ANALISIS PERBEDAAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP HAK MENDAHULU ATAS UTANG PAJAK PADA KASUS KEPAILITAN
HIAZINTUS YURIKO ARLUKITO, Dr. Tata Wijayanta, SH., M.Hum.
2015 | Tesis | S2 HUKUM LITIGASIPenelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang kedudukan hak mendahulu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dan dalam peraturan perundang-undangan kepailitan dan menganalisis perbedaan pertimbangan hakim Mahkamah Agung terhadap hak mendahulu atas utang pajak dalam kasus kepailitan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Cara pengumpulan data dengan metode dokumentasi, sedang alat pengumpulan data dengan studi dokumen. Data dianalisis dengan cara deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan pertimbangan hakim Mahkamah Agung terhadap hak mendahulu atas utang pajak dalam kasus kepailitan adalah terkait dengan perbedaan pendapat tentang kedudukan negara Cq Direktorat Jenderal Pajak (Kantor Pajak) sebagai kreditor preferen yang memiliki hak mendahulu dan kedudukan utang pajak dalam ruang lingkup kepailitan. Kedudukan hak mendahulu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dan dalam peraturan perundang-undangan kepailitan telah jelas, tetapi pengaturan khusus untuk kedudukan hak mendahulu negara atas tagihan pajak antara peraturan perundang-undangan kepailitan dan peraturan perundang-undangan perpajakan ada kerancuan, dalam Undang Perpajakan telah jelas ditegaskan bahwa negara Cq. Kantor-Pajak mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik penanggung pajak. Ketentuan ini menetapkan kedudukan negara sebagai kreditur preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik penanggung pajak yang akan dilelang di muka umum, tetapi dalam putusan banyak hakim Pengadilan Niaga maupun hakim Mahkamah Agung berpendapat bahwa Kantor Pajak sebagai manifestasi dari negara tidak dapat dimasukkan sebagai kreditor preferen dalam kepailitan, karena negara mempunyai hak istimewa untuk menagih utang pajak di luar jalur pengadilan. Penyelesaian utang pajak dalam kasus kepailitan belum optimal dan belum berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Belum adanya keseragaman pengaturan tentang hak mendahulu negara sebagai kreditor preferen, klasifikasi utang pajak (tagihan utang pajak), batas waktu verifikasi utang pajak pada kasus kepailitan. Oleh karena itu maka disimpulkan bahwa perbedaan pertimbangan Hakim Mahkamah Agung disebabkan karena belum ada kejelasan dan keseragaman tentang pengaturan hak mendahulu atas utang pajak dalam Undang-Undang kepailitan dengan Undang-undang Perpajakan, dan atas hal tersebut maka disarankan perlu merubah dan atau menambah mengenai pasal-pasal hak mendahulu negara atas penagihan sang pajak dalam Undang-Undang Kepailitan.
This research was intended to study position of privilege in tax laws and bankruptcy laws and to analyze different consideration of supreme judges on privilege of tax debt in bankruptcy case. It was normative law research using secondary data consisting of primary, secondary and tertiary law material. Data was collected by documentation method; instrument to collect data was documentary study. Data was analyzed with descriptive qualitative technique. Result of the research indicated that different consideration of Supreme Court judges on privilege of tax debt in bankruptcy case relates to different opinion on standing of sate, in this case Directorate General Tax (Tax Office), as preferential creditor that has - privilege and standing of tax debt in bankruptcy. Privilege in tax law and in bankruptcy law is clear, but there is ambiguity in special regulation-on privilege of state over tax due between bankruptcy law and tax regulation. In tax law, it is clear that state, in this case the Tax Office; has privilege over tax debt over goods of tax payer. The stipulation determines standing of state as preferential-creditor that stating have privilege over tax payer's goods that will be auctioned in public. However, in decision of commercial court or judge in of Supreme Court indicated that tax office as manifestation of state cannot be included as preferential creditor in bankruptcy, because state has privileges right to collect tax -debt with out of court manner. Tax debt settlement in bankruptcy is not optimal and do not run according to tax law. -There is no uniform regulation of state's privilege as preferential creditor, classification of tax debt, time line of tax debt verification in bankruptcy case. Therefore, the conclusion is that different consideration of Supreme Court judge is due to no clarity and uniformity on regulation of privilege over tax debt in bankruptcy law and tax law. So, it is necessary to amend and or authentic deed particle on state privilege over tax debt collection in bankruptcy law.
Kata Kunci : Pertimbangan hakim, hak mendahulu, utang pajak, kepailitan