FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PUTUS BEROBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS (TB) DI KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH

ARIF YONI SETIAWAN, Prof. dr. Hari Kusnanto, DrPH;Dr. drg. Dibyo Pramono, SU, MDSc

2015 | Tesis | S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Latar Belakang : Penyakit TB merupakan salah satu penyakit infeksi menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah di Indonesia bahkan dunia. Menurut data WHO pada tahun 2010 di dunia terdapat 9,4 juta kasus baru TB dengan 1,7 juta kematian. Sedangkan di Indonesia tahun 2010 terdapat 430.000 kasus baru pertahun dengan 61.000 kematian pertahun (Kemenkes, 2011). Besarnya permasalahan TB di Indonesia umumnya dan di Kabupaten Kebumen khususnya adalah meningkatnya jumlah lost to follow-up (putus berobat) di Kabupaten Kebumen selama 3 tahun, yaitu 37 kasus pada tahun 2010 menjadi 51 pada tahun 2011 dan 48 kasus pada tahun 2012, cakupan Cure Rate selama 5 tahun berturut-turut tidak pernah mencapai target. Tingkat penemuan kasus TB dan tingkat kesembuhan rendah yang akan menyebabkan meningkatnya tingkat penularan di masyarakat sehingga sulit untuk memutus rantai penularan penyakit ini. Salah satu penyebab tingkat kesembuhan yang rendah biasanya sebagai akibat dari tingginya pasien TB yang berhenti berobat sebelum selesai masa pengobatan yang semestinya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian putus berobat pada penderita TB. Metode : Penelitian analitik dengan metode case control, sampel 156 penderita TB Paru. Variabel terikat adalah kejadian putus berobat, variabel bebas adalah efek samping OAT, biaya perjalanan ke sarana pelayanan kesehatan, ketersediaan OAT, pekerjaan, pendidikan, keaktifan PMO dan peran dokter. Data dikumpulkan dengan wawancara dan pengamatan. Hasil : Hasil analisis bivariabel diketahui bahwa variabel yang bermakna secara statistik yaitu efek samping OAT (OR=2,19, p=0,016), biaya perjalanan (OR=2,59, p=0,04) dan keaktifan PMO (OR=5,01, p=0,000). Sedangkan hasil analisis multivariabel yaitu keaktifan PMO (OR=4,55, p=0,000), efek samping OAT (OR=2,49, p=0,012), dan biaya perjalanan (OR=2,16, p=0,034). Kesimpulan : Faktor yang berhubungan dengan kejadian putus berobat yaitu keaktifan PMO, efek samping OAT, dan biaya perjalanan.

Background: TB is a contagious infectious disease which is still an issue in Indonesia and the world. According to the data from the WHO in 2010; in the world there are 9.4 million of new cases of TB with 1.7 million deaths. While in Indonesia in 2010 there were 430,000 new cases per year with 61,000 deaths per year (Ministry of Health, 2011). The amount of the problem of TB in Indonesia generally and in Kebumen Regency in particular is is cased by the increasing of total lost to follow-up in Kebumen Regency for 3 years, which is 37 cases in 2010 to 51 in 2011 and 48 cases in 2012, the scope of Cure Rate for 5 consecutive years has never reached the target. The level of of TB case detection and low cure rates, are the two general things which will increase the level of infection in the community so it is difficult to break the chain of transmission of this disease. One of the causes of a low cure rate is usually as a result of the high TB patients who stopped to follow-up a medical treatment before the completion of the treatment it needs. This study was conducted to determine the factors associated with the incidence of treatment lost to follow-up in patients with tuberculosis. Method: Analytic study with case control method, the samples were 156 with pulmonary tuberculosis. The dependent variable was the incidence of medical treatment lost to follow-up, the independent variables were the side effects of OAT, the cost of travel to health care facilities, the availability of OAT, employment, education, the liveliness of the PMO and the role of the doctor. Data were collected through interviews and observations. Result: The results of bivariate analysis found that the variable which is statistically significant is the side effect of OAT (OR = 2.19, p = 0.016), travel expenses (OR = 2.59, p = 0.04) and the liveliness of the PMO (OR = 5.01, p = 0.000). While the results of multivariable analysis, namely the liveliness of the PMO (OR = 4.55, p = 0.000), side effects of OAT (OR = 2.49, p = 0.012), and travel expenses (OR = 2.16, p = 0.034). Conclusion: Factors associated with the incidence of lost to follow-up medical treatment, namely the liveliness of the PMO, the side effects of OAT, and travel expenses.

Kata Kunci : TB Paru, putus berobat, case control