Laporkan Masalah

DEALING WITH RELIGIOUS PLURALISM IN INDONESIA: Critical Discourse Analysis of the Ministers of Religious Affairs' Speeches on Religious Harmony in the Reformation Era (1998-2011)

MEGA HIDAYATI, MA, Prof. Dr.J.B. Banawiratma; Dr. Farsijana Adeney-Risakotta; Dr. Siti Syamsiyatun

2014 | Disertasi | S3 ILMU AGAMA DAN LINTAS BUDAYA

Sebagai negara yang majemuk dari segi agama, Indonesia menghadapi persoalan yang disebabkan oleh pertemuan para pengikut agama yang berbeda. Persoalan ini tidak hanya berkaitan dengan ajaran yang berbeda, tetapi juga berkaitan dengan masalah politik, ekonomi, dan kekuasaan. Oleh karena itu, kerukunan beragama adalah masalah yang mendesak di Indonesia. Penelitian ini adalah analisis terhadap pidato dari Menteri Agama Indonesia dari tahun 1998 sampai 2011. Hal ini bertujuan untuk mengeksplorasi wacana kerukunan umat beragama yang tercermin dalam pidato Menteri Agama terutama dalam isu konseptualisasi kerukunan beragama, ideologi pada kerukunan umat beragama, dan hubungan kekuasaan. Untuk mendapatkan tujuan di atas, penelitian ini menggunakan Analisis Wacana Kritis (AWK) Norman Fairclough. Fairclough menekankan bahwa analisis wacana berarti menganalisis teks, praktek wacana, dan praktek sosial yang dapat disebut juga sebagai deskripsi, interpretasi, dan penjelasan. Pada tahap deskripsi, penelitian ini menekankan pada analisis teks mengenai kata kunci dan tema, modalitas, wording, dan kata ganti. Pada tahap interpretasi, fokus analisis adalah pada intertekstualitas dan interdiskursivitas. Pada tahap penjelasan, penelitian difokuskan pada ideologi dan relasi kuasa. Analisis menunjukkan bahwa Menteri Agama menggunakan bahasa untuk menggambarkan dan menjelaskan pandangan, evaluasi, usaha, peran, dan wewenang Kementerian Agama (Kemenag) dalam masalah kerukunan umat beragama. Ideologi Kemenag diartikulasikan dalam tema konflik, dialog antar-agama, dan kebebasan beragama. Selain itu, hal ini juga menunjukkan hubungan kekuasaan antara Pemerintah dan masyarakat sipil secara keseluruhan, pemerintah dan arus utama, Pemerintah dan kelompok minoritas, serta arus utama dan kelompok minoritas. Kerukunan beragama pada periode ini menunjukkan retorika kemenag terkait dengan permintaan dan harapan masyarakat sipil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wacana Kemenag tentang kerukunan umat beragama tetap menimbulkan persoalan karena Kemenag masih memiliki masalah dalam pelaksanaan pengakuan, penerimaan, penghormatan, keadilan, menjaga perbedaan, dan jaminan kebebasan dasar dan kesetaraan yang merupakan persyaratan dalam kerukunan umat beragama. Sementara itu, evaluasi, konsistensi, dan kontinuitas tidak dilakukan secara sistematis dan kritis.

As a pluralistic country in term of religion, Indonesia faces problems which arose caused by the encounter of the followers of different religions since it not only relates to different teachings of religions, but also to the issue of politics, economy, and power. Therefore, religious harmony is an urgent issue in Indonesia. The research is the analysis on the speeches of the Indonesian Ministers of Religious Affairs from 1998 to 2011. It aims to explore discourse on religious harmony reflected in the speeches especially in the issues of the conceptualization of religious harmony, ideologies on religious harmony, and power relations. To obtain the aim above, Norman Fairclough's Critical Discourse Analysis (CDA) is applied. Fairclough emphasizes that analyzing discourse means analyzing text, discourse practice, and social practice which can be called as description, interpretation, and explanation. In description stage, the research emphasizes on analyzing texts concerning keyword and theme, modality, wording, and pronoun. In the interpretation stage, the focus of analysis is on intertextuality and interdiscursivity. In the explanation stage, ideologies and power relations are the focus. The analysis demonstrates that the Ministers of Religious Affairs used language to describe and explain MORA's view, evaluation, effort, role, and authority on the issue of religious harmony. MORA's ideologies are articulated in the issue of conflict, interreligious dialogue, and religious freedom. In addition, it demonstrates power relations between the Government and civil society as a whole, the Government and mainstream groups, the Government and minority group, as well as mainstream groups and minority groups. Religious harmony under research period demonstrated MORA's rhetoric related to civil society's demand and expectation. The research shows that MORA's discourse on religious harmony remains problematic since MORA still has problems with the implementation of recognition, acceptance, respect, justice, keeping difference, and assurance of basic freedom and equality which are requirements for religious harmony. Meanwhile, evaluation, consistency, and continuation are not conducted systematically and critically.

Kata Kunci : wacana, kerukunan beragama, pidato-pidato Menteri Agama, bahasa, ideologi, dan hubungan kekuasaan


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.