Evaluasi kebijakan pembangunan kota denpasar berwawasan budaya di era otonomi daerah :: Studi kasus Desa Lestari Penatih
TRISNAWIJAYA, A.A. Gede, Dr. Nasikun
2002 | Tesis | Magister Administrasi PublikBali dikenal luas dalam dunia pariwisata karena keunikan budaya yang inendukungnya dan untuk menjaga kelestarian kebudayaan Bali, terutama wujud fisik bangunan dan tata ruang wilayah desa adat, maka Pemerintah Kota Denpasar telah mencanangkan Kebijakan Pembangunan Kota Denpasar Berwawasan Budaya (PKDBB). Sampai pada saat ini implementasi Ke6ijakan PKDBB telah berusia sekitar dua tahun, khususnya program Desa Lestari. Kota Denpasar dipilih menjadi lokasi penelitian, yaitu Desa Adat Penath, karena program Desa Lestari berada dalam Kawasan Penatih Lestari. Penelitian ini mempunyai dua tujuan yaitu: (1) Untuk mengetahui dan mendeskripsikan sejaubmana keberhasilan Kebijakan PKDBB ditinjau dari aspek fisik tata ruang dan wujud bangunan tradisional Bali; dan (2) Untuk mendiskripsikan faktorfaktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi kebijakan tersebut. Penelitiim ini menggunakan pendekatan kualitatif (Qualitutive Approach) dengan penerapan metode wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus, observasi non partisipatif dan studi dokumentasi. Data dan informasi yang terkumpul selanjutnya dianalisis menggunakan metode kualitatif-deskriptif. Untuk mengukur keberhasilan Kebijakan PKDBB pada aspek tata ruang mikro dan wujud bangunan diobservasi 20 rumah tangga yang sekahgus menjadi informan yang ditetapkan secara sengaja (purposive). Sedangkan untuk tata ruang makro diamati wilayah Desa Adat Penatih. Informasi juga dikumpulkan dari “team workâ€, akademisi dan birokrat terutama yang bersifat kebijakan dan konfirmasi. Observasi menunjukkan bahwa struktur tata ruang makro telah mengalami pergeseran dengan hadirnya komponen pembentuk struktw tata ruang baru, yaitu (1) komplek permukiman migran (kerame tamu, BTN Penatih Mas), (2) kawasan campuran (toko, d o ) yang merupakan aktivitas non agraris. Kedua komponen baru tersebut memanfaatkan lahan sawah, yang merupakan “zona†palemahan. Struktur ruang mikro yaitu pekarangan rumah penduduk (Pola Tata Ruang Natah) * tidak mengalami perubahan pemanfaatan dan arah orientasi (hulu-teben, nyegaragunung), tetapi ditemukan adanya penyimpangan wujud bangunan yang tidak ‘‘bemuma Bali“. Bangunan-bangunan umum (mall, swalayan) dan kantor (pemerintah, swasta) menunjukkan ciri arsitektur tradisional Bali, kecuali tokotoko yang ada di wilayah penelitian. Implementasi Kebijakan PKDBB mendapat dukungan dari kualitas Sumber Daya Manusia-Aparatur yang memadai, pyuluhan atau sosialisasi kebijakan yang dilakukan oleh Tim yang menguasai bidangnya, dan komunikasi antar para pelaksana yang memerlukan dukungan kekompakan dari setiap dinas dan instansi yang terkait. Pada aspek SDM-aparatw, yang menonjol adalah terjadinya perangkapan jabatan pada semua tim yang bertugas mensukseskan implementasi kebijakan PKDBB. Kebijakan PKDBB belutn menunjukkan hasil sepenuhnya sesuai dengan tujuan kebijakan tersebut, karena masih terjadi penyimpanganpenyimpangan. Implementasi yang ditandai dengan belum terkoordinasinya kegiatan dan perangkapan jabatan tim dan jabatan struktural merupakan dua faktor yang besar perannya dalam keberhasilan implementasi Kebijakan PKDBB.
Bali is famous for its supporting unique culture and to preserve the culture, especially to maintain the physic of the building and space planning in adat village, the Denpasar municipal government issued the Denpasar Cultural-based Development Policy. The policy, in particular the program of Desa Lestari (sustainable village), has been in its implementation for 2 years. The Penatrh Adat village in Denpasar city is chosen for the research location considering that the sustainable village program is carried out in Penatih Lestari territory. The research aims at 1) finding out and describing the success of the Cultural-based Development policy viewed from the physical aspect of space planning and Balinese traditional buildings, and 2) describing the factors h c h influence the success in the implementation. This research uses the qualitative approach by conducting an in-depth interview, focused group discussion, non participatory observation, and documentary study. The information and data are analyzed using a descriptive qualitative method. The research observes 20 households to measure the success of the policy implementation in the aspect of micro space planning and the physic of the buildings. These households are, at the same time, the informants selected purposively. For the macro space planning it observes the Penatih Adat Village. The information related to the policy and confirmation is provided by a “team workâ€, academics and bureaucrats. The findings show that the structure of macro space planning has shifted owing to the mingling of several elements that construct the new space-planing, namely: 1) migrant housing complex (Kerame tamu, a BTN penatih Mas), 2) mixcomplex (shopping area and “rukoâ€, a multi-purpose building for shop and house) where non-agncultural activities take place. These complexes sit on rice field which used to be the “palemahan†zone. The micro space structure as shown in. the front yard (Natah pattern of space planning) remains in its use and orientation (huh-teben, nyegara-gunung). However, a slight change in the physic of the building, i.e not in the shade of Balinese sense, is identified. Public facilities (such as mall, shopping center) and offices (both for government and private) maintain the characteristics of Balinese traditional architecture. Shops found in the research location are exception. The policy implementation gets supports from the Apparatus-Human Resources with adequate quality and socialization by the expert team who requires solid supports from the concerned institutions. The Apparatus - Human Resources prominently hold double occupation in teams responsible for the success of the policy implementation. The implementation has not, accordingly, indicated big success as targeted in the policy. This results from uncoordinated actions and double occupation both in teams and in the structural posts, two factors that contribute the biggest portion for the success or failure in the policy implementation.
Kata Kunci : Kebijakan Pembangunan Kota,Otonomi Daerah