Laporkan Masalah

Peran Kiai Dukun Dalam Peta Politik Desa di Madura (Penambahan Peran Kiai ke Dukun Dalam Pemilihan Kepala Desa di Madura)

KHAIRUL UMAM, Dr. Pujo Semedi Hargo Yuwono, M.A.

2015 | Tesis | S2 ILMU ANTROPOLOGI

INTISARI Pada umumnya masyarakat Madura terkenal dengan ketaatannya dalam beragama yang mayoritas Islam. Ketaatan mereka teraplikasi dalam kehidupan sehari-harinya seperti menjalankan ibadah yang lima waktu, menutup aurat, menjaga hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim, menunaikan zakat, melaksanakan puasa dan cita-cita tertinggi orang Madura adalah naik haji ke Mekkah. Bahkan, mereka terkesan fanatik baik dalam menjalankan keagamaannya atau pun terhadap kiainya sebagai perantara agama. Sehingga, seorang kiai menempati posisi tertinggi di masyarakatnya. Semua dawuhnya diikuti bahkan dianggap hampir sama dengan firman Tuhan. Namun, di sisi lain masyarakat Madura masih berpegang teguh pada kepercayaan nenek moyangnya, seperti membakar kemenyan, kepercayaan kepada roh nenek moyang, percaya pada benda-benda keramat dan sakti, percaya pada hari-hari pasaran dan juga kepada dukun. Kepercayaan kepada dukun ini bisa dilihat pada fenomena pemilihan kepala desa di Madura. Pada saat itu dukun menempati posisi strategis yang secara tidak langsung mengontrol proses dari calon Kepala Desa. Fenomena yang menarik bahwa dukun mayoritas diperankan oleh seorang kiai baik yang mempunyai pondok atau tidak. Padahal, angggapan secara umum antara kiai dan dukun adalah dua posisi yang berseberangan. Di satu sisi kiai adalah pewarta agama dan di sisi lain dukun adalah perantara magis. Penelitian dilakukan di Gapura Tengah dan Gapura Timur, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur dalam dua tahap. Tahap pertama antara April-Mei 2013 di Gapura Timur dan tahap kedua antara November-Desember 2014 di Gapura Tengah. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah observasi partisipasi, wawancara, dan dokumentasi dengan tujuan mendapatkan data yang bersifat kualitatif. Dalam penulisan dilakukan kontekstualisasi secara historis dan kewilayahan untuk melihat perubahan yang terjadi. Selain itu agregasi juga dilakukan agar setiap unsur yang dibahas memiliki korelasi yang tepat.

ABSTRACT In general, Maduranese people are known by their obedient in having religion which is Islamic life in majority. Their obedient is applied in their daily life like doing the five worships, closing the aurat (part of body which may not be visible while performing a ritual), keep the relationship man and women which is not muhrim (degree of consanguinity between man and woman that renders marriage impossible but gives the right of association), giving zakat (tithe), fasting and the highest desire of Maduranese people is going to Mecca to doing the obligatory ritual. Moreover, they are looked fanatically in applying their religion activity or to their prince as agent of religion. Until, a prince has the highest position in society environment. All of the prince’s statements are followed, till hardly is admitted same with the Allah’s saying. But, besides that Maduranese people still hold strongly to the belief of their founding fathers like burning the incense, belief to the soul of the founding fathers, belief to the holy and supernatural things, belief to the days of five-day week and shaman too. The belief of shaman can be looked at head village selection phenomenon in Madura. In this case, the shaman has strategic position indirectly controls the candidate of head village. The interesting phenomenon is that the shaman in majority is became an actor by a prince, he is a prince who has pesantren (school of Koranic Studies for children and young people, most of whom are boarders) or no. but, the general perception between the prince and the shaman are the two paradoxical positions. The prince is agent of religion and the shaman is agent of magic (mystic). This research is done in area of Gapura Tengah (Middle Gapura) and Gapura Timur (East Gapura), sub-district of Gapura, district of Sumenep, East Java in two sessions. The first session is done on month April till Mei 2013 in area Gapura Timur, and the second session is done on month of November till December 2014 in Gapura Tengah. The method is used in collecting data is participatory observation, interview, and study documentation by destination to get the qualitative data. In writing, this research is done by contextualization of historical and regional to look at the dynamic is being happened. Besides that, in this research aggression is also done in order that every elements is discussed has the appropriate correlation.

Kata Kunci : Kiai Dukun, Politik Desa, Transformasi (Prince-Shaman, Village Politics, Tranformation)

  1. S2-2015-353119-abstract.pdf  
  2. S2-2015-353119-bibliography.pdf