Pelapisan Ruang Berbasis Spiritual dan Kesejarahan Komunitas di Kawasan Pecinan Semarang
JAMILLA KAUTSARY, ST.,MT., Prof.Ir.Achmad Djunaedi,MUP.,Ph.D.
2015 | Disertasi | S3 ILMU ARSITEKTURKawasan Pecinan Semarang dibentuk oleh Belanda tahun 1741, dengan memindahkan pemukim Tionghoa dari Simongan ke Semarang. Keteguhan masyarakat etnis Tionghoa dalam menjalankan pilar-pilar budaya mereka, membuat kawasan ini memiliki karakter yang unik. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan konsep dan teori ruang lokal di Pecinan dengan menggunakan pendekatan fenomenologi, dengan teknis analisis deskriptif empiris. Objek penelitian masyarakat Tionghoa yang lahir dan tinggal di kawasan Pecinan. Beberapa predikat ruang yang ditemukan dari serangkaian kategorisasi informasi dan pengamatan terhadap unit-unit informasi adalah ruang penghidupan, perlindungan, berbagi, jut bio, hoki, laku bakti, satya, teladan, ekspresi dan ruang bersyukur. Predikat ruang ini merupakan gambaran makna ruang di Pecinan. Hasil akhir dari penalaran dan penafsiran predikat/tema empiris ruang tersebut adalah konsep ruang kebertahanan, ruang persaudaraan (kebersamaan dan keselarasan), ruang penghormatan, serta ruang keseimbangan/harmoni. Keempat konsep ruang di atas, masing masing mengandung esensi karakter pelapisan ruang. Pelapisan ruang ini sangat dipengaruhi oleh latar spiritual dan kesejaranan komunitas. Latar spiritual terlihat dari alasan dan cara masyarakat membangun konsep pelapisan ruang. Pengaruh kesejarahan terlihat dari alasan penciptaan ruang kebertahanan (sebagai bagaian proses adaptasi). Dari serangkaian dialog teori, dapat dilihat bahwa teori pelapisan ruang berbasis spiritual dan kesejarahan komunitas di Pecinan Semarang telah memberikan warna baru terhadap teori lokal ruang dan spiritualitas serta teori seting berupa perbedaan zona kegiatan akibat perbedaan sejarah dan latar spriritual. Teori lokal ini juga memperkaya teori Mythical Space dan Place (Tuan, YF, 2008), terkait dengan adanya pelapisan ruang/ hirarki dalam ruang-ruang ideal lingkungan permukiman Tionghoa yang didesain secara kosmologi (Rapoport, 1984).
China-town (Pecinan) in Semarang is a unique area which was built by Chinese immigrants in the nineteenth century (or eighteenth century?). Its uniqueness came from the historical fact that it was spontaneously built according to the values, customs, and traditions brought by the immigrants from their origins. This dissertation aims to reveal concepts and local theories of space which served as the background upon which the builders had performed their endeavours, and to discover whether those concepts and theories remains to be observed today. This study uses phenomenology as its primary approach. The resulting series of abstractions show that there exist several layers of space based on the spirituality and historicity of the local Chinese community. Four types of spatial layers are revealed, i.e. spatial layer for survival, spatial layer for brotherhood, spatial layer for respectfulness, and spatial layer for harmony. On the bases of theoretical dialogue with other local theories on space and spirituality, the researcher found that there are certain similarities and differences with local theories underlying the establishment of Kampong Luar Batang anda Kampung Ampel. The similarity is associated with the vertical dimension of religious space which can be seen to define a hierarchy of superiority, The differences in the setting of spatial organization come from the different religious beliefs of the communities: Kampong Luar Batang and Kampung Ampel communities are Muslims, while Chinatown community belief in Tri Dharma (Confucious) religion. The theory of layered space discovered in Chinatown Semarang also contributes to the variety of theories of spatial organization, mythical/spiritual space and ethnic Chinese traditional settlements.
Kata Kunci : Layered Space, Spiritual, Historical and China Chinatown Semarang