Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Provinsi Melalui Pemekaran Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
CIPTA INDRALESTARI R, Joko Setiono, S.H., M.H.
2015 | Tesis | S2 HukumPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami ruang lingkup prinsip partisipasi masyarakat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pada pengaturan proses pembentukan provinsi melalui pemekaran dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu, untuk menganalisis perbedaan persyaratan administratif dalam pembentukan provinsi dan pembentukan kabupaten/kota. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, maka sumber data sekunder atau sumber kepustakaan sebagai sumber yang utama dalam penelitian ini. Meskipun demikian, penelitian ini didukung dengan sumber data primer yaitu dengan melakukan wawancara kepada narasumber yang terkait. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif, bersifat deskriptif yakni dengan menyajikan data secara terperinci dan melakukan penafsiran-penafsiran untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Kesimpulan dari hasil penelitian adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memperjelas posisi masyarakat sebagai pendorong pembentukan daerah otonom baru, khususnya provinsi. Hal ini berdasarkan pada adanya pernyataan persetujuan dari perwakilan rakyat di daerah yang bersangkutan dan diikutsertakannya masyarakat untuk melakukan pengawasan dan partisipasi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah persiapan yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Keputusan musyawarah desa tidak diatur dalam persyaratan administratif pembentukan provinsi karena berdasarkan pembagian wilayah dan penyederhanaan persyaratan, namun bukan berarti dalam pembentukan provinsi tidak diperlukan adanya persetujuan dari lingkup masyarakat terkecil, seperti desa dan kelurahan.
This research aims to identify and to understand scope of public participation principle in the Act Number 23 of 2014 on Regional Government, particularly the disposition of province establishment process through the expantion compared with Act Number 22 of 1999 on Regional Government and Act Number 32 of 2004 on Regional Government. Furthermore, this research is made to analyze the distinction between administrative requirements in province and regency/city establishment. This is a normative law research, thus it uses secondary data or source of literature as a primary source in this research. Nevertheless, this research is supported by the primary data source is to conduct interviews from the informant. The used method in this research is qualitative analysis, which is descriptive with purpose to present circumstantial data and also effectuate interpretations to answer the problem formulation. The conclusion is that Act Number 23 of 2014 on Regional Government clarify the position of public as a spur to the establishment of new autonomous regions, especially in the province. It is based on the consent of the representatives of the people in concerned area and public inclusion to supervised and participated in the administration of the prepared regional government which are not regulated in Act Number 32 of 2004 on Regional Government. The village public meeting decision is not regulated in the administrative requirements for the province establishment because of the territorial distribution and simplified requirements, but that does not mean the province establishment does not requiring approval from the smallest communities scope, such as rural and urban.
Kata Kunci : Partisipasi Masyarakat, Pemekaran Daerah, Pembentukan Provinsi