Tanggapan Pemerintah Jepang Atas Kasus "Juugun Ianfu" di Indonesia, Studi Kasus 1992-2014
NINDHA ADITYA PUTRI, Sri Pangastoeti, S.S., M.Hum
2015 | Skripsi | S1 SASTRA JEPANGJuugun Ianfu merupakan sebutan bagi perempuan yang dipaksa untuk menjadi pemenuh kebutuhan seksual tentara Jepang selama masa perang dunia II. Juugun ianfu direkrut secara paksa dari daerah-daerah jajahan Jepang seperti Korea, Cina, Filipina, Taiwan, dan Indonesia. Penggunaan juugun ianfu di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tahun 1945. Keberadaan juugun ianfu Indonesia tersebar di seluruh pelosok Indonesia, seperti Jawa Barat, Kalimantan Timur, Pulau Buru, dan lain-lain. Perempuan yang direkrut untuk menjadi juugun ianfu berkisar pada usia 11-20 tahun. Setelah masa perang dan penjajahan Jepang usai, kasus juugun ianfu belum terkuak karena tidak ada saksi maupun mantan juugun ianfu yang berani mengungkapkannya. Hingga akhirnya pada tahun 1992, keberadaan juugun ianfu di Indonesia mulai terungkap saat seorang wartawan surat kabar harian Suara Merdeka mendapatkan informasi mengenai keberadaan juugun ianfu Indonesia, kemudian ia menceritakan hal tersebut pada seorang teolog Jepang bernama Koichi Kimura yang kemudian melakukan penelitian tentang juugun ianfu Indonesia. Pada akhirnya ia berhasil mewawancarai seorang mantan juugun ianfu Indonesia yang bernama Tuminah. Banyak masyarakat Indonesia yang berpikir bahwa pemerintah Jepang tidak mau bertanggung jawab atas kasus juugun ianfu. Penelitian ini membahas tentang sejauh mana pemerintah Jepang menanggapi kasus juugun ianfu di Indonesia dengan mengaitkan data-data sejarah dari kedua belah pihak, yaitu pemerintah Indonesia dan Jepang. Penelitian ini memiliki batasan waktu tahun 1992-2014. Tahun 1992 dipilih karena pada tahun tersebutlah mulai terungkapnya penggunaan juugun ianfu selama masa perang, sehingga pada akhirnya menjadi dasar pergerakan-pergerakan para mantan juugun ianfu untuk menuntut pertanggungjawaban pemerintah Jepang. Sedangkan tahun 2014 menjadi batas penelitian karena pada tahun tersebut banyak diperoleh data-data terbaru terkait perkembangan kasus juugun ianfu. Untuk menganalisis permasalahan penelitian ini, digunakan Teori Pemerintahan C.F. Strong yang tercantum dalam buku Modern Political Constitutions. Kedua teori ini digunakan untuk mempertegas sifat-sifat pemerintahan yang dilakukan oleh kedua negara. Selain itu, digunakan pula Pendekatan Politik Seks Kuntowijoyo untuk memahami isi dari penelitian ini. Pendekatan ini diperoleh dari sebuah buku karya Kuntowijoyo berjudul Metodologi Sejarah. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode penelitian sejarah, dimana penelitian ini mengambil data primer yang berupa data-data laporan pemerintah dan data sekunder yang berupa buku, artikel, jurnal, dan majalah. Dari berbagai data-data yang berhasil diperoleh dan dianalisis, dapat diketahui bahwa pemerintah Jepang telah melakukan berbagai hal sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kasus juugun ianfu. Seperti melakukan permintaan maaf sebanyak empat kali dan pemberian dana bantuan untuk para mantan juugun ianfu melalui AWF (Asian Women Fund). Akan tetapi, tidak semua dari bentuk pertanggungjawaban tersebut yang dapat diterima dengan baik oleh para mantan juugun ianfu di Indonesia.
Juugun Ianfu is a call for a woman who was forced to fulfill Japanese soldiers sexual needs during the Second World War. Juugun Ianfus were recruited forcefully from the colonized areas such as Korea, China, Philippine, Taiwan and Indonesia. The use of Juugun ianfu in Indonesia was started in 1942 and ended in 1945. The existence of Indonesian juugun ianfus was spread almost in all regions in Indonesia like West Java, East Borneo, Buru Island, etc. The recruited women were about 11-20 years old. When the Second World War and the Japanese colonization were over , the case of Juugun Ianfu was never talked. No people talked or discussed about the case anymore even almost no people knew about it. But in 1992, a journalist of Suara Merdeka newspaper got information of Indonesian juugun ianfu and he told this information to Japanese Theologian, Koichi Kimura who then did a research about juugun ianfu in Indonesia. Finally, he could find and interview Tuminah one of the juugun ianfus who was still alive. Most people in Indonesia thought that the Japanese Government did not want to be responsible on the case. The research is discussing about how far the Japanese Government responded on the Juugun Ianfus case in Indonesia based on the historical data from the both side, Indonesian and Japanese Government. The research is limited from 1992 until 2014. The year of 1992 is chosen since it was the year in which the case was started to be discussed and finally it became the reasons for the Juugun Ianfu retirees demanding Japanese Governments responsibility. The year of 2014 is chosen because in that year a lot of new information about juugun ianfu was found. To analyze the case, C.F Strongs Government Theory from the Modern Political Constitutions books are used. Theories are used to confirm the government characters done by both side. Besides that, Kuntowijoyos Sex Politic Approach is also used to understand the research. This approach is taken from a book written by Kuntowijoyo entitled Metodologi Sejarah. And the used method is the method of history research in which the writer takes some primary data in the form of government reports and secondary data such as books, articles, journals, and magazines is also used to do the research. From the found and analyzed data, it can be known that actually Japanese Government has done many things as the realization of their responsibility on Juugun Ianfus case, as the example, Japanese government had asked for apologies four times and gave a lot fund as compensation through AWF (Asian Women Fund) to all of Indonesian juugun ianfus. However, not all of the responsibility can be distributed and accepted well by Juugun Ianfu retirees in Indonesia.
Kata Kunci : "Juugun ianfu", Pemerintah Jepang, Pemerintah Indonesia/"Juugun Ianfu", Japanese Government, Indonesian Government