Implementasi Maritime Boundary Delimitation Menurut United Nations Convention On The Law Of The Sea 1982 Dalam Sengketa Antara Costa Rica Vs. Nicaragua Di Caribbean Sea Dan Pacific Ocean Tahun 2014

ISHMATUL LU'LU, Heribertus Jaka Triyana, S.H., LL.M., M.A.

2015 | Skripsi | S1 ILMU HUKUM

Maritime boundary delimitation diartikan sebagai delimitasi batas maritim. Arsana dalam bukunya batas maritim antarnegara mengartikan istilah delimitasi adalah penentuan atau penetapan. Sedangkan delimitasi antarnegara diartikan sebagai penentuan batas wilayah atau kekuasaan antara satu negara dengan negara lain (tetangganya) di laut. Membahas mengenai delimitasi batas maritim antarnegara merupakan pembahasan mengenai persoalan yang cukup crucial, sebab hal ini merupakan persoalan kedaulatan maritim dan hak berdaulat suatu negara vis a vis dengan negara lain. Dalam menyelesaikan sengketa maritime boundary delimitation harus berlandaskan pada ketentuan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982, serta ketentuan teknis yang telah diatur secara lengkap. Penulisan Hukum ini membahas mengenai implementasi maritime boundary delimitation antara Costa Rica Vs. Nicaragua di Caribbean Sea dan Pacific Ocean tahun 2014. Setelah serangkaian negosiasi gagal dilaksanakan, pada tanggal 25 Februari 2014 Costa Rica mengajukan tuntutan atas Nicaragua kepada International Court of Justice (ICJ). Dalam aplikasinya Costa Rica memohon kepada ICJ agar ditetapkan single maritime boundary berdasarkan pada UNCLOS 1982. Dalam sengketa ini, garis pangkal yang relevan untuk diimplementasikan adalah garis pangkal normal berdasarkan Pasal 5 UNCLOS 1982. Penggunaan garis pangkal normal tersebut dikarenakan secara geografis kedua negara termasuk dalam kategori negara pantai yang normal (normal coastal state), yang tidak memiliki garis pantai benar-benar menikung dan memotong ke dalam atau bergerigi (deeply indented and cut into), atau jika terdapat pulau tepi (fringing island) disepanjang pantai yang tersebar tepat di sekitar (immediate vicinity) garis pantai. Berdasarkan UNCLOS 1982, single maritime boundary delimitation diatur dalam Pasal 15. 74 dan 83. Berdasarkan Pasal 15 delimitasi pada laut territorial harus sesuai dengan prinsip equidistant line. Sedangkan prinsip delimitasi pada zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen harus berlandaskan pada Pasal 74 dan 83. Akantetapi, dikarenakan Pasal 74 dan 83 tidak mengatur secara jelas maka penulis menggunakan prinsip two stage approach sebagai prinsip yang relevan untuk diimplementasikan dalam sengketa ini. Prinsip two stage approach yaitu menggunakan prinsip ekuidistan atau garis tengah murni (strict or robust equidistance or median line) sebagai posisi awal bagi negara yang bersengketa sebagai garis batas sementara. Tahap Selanjutnya adalah dilakukannya modifikasi terhadap prinsip ekuidistant tersebut. Modifikasi dipilih karena adanya unsur relevan seperti adanya pulau, rocks atau kondisi relevan lainnya. Tahap terakhir adalah dilakukannya negosiasi diantara negara yang bersengketa untuk menetapkan perlu tidaknya mengubah atau menggeser posisi garis ekuidistan tersebut berdasarkan pertimbangan relevan dan masuk akal yang dapat diterima semua pihak.

Maritime boundary delimitation is defined as delimitasi batas maritim. Arsana in his maritime boundary delimitation between countries interpret the term is the determination or determination. While the delimitation between countries defined as delimitation of powers between one region and country to another (neighbors) in the sea. Discuss the delimitation of maritime boundaries between countries is considerable discussion on the crucial issue, because this is a matter of maritime sovereignty and sovereign rights of a country vis-à-vis other countries. In resolving disputes and maritime boundary delimitation should be based on the provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea, 1982, as well as the technical conditions that have been set up in full. Legal writing is to discuss the implementation of the delimitation of maritime boundary between Costa Rica VS. Nicaragua in the Caribbean Sea and the Pacific Ocean in 2014. After a series of failed negotiations held, on February 25, 2014 Costa Rica filed on Nicaragua to the International Court of Justice (ICJ). In its application Costa Rica appealed to the ICJ in order to set the single maritime boundary based on UNCLOS 1982. In this dispute, the relevant baseline to be implemented is a normal baseline under Article 5 UNCLOS 1982. Using a normal baseline is because geographically the two countries are included in the category of normal coastal state (normal coastal state), which does not have a coastline’s right cornering and cut into or jagged (deeply indented and cut into), or if there is the island edge (fringing island) scattered along the coast right around (immediate vicinity) coastline. Under the UNCLOS 1982, the single maritime boundary delimitation set out in Article 15, 74 and 83. According to Article 15 of delimiting the territorial sea should be in accordance with the principle of equidistant line. While the principle of delimitation of the exclusive economic zone and the continental shelf should be based on Article 74 and 83. Meanwhile, because Article 74 and 83 do not set out clear, the authors use the principle of two stage approach as the relevant principles to be implemented in this dispute. The principle of two-stage approach, which uses the principle of equidistant one or midline pure (strict or robust equidistance or median line) as a starting position for the state in the dispute as a temporary boundary line. Next stage is to do modifications to the equidistant line principle. Modifications been selected for the relevant elements such as the islands, rocks or other relevant circumstances. The final stage is for negotiations between disputing states to establish whether or not to change or shift the position of the equidistant lines based on relevant and reasonable considerations that are acceptable to all parties.

Kata Kunci : maritime boundary delimitation, Prinsip two stage approach, UNCLOS 1982.