Implementasi Mogok Kerja sebagai Hak Dasar Pekerja/Buruh dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang Bekerja di Perusahaan yang Melayani Kepentingan Umum dan/atau Perusahaan yang Jenis Kegiatannya Membahayakan Keselamatan Jiwa Manusia (Studi Kasus Mogok Kerja di PT. Angkasa Pura I Bandara Adisutjipto Yogyakarta)
NINDRY SULISTYA W, Dr. Ari Hernawan, S.H., M.Hum.
2015 | Skripsi | S1 ILMU HUKUMAturan mogok kerja tidak berlaku universal bagi semua jenis perusahaan. Untuk jenis perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia, mogok kerja diwajibkan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak sedang menjalankan tugas. Padahal, hakekat mogok kerja menghendaki bahwa mogok kerja merupakan tindakan yang berupa menghentikan atau memperlambat pekerjaan yang bertujuan untuk menekan pengusaha agar menerima tuntutan pekerja/buruh. Bila mogok kerja dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak sedang menjalankan tugas maka kegiatan menghentikan atau memperlambat pekerjaan tidak terpenuhi, sehingga tujuan mogok kerja tidak tercapai. Pengaturan tersebut mereduksi arti mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh, karena tidak sesuai dengan hakekat mogok kerja. Implikasi dari pengaturan tersebut ialah apakah pekerja/buruh pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia yang melakukan mogok secara sah tetap mendapatkan upah sesuai pada Pasal 145 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Bila pekerja/buruh pada waktu mogok kerja dilaksanakan seharusnya tidak bekerja, maka semestinya hari itu mereka tidak mendapatkan upah sesuai asas no work no pay. Namun, Pasal 145 tersebut merupakan bentuk pengecualian asas no work no pay, sehingga selama mogok kerja dilakukan secara sah, pekerja/buruh tetap mendapatkan upah. Sebagaimana praktiknya di PT. Angkasa Pura I Bandara Adisutjipto Yogyakarta, pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja tetap mendapatkan upah dari pengusaha.
Regulations concerning strike do not universally apply to all kind of companies. For companies at vital sector and/or with hazardous works, a strike shall be performed only by workers who are not on their duty. Whereas, the substance of a strike per se intends to cease or to slow down the works in order to compel the employer to fulfill the workers concessions. If the strike is performed by workers who are off duty, such intention would not be accomplished. Such provision reduces the essence of strike as the workers basic right, as it is not in accordance with the basic purpose of the strike. The implication of such provision question on whether the workers who perform a lawful strike would still be entitled for their wages pursuant to Article 145 of Manpower Law. If the workers performing strike are off duty, they are not supposed to receive any wages as per no work no pay principle. However, Article 145 stipulates an exemption for such principle, allowing the workers to receive their wages as long as the strike is conducted rightfully. As in practice at PT. Angkasa Pura I Adisutjipto Yogyakarta Airport, the striking workers are still entitled for their wages from their employer.
Kata Kunci : mogok kerja, perusahaan kepentingan umum, asas no work no pay