Laporkan Masalah

KOMPARASI RUANG KEGIATAN PROSTITUSI DI PERKOTAAN YOGYAKARTA (STUDI KASUS : PASAR KEMBANG, BONG SUWUNG, DAN SEKITAR KAWASAN TERMINAL GIWANGAN)

GEA PUSPITA HAPSARI, Deva Fosterharoldas, S.T., M.Sc

2015 | Skripsi | S1 PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Prostitusi merupakan suatu fenomena dan permasalahan perkotaan yang dapat tumbuh dan berkembang di ruang kota. Telah diketahui bahwa keberadaan praktik prostitusi di Kota Yogyakarta ada sejak zaman dahulu dan berkaitan dengan pembangunan simpulsimpul transportasi perkotaan. Pasar Kembang, Bong Suwung, dan kawasan prostitusi di sekitar Terminal Giwangan merupakan tiga kawasan prostitusi yang menempati ruang kota dan berkaitan dengan beberapa simpul transportasi tersebut. Hingga saat ini, prostitusi masih ditoleransi keberadaannya oleh masyarakat maupun pemerintah setempat dengan tetap memantau dan mengendalikannya. Belum ada cara yang tepat untuk menangani fenomena sosial ini. Oleh sebab itu, penggusuran bukan merupakan suatu cara yang tepat untuk menghilangkannya karena dapat berdampak pada penyebaran ruang prostitusi di kawasan sekitarnya. Sesuatu yang dapat dilakukan untuk menangani permasalahan kota tersebut adalah memahami strategi meruang yang dilakukan oleh para pelaku prostitusi tersebut. Strategi penggunaan ruang oleh pelaku prostitusi merupakan suatu konsep spasial prostitusi yang dapat dijadikan dasar dalam menata ruang untuk mengurangi kemungkinan munculnya ruang kegiatan prostitusi di Perkotaan Yogyakarta. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan induktif kualitatif. Unit analisisnya terkait dengan tiga unsur yang berkaitan dengan prostitusi, yaitu space, activity, dan man (klien, perantara, pekerja seks). Ketiga unsur tersebut saling berkaitan, di mana pelaku prostitusi melakukan aktivitas transaksinya di suatu ruang tertentu. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dan informasi adalah melalui wawancara mendalam (indepth interview) dan observasi lapangan. Penelitian ini menemukan bahwa konsep spasial prostitusi di Perkotaan Yogyakarta tidak terbatas penggunaan ruangnya. Ada berbagai macam strategi penggunaan ruang yang dilakukan oleh para pelaku prostitusi tersebut, yaitu strategi penggunaan ruang berdasarkan fungsi ruang yang terdiri dari strategi penggunaan ruang permanen, semi permanen, dan fleksibel. Lalu, strategi terselubung di balik bisnis atau usaha masyarakat, konsentrasi terpaku pada ruang yang sama, lokasinya tersembunyi, berada di pusat kegiatan penduduk, serta substitusi penggunaan ruang antara pelaku prostitusi. Berbagai strategi meruang oleh pelaku prostitusi tersebut mengindikasikan bahwa adanya hubungan antara kualitas spasial dengan strategi penggunaan ruangnya. Temuan lain dari penelitian ini adalah adanya jaringan spasial dan kegiatan prostitusi makro yang menghubungkan ketiga kawasan prostitusi di Perkotaan Yogyakarta. Jaringan prostitusi ini mengindikasikan adanya jaringan manajemen, SDM, dan teknologi di dalamnya. Dengan demikian, perlu dilakukan intervensi jangka pendek oleh stakeholder terkait dengan cara mengontrol teritorial ruang prostitusi untuk mengurangi peluang muncul dan menyebarnya prostitusi di dalam ruang kota. Sedangkan intervensi jangka panjang berfungsi untuk menghilangkan praktik prostitusi yang perlu dilakukan kerja sama oleh berbagai sektor karena prostitusi merupakan permasalahan kota yang sangat kompleks dan tidak dapat diselesaikan hanya dengan mengatasi spasialnya.

Prostitution is an urban areas phenomenon and problem that can grow and develop in a city. It has already been known that the existence of the prostitution practice in the city of Yogyakarta has existed since ancient time and it is related to development of many lanes of urban transportation. Pasar Kembang , Bong Suwung, and prostitution area around the Giwangan bus station are three prostitution areas which occupy some spaces in the city and they are related with some lanes of the transportation .Until now , society and government still tolerate a prostitution but they still monitor and control it.There has not been an appropriate way to deal with this such social phenomenon. Because of that , an eviction is not an appropriate way to fix this problem since it can affect the spread of the prostitution in surroundings. One thing that can be done to fix this such city problem is to understand the placing strategy which is done by the doer of prostitution. A place usage strategy used by the doer is prostitution spatial concept which can be used to organize the space to reduce the possibility of the energence of space for activities of prostitution in the city of Yogyakarta. The approach used for this study was qualitative inductive. The analysis unit was related to three elements of prostitution, they are space, activity, and man (client, agent, and sex worker). These three elements related each other, where the sex worker and client did the transaction in some places. The methods used in the data and information gathering were in-depth interview and field observation. This study found that spatial concept of prostitution in the city of Yogyakarta is not limited on the space usage. There were some space usage of strategies which were done by the sex worker and client, they are permanent, semi permanent, and flexible usage. And then, besides the business of prostitution, the concentration focuses on the same thing, it is located in the centre of society�s activities and the substitution of space usage between the sex worker. Many strategies of spaces done by the sex worker indicate that there is a relation between spatial quality and the strategy of space usage. Another finding of this study is that there is a spatial network and activity of macro prostitution which connects three locations of prostitution in the city of Yogyakarta. This network indicates the existence of management network, human resources and the technology. Thus, it is needed a short-term intervention by controlling the prostitution space territorial to reduce the opportunity of the emergence and development of prostitution in the city. While long-term intervention has function of cutting of the prostitution activity which needs coordination with many sectors because prostitution is a complex city problem and it cannot be fixed only by fixing the spatial one.

Kata Kunci : Komparasi, Konsep Spasial Prostitusi, Perkotaan Yogyakarta/ Comparison, Spatial Concept of Prostitution, Yogyakarta Urban Area

  1. S1-2015-319129-abstract.pdf  
  2. S1-2015-319129-bibliography.pdf  
  3. S1-2015-319129-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2015-319129-title.pdf