Laporkan Masalah

BUKAN SEKEDAR UNTUK UANG: MAKNA KERJA PEREMPUAN PEDAGANG BATAK TOBA (INANG-INANG) DI KOTA MEDAN

RATIH BAIDURI, Prof. Dr.Sjafri Sairin, M.A. ; Dr. Anna Marie Wattie, M.A.

2015 | Disertasi | S3 Antropologi

Penelitian ini dilakukan di kota Medan mengenai makna kerja perempuan pedagang Batak Toba (inang-inang). Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain menggambarkan: (1) Keterlibatan perempuan pedagang Batak Toba (inang-inang) dalam kegiatan perdagangan di kota Medan; (2) Makna bekerja sebagai pedagang bagi perempuan Batak Toba (inang-inang) di kota Medan dan (3) Pengaruh keterlibatan dagang perempuan Batak Toba (inang-inang) terhadap relasi sosial dalam kehidupan rumah tangga, keluarga dan masyarakat Batak Toba yang patrilineal. Secara teoritis manfaat penelitian ini menambah kajian tentang makna kerja dalam kaitannya dengan relasi gender dalam kultur patrilineal Batak Toba di kota Medan. Selain itu juga menambah kajian tentang strategi adaptasi migran perantauan khususnya perempuan pedagang Batak Toba (inang-inang) dalam menyikapi perubahan-perubahan situasi perkotaan di Medan dalam dinamika kehidupan rumah tangga, keluarga dan masyarakatnya. Secara praktis penelitian ini bermanfaat memberikan pemahaman baru dalam melihat persoalan perempuan Batak Toba yang bekerja dalam kultur patrilineal Batak Toba di perkotaan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan mengambil informan dalam penelitian. Penelitian ini merupakan studi kasus dengan fokus unit analisanya adalah sepuluh keluarga dan rumah tangga inang-inang. Lokasi penelitian dipusatkan di pasar Induk Sentral pasar yang bersifat grosiran dan eceran di Medan. Teknik yang dipakai dalam proses pengumpulan data, antara lain studi literatur, observasi partisipasi, wawancara mendalam dan life history method. Penelitian ini menggunakan kerangka pemikiran mengenai makna kerja dari Wallman, konseptualisasi relasi gender dan liminalitas Turner. Inang-inang bekerja karena dihadapkan dalam situasi liminalitas dalam kebudayaannya dengan beban ganda. Dari situasi liminalitas inilah energi mereka muncul untuk bekerja keras dalam aktifitas dagang. Perempuan pedagang Batak Toba (inang-inang) berusaha merefleksikan eksistensinya terkait dengan pengalaman mendasar yang diperolehnya selama hidupnya. Pengalaman liminal yang diperolehnya akan menjadi tahap refleksi terhadap peralihan status, kedudukan dan perannya. Ada semacam ideologi yang dikonstruksi yang bersumber dari budaya Batak Toba bahwa perempuan Batak Toba yang telah berumah tangga memikul beban kultural (cultural burden) bahwa dalam pundaknya dibebankan kelangsungan hidup dan pendidikan anak-anaknya. Konstruksi bahwa seorang ibu dan istri yang baik bukan lagi yang tinggal di rumah memelihara dan mengurus anak-anak dan suaminya melainkan seorang istri dan ibu yang baik adalah yang mampu menghidupi keluarga dan memberikan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya. Aktifitas dagang yang dilakukan inang-inang menciptakan status dan peran mereka menjadi pribadi yang mandiri, tegas, mampu mengambil keputusan, mampu mengambil resiko, tidak subordinat, memiliki otonomi baik berkaitan dengan kegiatan dagang maupun dalam kehidupan rumah tangga dan keluarga mereka. Dengan bekerja keras dalam kegiatan ekonomi inang-inang mampu keluar dalam situasi liminalitas dalam kebudayaannya. Dengan demikian kerja bagi perempuan pedagang Batak Toba (inang-inang) ternyata sangat bermakna bagi rumah tangga dan keluarga mereka. Tidak hanya sekedar untuk kelangsungan hidup anggota rumah tangga dan keluarga mereka, yang kemudian menjadi lebih penting agar anak-anak mereka memperoleh pendidikan yang baik. Pendidikan ternyata memegang peranan penting bagi mereka hagabeon (diberkati karena keturunan), hamaraon (kekayaan) dan hasangapon (kehormatan). Bagi inang-inang bekerja bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan pendidikan anak-anak mereka. Namun demikian yang terpenting dengan bekerja keras inang-inang mampu menunjukkan ekistensi dan martabat dirinya. Dengan bekerja keras inang-inang mendapatkan tempat dan martabatnya dalam kehidupan rumah tangga dan keluarganya. Dengan memanfaatkan nilai-nilai kultural, bekerja bagi inang-inang merupakan jalan yang dicapai inang-inang untuk mendapatkan status, otonomi, pengambilkeputusan secara mandiri, mobilitas dan ketegasan dalam rumah tangga, keluarga dan masyarakat Batak Toba yang patrilineal. Secara tidak langsung inang-inang melakukan resistensi terhadap sistem patriarki Batak Toba yang secara kultural mempunyai kecenderungan menempatkan perempuan dalam status yang subordinat dan dalam kondisi yang liminal. Dengan kemauan dan kerja keras mereka mampu membangun usahanya dari bawah sekali tanpa modal ekonomi, pendidikan dan pengalaman yang memadai. Usaha mereka kemudian menjadi berkembang hingga akhirnya dikenal dunia dagang sebagai dunianya perempuan Batak Toba (inang-inang) di kota Medan. Budaya patrilineal Batak Toba yang cenderung dikonstruksi patriarkis ketika dihadapkan pada realitas kehidupan yang dijalankan inang-inang memperlihatkan fleksibilitas (daya lenturnya) dalam menyesuaikan peran gender dalam rumah tangga dan keluarga mereka. Peran-peran domestik dan publik bisa saja dipertukarkan. Pertukaran peran ini telah berhasil dengan sukses (dengan beberapa perkecualian), terutama dalam mencapai misi budaya (nilai-nilai budaya) dalam kehidupan orang Batak Toba di Medan. Pola kehidupan merekapun memperlihatkan pembentukan ke arah pola hubungan egaliter dalam rumah tangga, keluarga dan masyarakatnya

