IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU-XI/2013 TERHADAP UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI DALAM HUKUM ACARA PIDANA TERKAIT ASAS LITIS FINIRI OPORTET
ARIFANNY FAIZAL, Muhammad Fatahillah Akbar, S.H., LL.M
2015 | Skripsi | S1 ILMU HUKUMTerpidana atau ahli warisnya dapat melakukan suatu upaya dengan mengajukan permintaan peninjauan kembali atas putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Menurut Pasal 268 ayat (3) KUHAP permintaan peninjauan kembali tersebut dibatasi hanya dapat diajukan satu kali. Pada tahun 2014, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan pengujian Pasal 268 ayat (3) KUHAP dengan nomor register 34/PUU-XI/2013. Setelah itu Pasal 268 ayat (3) KUHAP dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum tetap sehingga kini peninjauan kembali dapat dilakukan lebih dari satu kali. Putusan MK mendapat dukungan karena dinilai akan lebih menjamin keadilan bagi terpidana, namun putusan tersebut juga mendapat kritik karena dikhawatirkan akan membuat perkara berlarut-larut sehingga melanggar asas litis finiri oportet. Dalam hal ini, Mahkamah Agung (MA) justru mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang isinya bertentangan dengan MK. MA mengeluarkan SEMA Nomor 7 Tahun 2014 yang justru menegaskan kembali permohonan peninjauan kembali tetap hanya bisa diajukan sebanyak satu kali.
The convicted person or the heir can make an effort to request judicial review of a court decision that has already binding and has permanent legal force. According to Article 268 paragraph (3) of the Criminal Procedure Code judicial review is limited demand and may be filed only once. In 2014, the Constitutional Court granted a judicial review of Article 268 paragraph (3) Criminal Procedure Code with the registration number 34/PUU-XI/2013. After that, Article 268 paragraph (3) Criminal Procedure Code declared unenforceable anyway so now judicial review can be filed more than once. Constitutional Court's decision got a lot of support because it would be assessed to ensure justice for the convicted person, but the decision also drew criticism because it was feared would make the case drag on so long that can against the principle of litis finiri oportet. In this case, the Supreme Court issued Circular Supreme Court (SEMA) whose content is contrary to the Constitutional Court. Supreme Court issued SEMA No. 7/2014 which it reaffirmed the request for judicial review remained only be filed once.
Kata Kunci : peninjauan kembali, upaya hukum, upaya hukum luar biasa