Laporkan Masalah

Dari Individu Hingga Komunitas (Sebuah Kajian Perilaku Komuter Prameks)

DEWI WIDYASTUTI, Dr. Setiadi, M.Si

2015 | Skripsi | S1 ANTROPOLOGI BUDAYA

Populasi penduduk semakin bertambah. Orang saling berebut pekerjaan dan pendidikan. Sementara mencari pekerjaan di tempat asalnya sulit. Hal tersebut membuat seseorang melakukan mobilitas. Bagi orang Jawa hal itu sulit. Mereka harus jauh dari rumahnya, sehingga dipilihlah migrasi ulang-alig. Mereka berangkat pagi dan pulang sore atau malam. Sementara itu kemacetan jalan raya terjadi di banyak titik dan dipilihlah komuter Prambanan Ekspress sebagai pilihan menuju Solo ataupun Jogja. 45 menit waktu yang diperlukan setiap harinya oleh para pramekers. Sehingga perilaku pramekers di dalam komuter ini dilakukan berulang-ulang. Lalu bagaimana perilaku pramekers? Perilaku ini tentunya tak luput dari budaya Jawa yang membentuknya. Antara kereta api (prameks), komuter (pramekers) dan budaya Jawa ini saling terkait dan membentuk sistem komuter. Pertautan diantara ketiganya saling mempengaruhi satu sama lain sehingga menciptakan budaya komuter. Selain itu juga berhubugan dengan sistem di luarnya yaitu PT KAI sebagai pengelola keretaapi. Kebijakan yang dibuat sering kali terjadi perubahan pada komuter yang kemudian berpengaruh kepada perilaku pramekers. Lalu bagaimana pramekers ini mempertahankannya? Mengapa harus dipertahankan? Untuk menjawab pertanyaan ini maka dilakukan partisipasi observasi dengan menggunakan metode etnografi. Temuan yang menarik dalam penelitian ini adalah budaya komuter ini sangat dipengaruhi oleh budaya sebelumnya yaitu budaya Jawa. Hal ini menyebabkan pola perilaku pramekers berbeda dengan komuter di daerah lain seperti misalnya Jakarta. Melalui komunitasnya mereka mempertahankan pola perilakunya. Hal tersebut dikarenakan ketika salah satu berubah maka akan mempengaruhi aspek kehidupan yang lainnya. Meskipun demikian, mereka belum berhasil mempertahankan pola perilakunya karena perubahan yang terjadi sangat cepat dan terjadinya disintegrasi dengan pihak PT KAI.

Population increases.People competeing over jobs and education. Meanwhile looking for a job in the local is difficult. It makes a person doing mobility. For the Javanese it is difficult.. They are far from home, so they chose ulang alig migration. They leave in the morning and return late afternoon or evening. Meanwhile highway congestion occurs at many points so that commuters Prambanan Ekspres an option to Solo or Yogyakarta. 45 minutes of time required each day by the pramekers. So pramekers behavior in commuter is performed repeatedly. Then how the pramekers behavior? This behavior is certainly not spared from Javanese culture that shape it. Between the train (Prameks), commuting (pramekers) and Javanese culture are interrelated and form a commuter system. Linkage among the three mutually affect each other so as to create a commuter culture. In addition, outside the system-relatedthat PT KAI as a railway operator. Policies are made often turns on commuter which then affect the behavior pramekers. Then how this pramekers maintain it? Why should it be maintained? To answer this question it is done by the participation of observations using ethnographic methods.. An interesting finding in this study is a commuter culture is greatly influenced by the previous culture of Javanese culture. This leads to different patterns of behavior pramekers by the commuters in other areas such as Jakarta. Through their communities retain their behavior patterns. That is because when one changes, it will affect other aspects of life. However, they have not managed to maintain a pattern of behavior because of the changes that occur very quickly and disintegration with the PT KAI.

Kata Kunci : commuter, mobility, java, prameks, behaviour

  1. S1-2015-254483-abstract.pdf  
  2. S1-2015-254483-bibliography.pdf  
  3. S1-2015-254483-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2015-254483-title.pdf