Laporkan Masalah

Gerakan Perempuan Penyandang Disabilitas: Studi Mengenai Strategi Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak (SAPDA) Dalam Memperjuangkan Eksistensi Perempuan Penyandang Disabilitas di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

NADLIROTUL ULFA, Nur Azizah, S.IP., M.Sc.

2015 | Skripsi | S1 ILMU PEMERINTAHAN (POLITIK DAN PEMERINTAHAN)

Keberadaan penyandang disabilitas didefinisikan melalui konsep biopolitik, dimana identitas seseorang dipahami berdasarkan perbedaan bentuk dan kapasitas tubuhnya. Atas dasar tersebut, penyandang disabilitas didefinisikan sebagai kelompok masyarakat yang cacat dan dianggap tidak normal. Anggapan tersebut memunculkan stereotype atas kemampuan yang mereka miliki. Mereka digambarkan sebagai kelompok yang tidak berdaya dan lemah dibanding dengan orang-orang normal lainnya. Stereotype tersebut menguat ketika penyandang disabilitas juga sekaligus seorang perempuan. Atas dasar hal tersebut, keberadaan perempuan penyandang disabilitas semakin terpinggirkan terutama dalam ranah sosial bermasyarakat. Hal ini memunculkan gerakan penyandang disabilitas dalam upaya untuk merebut eksistensinya di lingkungan keluarga, masyarakat, dan negara. Salah satu yang melakukan gerakan perempuan penyandang disabilitas yaitu Sentra Advokasi Perempuan Difabel, dan Anak (SAPDA) Yogyakarta. Penelitian ini akan melihat bagaimana strategi SAPDA dalam memperjuangkan eksistensi kaum perempuan penyandang disabilitas di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana bentuk tubuh dapat mereproduksi kekuasaan, melihat bagaimana SAPDA dalam melakukan strateginya, dan untuk mengetahui gerakan yang dilakukan SAPDA sebagai new social movement. Kemunculan SAPDA dapat dipahami melalui konsep contentious politics. Contentious politics ini akan menjelaskan adanya kesempatan/ peluang politik dan hambatan politik dan kognisi di tubuh individu-individu yang pada akhirnya merumuskan persepsi kolektif mengenai kondisi yang dianggap tidak adil. Gerakan perempuan penyandang disabilitas terutama yang dilakukan SAPDA merupakan new social movement. Hal ini berdasarkan, pertama isu yang dibawa menyangkut kualitas hidup dan nilai-nilai hak asasi manusia. Kedua, strateginya dengan memobilisasi opini publik dengan skala gerakan yang luas. Ketiga, aktor yang terlibat adalah mereka yang berasal dari kelas menengah. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. SAPDA dalam melakukan strateginya, menggunakan metode non-violence dengan mengangkat isu-isu global seperti hak asasi manusia, isu aksesibilitas, dan inklusifitas. Adapun target gerakan SAPDA yaitu negara, masyarakat, dan perempuan penyandang disabilitas sendiri. Upaya SAPDA dalam memperjuangkan eksistensi perempuan penyandang disabilitas yaitu pertama, low profile strategy yaitu membangun kesadaran akan nasib perempuan penyandang disabilitas, dengan melakukan kajian keilmuan dan media campaign. Kedua, strategi layering yaitu pendampingan terhadap perempuan penyandang disabilitas baik melalui komunitas maupun permasalahan perseorangan. Ketiga, strategi advokasi yaitu dengan mengadvokasi kebijakan daerah. Keempat, strategi keterlibatan kritis dengan menjalin kerjasama untuk sharing pengetahuan dan pendanaan terkait program-program yang dijalankan SAPDA. Strategi yang dilakukan SAPDA tersebut merupakan upaya untuk meningkatkan peran perempuan penyandang disabilitas, upaya membangun penerimaan masyarakat, dan upaya membangun perlindungan hukum terhadap perempuan penyandang disabilitas.

The existence of women with disability defined through the concept of biopolitics, where the identity of someone understood by virtue of differences in form and the capacity of its body. Women with disability is defined as a community group that disabled and considered not normal. Therefore, the existence of women with disability increasingly marginalised especially in the domain of social environment. It is gave rise to the movement of women with disability. Sentra Advokasi Perempuan Difabel, dan Anak (SAPDA) Yogyakarta are institutions that perform a movement with disabilitas. This research will explain how SAPDA strategy in enforcing the existence of women of disability in Yogyakarta Special Region. The purpose of this research to know how the body can reproduce the form of power, how SAPDA in doing the strategy, and to know the movement conducted SAPDA as the new social movement . SAPDA uses the method non-violence by lifting global issues such as human rights, the issue of accessibility, and inklusifitas. SAPDA in efforts to fight for the existence of women with disability is the first, low profile strategy is to build awareness of the fate of women with disability, to conduct a study of science and media campaign. The second, the strategy of layering namely assistance to women with disability both through community and individual problems. The thrid, advocacy strategy regional policy. The fourth, strategy with the involvement of critical to improve cooperation for sharing knowledge and related funding programs.

Kata Kunci : biopolitik, perempuan penyandang disabilitas, new social movement, strategi gerakan

  1. S1-2015-299005-abstract.pdf  
  2. S1-2015-299005-bibliography.pdf  
  3. S1-2015-299005-title.pdf