FILM DOKUMENTER : STUDI MENGENAI PENONTON FILM DOKUMENTER DI YOGYAKARTA
FRANCISCUS APRIWAN, Prof. Dr. P.M. Laksono, M.A
2015 | Skripsi | S1 ANTROPOLOGI BUDAYAFilm dokumenter merupakan salah satu jenis film yang menawarkan catatan visual dari pembuat film atas kenyataan. Pengaruh kepentingan poltik, seni dan budaya berperan besar dalam membentuk tradisi film dokumenter sejak perangkat perekaman gambar hidup ditemukan. Di Indonesia, film dokumenter lebih sering digunakan oleh pemerintah sebagai medium propaganda, pendidikan, dan kampanye. Bentuknya yang melulu didaktis dan otoritatif membuat banyak penonton menyisihkan film dokumenter dalam pilhan tontonan mereka. Kondisi ini mulai berubah seiring perubahan iklim politik paska reformasi. Sejak saat itu, kelompok-kelompok rumah produksi mulai bermunculan dan komunitas-komunitas apresiasi film mulai membuka ruang pemutaran. Kebebasan berekespresi dan berserikat menciptakan kemungkinan-kemungkinan baru dalam memanfaatkan film dokumenter. Dalam rangka menelusuri peluang dalam memanfaatkan film dokumenter, studi ini berupaya mengeksplorasi relasi penonton dengan film dokumenter. Sebagai titik tolak, studi ini akan menggunakan duapertanyaan. Pertama, bagaimana ruang menonton film dokumenter saat ini? Kedua, bagaimana penonton saat ini memaknai film dokumenter? Area eksplorasi skripsi ini mencakup penelusuran sejarah perkembangan dokumenter di Indonesia yang memiliki tiga fungsi dasar, sebagai media propaganda politik, media pendidikan dan kampanye. Setelah reformasi, aktivitas-aktivitas apresiasi menjadi semakin berkembang karena upaya-upaya komunitas film untuk membuka ruang-ruang alternatif pemutaran. Kondisi ini membuka akses bagi penonton untuk menikmati dan memaknai film dokumenter. Sebagai sebuah studi antropologi, skripsi ini mengarahkan perhatian pada tanggapan-tanggapan penonton atas pengalaman indrawi saat menonton film dokumenter.
Documentary film is a genre of film that offers visual account of reality. Since the day when motion capture devices were invented, political, art and cultural influences have been playing a big role in the development of documentary film. In Indonesia, documentary film are most likely used as propaganda, educational, and campaign tools. Many viewers set aside this kind of film for its nature of being didactic and authoritative. But this situation changed after 1998 political reformation. Filmmaker emerge, movie appreciator communities organize screenings ever since. Freedom of expression and association creates numerous possibilities to utilize documentary film. This study tries to trace the relation between audiences and documentary film, in order to explore the chances to utilize documentary film. This study uses two major questions as the point of departure. First, how is the space to screening documentary film today? Second, how audiences interpret documentary film today? The exploration area covers the search for the history of documentary development in Indonesia which has three basic purposes: as the media for political propaganda, educational, and campaign. Since the political reformation, appreciation activities thrive because of movie community's effort to open alternative spaces for screening. This atmosphere gave audiences wide access to savour and interpret documentary film. As an anthropological study, this essay focuses to audience perceptions out of their sensory experience whilst watching documentary film.
Kata Kunci : film dokumenter, penonton, apresiasi, ruangpemutaran