This research was conducted in the city of Medan on the meaning of 'working' as trader for Batak Toba women (inang-inang). The purpose of this study, describe: (1) The involvement of women trader Batak Toba (inang-inang) in trading activities in the city of Medan; (2) The meaning of work as trader for Batak Toba women (inang-inang) in the city of Medan and (3) The effect of trade involvement Toba Batak women (inang-inang) on the social relations of domestic life, family and their households in the patrilineal Toba Batak. Theoretically, the benefits of this research add the study of meaning of work and gender relations in a patrilineal culture Batak Toba in Medan. It also adds to the study of adaptation strategy's oversea' migrants, especially Batak Toba women who worked in responding to changes in the field of urban situation in the dynamics of domestic life, family and community. Practically useful research provides new insights into seeing the issue of women who worked in the Batak Toba patrilineal culture in urban areas. This study was conducted by a descriptive method with a case study approach and an analytical unit of ten inang-inang households and their families. The site of the study was the Central market with wholesaler and retailer systems in Medan. The data required in the study were collected using a literature study, a participatory observation, in-depth interview, and life history method. The thinking framework was based on the Wallman's meaning of work, conceptualization gender relations and the Turner's liminality. Inang-inang works in the face in a situation liminality in culture with a double burden. This liminality of their energy situation appears to work hard in trading activity. Women trader's Batak Toba (inang-inang) seeks to reflect the existence associated with fundamental experience gained during her lifetime. Liminal experience gained will be a transitional phase of reflection on the status, position and role. There is a kind of ideology that constructed sourced from culture Batak Toba that women who had been married to bear the burden of cultural (cultural burden) that the shoulder charged the survival and education of their children. Construction that a mother and a good wife no longer living at home to maintain and take care of the children and her husband, but a good wife and mother who are able to support a family and provide a good education for their children. Trading activity conducted inang-inang create status and their roles become an independent person, firm, able to make decisions, able to take risks, not subordinate, have a good autonomy with regard to trading activities as well as in domestic life and their families. By working hard in economic activity inang-inang can come out in a situation of liminality in culture. Thus working for women trader's Batak Toba (inang-inang) was very significant for households and their families. Not just for the survival of the family members and their households, which then becomes more important that their children get a good education. Education is a vital part of their lives to achieve the goal or mission of their culture( cultural value) that is hagabeon (blessed by descent), hamaraon (richness) and hasangapon (honor). For inang-inang working is not just to meet the needs of the education of their children. However, the most important thing to work hard for inang-inang tries to get a dignity in their household and family life. By utilizing the cultural values, working for inang-inang can be the way to obtaining autonomy, status, an independent decision-making, mobility and assertiveness in the household, family and community patrilineal Toba Batak. In this case, inang-inang make a resistance against the patrilineal system that is culturally Toba Batak have a tendency to put women in subordinate status and the liminal condition. with willpower and hard work, they were able to build a business from the ground up without the economic capital, education and experience sufficient. Their efforts become known worldwide to grow until the end of his word trade as women Batak Toba (inang-inang) in the city of Medan. Toba Batak patrilineal culture that tends to be constructed patriarchal when faced by the realities of life that run inang-inang demonstrates the flexibility (bending power) in adjusting gender roles in the family and their household. Domestic roles and the public could have been exchanged. This role reversal has managed successfully (with some exceptions), especially in achieving the mission of culture (cultural value) in the life of the Batak Toba in Medan. The pattern of life they also showed the formation of a pattern toward egalitarian relationships in the household, family and community.

Kata Kunci : inang-inang, female autonomy, gender relations, liminality, meaning of work, cultural values

  1. S3-2015-295896-abstract.pdf  
  2. S3-2015-295896-bibliography.pdf  
  3. S3-2015-295896-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2015-295896-title.pdf