di Banyuwangi. Studi ini menggunakan metode sejarah dengan pendekatan yang bersifat ex-post factum, dimana sumber sejarah masih bisa digali dengan pendekatan wawancara dengan pelaku sejarah. Juga ditunjang dengan menggunakan sumber primer dan sekunder meliputi hasil penelitian terdahulu, arsip, bukti acara pengadilan, laporan tim pencari fakta, surat kabar, majalah, dokumen pribadi, dan buku-buku tentang kekerasan dukun santet yang terjadi di Banyuwangi. Temuan studi ini adalah bahwa isu santet merupakan alat yang sengaja digunakan untuk melakukan kekerasan dalam rangka merusak kestabilan rejim yang masih rapuh. Salah satunya adalah untuk memecah belah NU dan penggagalan Konggres PDI di Bali. Kasus santet ini pun kemudian digunakan untuk elit lokal Banyuwangi untuk menurunkan bupati yang dirasa gagal membuat tentram warganya. Dalam tafsir tulisan ini ada tiga hal penting yang menyebabkan terjadinya kekerasan di Banyuwangi. Pertama,faktor budaya yang melatarbelakangi terjadinya santet, kedua agama yang dijadikan isu untuk menganggulangi dukun santet yang dianggap bertentangan dengan nilai keagmaan, ketiga adanya politisasi isu dukun santet yang semakin memperluas kekerasan.
A series of violent incidents has tarnished Indonesia's democratic transition period. The euphoria of reformation had caused disorder. This was compounded by the prolonged economic crisis which had a psychological influence on people and triggering violence. Out of this situation came the issue of dukun santet (witchcraft) in Banyuwangi. This thesis examines the violence related to the issue of dukun santet in Banyuwangi in 1998-1999, shortly after the collapse of the new order regime. The principal questions are why and how these violences, occurred in Banyuwangi. This study uses the historical method with an ex-post factum approach, where historical sources can still be explored by deep interview with the historical actors. This is also supported by the use of primary and secondary sources including the results of previous research, archives, court evidence, a fact-finding team�s report, newspaper and magazine articles, personal documents and books about the violence related to dukun santet (witchcraft) related violence occurring in Banyuwangi. The findings of this study are that the issue of dukun santet is a tool which was deliberately used to commit violence in order to destabilize the fragile regime. One example was its use to dismantle the NU (Nahdatul Ulama) and to disrupt the PDI congress in Bali. The cases of dukun santet were then used by the local elite of Banyuwangi to de-throne the Regent of Banyuwangi by making him appear powerless to control his citizens. In this interpretation there were three important factors which led to the incidence of violence in Banyuwangi. First was the cultural actor behind the dukun santet, the second was that the use of religion to tackle the dukun santet was considered contrary to the values of religion and third was the politicization of dukun santet, which caused widespread growth of violence.
Kata Kunci : Kekerasan, Santet, Demokrasi, Banyuwangi