ONG-KLAONGAN DAN LÈ-KALÈLLÈAN ESTETIKA KÈJHUNGAN ORANG MADURA BARAT
ZULKARNAIN MISTORTOIFY, Prof. Dr. Timbul Haryono, M.Sc.
2015 | Disertasi | S3 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni RupaPenelitian yang berjudul Ong-Klaongan dan Lè-Kalèllèan: Estetika Kèjhungan Orang Madura Barat ini untuk memperoleh pemahaman tentang kèjhungan sebagai fenomena gaya nyanyian yang genuine dari cara bernyanyi orang Madura. Asosiasi makna (common sense) yang melekat pada praktik nyanyian Madura ini adalah seperti orang yang sedang 'berkeluh-kesah' atau 'mengomel' dari pada seperti layaknya orang menyanyi. Kèjhungan bukan sekadar logat cara menyanyi, melainkan juga sebagai gejala tindakan komunikasi spesifik berupa perilaku estetik yang mengantarkan pada karakteristik subjek pemilik gaya nyanyian itu sendiri. Gejala yang khas ini menjadi memotivasi penelitian ini. Mengapa gaya nyanyian orang Madura seperti itu? Penelitian ini menggunakan paradigma etnomusikologi yang menekankan pada bekerjanya suatu 'sistim budaya musik' pada masyarakat tertentu. Analisis kajiannya bertujuan untuk: 1) memahami ciri-ciri bentuk-struktur dan cara-cara menyanyi kèjhungan, 2) mengetahui konsep estetik yang tertanam dalam pengalaman dan konstruk nilai estetik masyarakat, 3) mengetahui makna kèjhungan bagi masyarakatnya melalui fungsi-fungsi institusi sosialnya, serta 4) mengetahui keterhubungan antara karakter gaya nyanyian, perilaku estetik, konsep estetik dan maknanya dengan perwatakan dan perilaku manusianya. Hasil temuan penelitian menunjukkan 1) pembentuk karakter kèjhungan bertumpu pada pola dasar kellèghãn sebagai basis pengolahan permainan nada-nada tinggi hingga mencapai ambitus contratenor altus dan dibawakan secara melismatik. Teknik vokal yang spesifik diperlukan untuk meraih target kellèghãn yang optimal. 2) 'Ratapan' (lè-kalèllèan) dan 'teriakan' (ong-klaongan) adalah prinsip dasar dari estetika kèjhungan yang memiliki atmosfir makna yang berbeda, yaitu sedih dan marah, yang kemudian dinyanyikan dalam suasana kesedihan yang meronta (menghentak). 3) Kèjhungan menjadi bagian dari pilihan selera estetik dan selera konsumtif bagi sekelompok masyarakat yang membanggakan nilainilai tradisional Madura, bahkan dijadikan sebagai simbol atau citra legitimasi atas eksistensi komunitas elit sosial di dalam masyarakat Madura. 4) Kèjhungan menerangkan pengalaman terdalam manusianya, menghantarkan imajinasi dan asosiasi makna ke arah pengalaman sejarahnya. Makna dan konsep estetiknya menjadi penghubung terhadap relasi sifat-sifat gaya nyanyian ini dengan sifat konservatif perwatakan manusia Madura. Kèjhungan mampu menghadirkan nilai-nilai tentang kemaduraan, yaitu lantang dan menggebu.
The aim of this research entitled Ong-Klaongan dan Lè- Kalèllèan: Kèjhungan Aesthetic of West Maduranese have been attaining an understanding of kèjhungan as a genuine phenomenon singing style of Maduranese. This singing practice is closely associated to being 'moan' or 'grunt' rather than befits of people sing. Kèjhungan is not just a “singing dialectâ€, but more likely a very specific form of communication in a form of aesthetic behavior that reflected the characteristic of its practitioners. This specific mode of singing was the trigger to do this research; why Maduranese has this type of singing style? This study uses ethnomusicological paradigm that emphasizes on how a 'systems of musical culture' works in certain communities. Analysis research aims to: 1) understand the characteristics of the form, structure and ways of singing kèjhungan, 2) recognize the concept of aesthetic experience and constructs embedded in the aesthetic community, 3) to determine the meaning of this particular singing styles in its community through its functions in social institutional, and 4) comprehend the connection between a specific characters of a singing style to the character and behavior of Maduranese. The research findings indicate 1) kèjhungan character is formed by kellèghãn basic patterns as a base treatment for melismatic high pitch tones to achieve ambitus contratenor altus. Specific vocal techniques required to achieve optimal target of kellèghãn. 2) Lamentations (le-kalèllèan) and shout (ong-klaongan) is a fundamental principle of the kèjhungan’s aesthetics concept that have different meanings which is sad and angry, this meanings then sung in a restrained grief (stomping). 3) Kèjhungan became a part of the aesthetic and consumtive selection for a group of people who are proud of Madura’s traditional values, even further, became a symbol or legitimacy image of the community social elite in Madura. 4) Kèjhungan explains the deepest human experience, imagination and association toward the meaning of their historical experience. The aesthetical meaning and concept become the connection between singing style with the conservative personality of Maduranese. Kèjhungan is able to bring the values of being a Madura-ness, which are loud and fiesty.
Kata Kunci : kèjhungan, kellèghãn, konsep estetik, kemaduraan