Laporkan Masalah

AMBIVALENSI INSTITUSI BUDAYA (Kajian Kritis Memahami Bentara Budaya Yogyakarta sebagai Galeri Seni dan Unit Bisnis dalam Program CSR PT. Kompas Gramedia)

BAGUS ARWANTO, Arie Sudjito, S.Sos, M.Si

2015 | Skripsi | S1 SOSIOLOGI

Bentara Budaya Yogyakarta adalah sebuah galeri seni yang berada di paru-paru kota Yogyakarta. Terletak di Jalan Suroto 2A Kotabaru, Bebeye menjadi satu dari puluhan rumah bagi pecinta seni di Yogyakarta. Corak kesenian yang kental akan nuansa Lawasan dan seni tradisi Jawa bersinergi sempurna dengan iklim kultural kota Yogyakarta sebagai sebuah entitas kultural-seni padat karya. Sejatinya, Bentara Budaya Yogyakarta merupakan sebuah lembaga kebudayaan wujud budi baik Kompas sebagai barak pengungsian seniman-seniman yang tidak terakomodasi oleh keterbatasan gedung pertunjukan seni di Yogyakarta saat itu. Sindhunata yang menangkap sinyalmen keresahan seniman tidak terdidik ini lantas mengadukan temuannya kepada Jakob Oetama. Restu Jakob Oetama kemudian mengiringi berdirinya Bebeye pada tanggal tanggal 27 September 1982. Visi dan misi suci pendirian galeri seni ini nyatanya tidak seindah dan sesuai janji awalnya. Statusnya sebagai produk CSR sebuah korporasi menjadi titik awal apa yang kemudian penulis citrakan sebagai sebuah ambivalensi. Bangunan ini memang murni difungsikan sebagai ruang pameran dan pertunjukan seni semata. Namun dibalik penyangkalan motif ekonomi yang dilakukan BBY dan Kompas melalui kegiatan kesenian yang sama sekali tidak melibatkan kuitansi pembayaran di dalamnya, ada upaya Kompas mempergunakan BBY sebagai salah satu saluran bisnisnya. Tidak dalam artian sebagai mesin pencetak uang layaknya Koran Kompas atau toko buku Gramedia. Melainkan sebagai bentuk investasi sosial Kompas sebagai perusahaan yang sedang melaksanakan kegiatan CSR. Di sinilah letak kesamaan ambivalensi antara perpektif penulis dalam melihat BBY sebagai produk CSR Kompas dengan perspektif Pierre Bourdieu terhadap sebuah karya seni dalam teori Arena Produksi Kultural miliknya. Melalui teorinya ini, Bourdieu mencoba untuk membawa kajian kebudayaan (estetika) ke dalam kajian sosiologis untuk membongkar praktik-praktik dominasi. Dominasi ini terjadi di dalam sebuah arena permainan dimana simbol-simbol tertentu dikenali sebagai sesuatu yang sesungguhnya tidak dikenali yang memiliki maksud dan tujuan tertentu dengan kemasan yang praktis berbeda. Dengan bermodalkan hasil observasi dan wawancara, penelitian berhaluan kualitatif ini berusaha menghadirkan nuansa kritisisme sebagaimana spirit yang dipakai Bourdieu dalam memaknai kehadiran sebuah galeri seni.

Bentara Budaya Yogyakarta is an art gallery that located in the heart of Yogyakarta city. Sited in Suroto Street 2A Kotabaru, Bebeye become one of dozens of home-place for many artist in Yogyakarta. This strong artisty pattern: Lawasan and Javanese Art Tradition; fit-perfectly with the cultural nuance of Yogyakarta as an art-culture entity. Truthfully, Bentara Budaya Yogyakarta is an cultural institution that built by Kompas`s virtue. This building function is like a refugee center for artists who could not accommodated by limited art space in Yogyakarta in the past time. Sindhunata who got the restlessness of this uneducated artist reported his finding to Jakob Oetama. With permission from Jakob Oetama, Bentara Budaya Yogyakarta officially opened In September 27th 1982. However, there are inconsistencies of its sacred mission and agreement at first. The Building status as CSR products of Kompas, become a key point that will be described by the writer as ambivalency. This building is only functioned as an art gallery and art show. Nevertheless, there is a disclaimer of economic motives behind it. Kompas use Bentara Budaya Yogyakarta as a business unit, which is not as a money-machine. However, it is Kompas`s social investment in corporate social responsibilities program. This is the same ambivalence that the writer observe and Bourdieu`s art perspectives on his Fields of Cultural Production`s theory. Through his theory, Bourdieu try to take cultural study (aesthetics) into sociological study to dissamble domination practices. The domination occur in the field area, in which certain symbols recognized as a unknowing thing, that has certain view and purpose in different forms. This qualitative research try to bringing a critical nuance as Bourdieu`s spirit to interpret Bentara Budaya Yogyakarta.

Kata Kunci : Kata Kunci: Pierre Bourdieu, Arena Produksi Kultural, kepentingan kultural dan kepentingan ekonomi, ambivalensi.