Laporkan Masalah

Hak ulayat Suku Moi di Sorong Provinsi Papua

MALUTE, Daniel, Dr. Irwan Abdullah

2002 | Tesis | Magister Administrasi Publik

Eksistensi hak ulayat masyarakat hukum adat di indonesia diakui oleh negara dengan suatu syarat. Hal tersebut dinyatakan dalam pasal 3 (tiga) UUPA tahun 1960 yang menyatakan bahwa "pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa itu dari masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara". Pengakuan hak ulayat masyarakat hukum adat juga diuraikan dalam pasal2 ayat 4 UUPA tahun 1960 bahwa ha1 menguasai atas tanah negara, pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatarrtra dan masyarakat hukum adat, sekadar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi, mengolah dan menganalisa data untuk mengetahui, (1) Sistem penguasan, pernilikan dan penggunaan tanah hak ulayat dalam lingkungan masyarakat hukum adat Moi untuk kepentingan publik; (2) Respons masyarakat hukum adat Moi tehadap perundang-undangan di bidang pertanahan; (3) Penyebab konflik yang terjadi antara anggota masyarakat hukum adat dan antara rnasyarakat hukum adat dengan pihak lain menyangkut penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah hak ulayat dalam lingkungan masyarakat hukum adat Moi; (4) Sustensi (keberlanjutan) hak ulayat masyarakat hukum adat Moi. Metode analisis yang digunakan dalam tesis ini adalah deskriptif kwalitatif. Masyarakat hukum adat Moi menurut sejarahnya, satu dan utuh. Sistem penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah adalah wewenang Nefulus dibantu oleh Neligin. Tetapi karena adanya pengaruh kekuasaan dari luar yang silih berganti dalam kurun waktu yang lama, masyarakat hukum adat Moi telah terbagi dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil yang disebut gelek dan dipimpin oleh Ulisio. Kewenangan sistem penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah merupakan wewenang Ulisio dan tua-tua adat. Selama 42 tahun lahimya UUPA, hak ulayat masyarakat hukurn adat belum ban yak diketahui, sehingga dalam pelaksanaan pembangunan di masa Pemeritahan Orde Baru sering tidak diakui keberadaannya, atau dirugikan karena tidak diberikan ganti rugi sesuai dengan nilai tanah hak ulayat yang wajar. Di era reformasi Pemerintah telah memberi perhatian kepada masyarakat hukum adat selaku pemilik hak ulayat. Khusus di Provinsi Papua dalam UU No 21 tahun 2001 pasal34 telah diamanatkan tentang Pelindungan hak masyarakat hukum adat. Memahami sistem pengaturan penguasan, pemilikan dan penggunaan tanah serta perlakuan pernerintah terhadap masyarakat hukum adat Moi, selarna 42 tahun, penulis merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota Sorong hendaknya melakukan penataan tanah hak ulayat masyarakat hukum adat Moi. Suksesnya penataan hak ulayat tersebut akan memberi jaminan untuk terwujudnya sustensi hak ulayat masyarakat hukum adat Moi.

The existence of hak ulayat (a right of having and cultivating pieces of land) of ethnical community in Indonesia is recognized by law with one condition. This is described in Article number 3 of UUPA of 1960, which says that “the implementation of hak ulayat and any other resembled rights of ethnical community should be done in such a way to support the interests of the nation and State”. The legal recognition of hak ulayat of ethnical community is also been explained in the UUPA of 1960 Article number 2 Verse number 4 that says that the matter of managing stateowned lands can be authorized to autonomous areas ad other ethnical community as long as it is needed and in accordance with the national interests. The goal of this research is to identify, cultivate, and analyze data in order to come up with one understanding on (1) the system of holding, owning, and managing the lands of hak ulayat in Moi ethnical group for the sake of public’s interests; (2) the responses of the Moi etnical group to the laws on the land matters; (3) the cause of conflicts existed in Moi ethnical group, as well as between Moi ethnical group and other parties raised by the matter of holding, owning, and managing the lands of hak ulayat of Moi ethnical group; (4) sustention of hak ulayat in Moi ethnical group. The method of analyzing applied here is the qualitative descriptive one. Historically, the community of Moi ethnical group was one and integrated. The system of holding, owning, and managing lands was in the hand of Nefulus who was helped by Neligin. However, caused by longtermed and continuous external power’s interventions, the Moi ethnical group was divided into some littler groups called gelek, which was governed by Ulisio. The rights to hold, own, and manage lands were then in the hands of these Ulisios and the elders. During 42 years after the formal recognition of hak ulayat, the Moi ethnical group still knew very little on it so that in the New Order Era they were often tricked and taken - they did not get any replacement for the lands of hak ulayat they gave out to the government. Nowadays, in the Reformation Era, the government pays more attention ethnical groups as the owner of hak ulayat. Specifically in the Province of Papua, Article 34 of Law Number 21 Year 2001 recommends on the protection of ethnical groups. Understanding the system of holding, owning, and managing lands and what the government has done to Moi ethnical groups for 42 years, the writer recommends the Local Government of Sorong to take actions to rearrange the hak ulayat in accordance with the legal laws. The success of these actions will guarantee the sustention of hak ulayat of Moi ethnical group

Kata Kunci : Hak Ulayat, Hukum Adat Moi


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.