Laporkan Masalah

Dinamika Relasi Organisasi Kolateral Independen dan Partai Politik: Relasi Gerakan Mahasiswa Islam Indonesia (GMII) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

SHOFIA ZULFA N., Prof.Dr.Purwo Santoso, MA

2014 | Skripsi | S1 ILMU PEMERINTAHAN (POLITIK DAN PEMERINTAHAN)

Organisasi kepemudaan merupakan salah satu bentuk kelompok kepentingan yang banyak muncul di berbagai negara penganut demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, telah banyak dibahas tentang organisasi kepemudaan yang dikerangkai sebagai kelompok kepentingan, namun masih jarang yang membahasnya sebagai organisasi kolateral partai politik. Organisasi kolateral bisa juga disebut sebagai organisasi sayap, underbow, badan otonom, dan beberapa istilah lainnya. Thomas Poguntke membagi empat tipe hubungan antara organisasi kolateral dan partai politik dilihat dari beberapa faktor; independent collateral organization, corporately collateral organization, affiliated organization, dan ancillary organization. Berbicara tentang hubungan antara organisasi kepemudaan dan partai politik, hubungan keduanya seringkali dikerangkai dalam bentuk independent collateral organization/organisasi kolateral independen. Organisasi kepemudaan memilih menjalin hubungan dalam bentuk kolateral independen karena di satu sisi ingin menampakkan keindependenannya tetapi di sisi lain juga ingin mendekat kepada kekuasaan. Karakteristik organisasi kolateral independen biasanya ditandai dengan hubungan yang informal, kepentingannya biasanya bersifat eksternal, jenis keanggotaan individual, kontrol dari partai terhadap organisasi kepemudaan tersebut rendah, dan beberapa karakteristik lainnya. Hubungan informal dan kepentingan yang bersifat eksternal tersebut membuat intensitas keduanya mengalami pasang surut sesuai kepentingan yang ada saat itu. Dengan merujuk pada kasus Gerakan Mahasiswa Islam Indonesia (GMII) yang memutuskan untuk dekat dengan Partai Persatuan Pembangunan, studi ini menelaah kerentanan organisasi kepemudaan yang memilih pola relasi independent collateral organization. Dengan sedikit pemicu perbedaan kepentingan, GMII tak sanggup mengelola konflik dengan PPP sehingga relasi sebagai organisasi kolateral partai bubar. Lebih khusus lagi, studi ini mencoba mendalami "Apakah yang menyebabkan GMII tidak lagi dekat dengan PPP dalam kerangka organisasi kolateral independen?". Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif menggunakan metode studi kasus. Data diperoleh dari hasil wawancara, baik secara langsung, melalui telepon, email serta data -data yang ada di sosial media kedua objek maupun berita di internet. Hasil dari penelitian ini adalah GMII tidak lagi dekat dengan PPP karena GMII menganggap kepemimpinan PPP di bawah Suryadarma Ali tak menguntungkan organisasinya. Kedekatan keduanya dimulai dari kedekatan elit GMII dan elit PPP dalam organisasi lain, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi). Menjadi wajar apabila GMII memutuskan tidak lagi dekat dengan PPP karena PPP tidak dipimpin oleh personil Parmusi. Ketua PN GMII merupakan salah satu kade r Parmusi, tentunya ia akan mendukung orang Parmusi atau setidaknya yang ramah terhadap kader Parmusi untuk menduduki jabatan Ketua Umum. GMII terlibat dalam keruwetan faksionalisasi PPP. Meskipun pola relasi GMII dan PPP cenderung bersifat organisasi kolateral independen, namun sebagai sebuah organisasi kepemudaan yang ingin menunjukkan sifat independen, GMII merasa perlu memutihkan nama organisasinya. GMII mengadakan konsolidasi internal organisasinya dan memutuskan untuk menyatakan diri tidak lagi dekat dengan PPP. Upaya ini dilakukan karena sejak awal terbentuknya, GMII menunjukkan kedekatan dengan PPP. Apabila tidak ada pernyataan tersebut maka sulit bagi GMII menjalin relasi politis dengan organisasi politik lainnya. Kata kunci: organisasi kepemudaan, partai politik, organisasi kolateral, faksionalisasi

Youth organizations is one of the interest groups that have appeared in various democracy countries. In the study of political science, has been much discussed about youth organizations who framed as a group of interest, but still rarely discussed as collateral or ganization of political parties. Collateral organizations can also be called as a wing organizations, underbow, autonomous board, and several other terms. Thomas Poguntke divide the four types of relationship between collateral organizations and political parties seen on several factors ; independent collateral organization, corporately collateral organi zation, affiliated organization, dan ancillary organization. Speaking about the relationship between youth organizations and political parties , the relationship is often framed in the form of independent collateral organization. Youth organizations choose a relationship in the form of an independent collateral because of on the one hand wants to show its independence, but on the other hand also want to draw closer to power. Independent collateral organizational characteristics usually characterized by informal relationships, interests are usually external, individual membership types, the control of the party against youth organizations is low , and some other characteristics. The Informal relationships and externally interests makes them have ups and downs intensively in the interests by that time. With reference to the case of the Indonesian Islamic Students Movement (GMII) who decided to stay close to the United Development Party (PPP), this study examines the vulnerability of youth organizations who choose relationship patterns with independent collateral organization. With a little different trigger of interests, GMII unable to manage conflict with PPP so that the relation as collateral organization disbanded. More specifically, this study tries to ex plore "What caused the GMII no longer close to the PPP in the framework of an independent collateral organization ?". This study is a qualitative case study method. Data obtained from interviews, either in person by phone, email and data existing in both the object and the social media. The results of this study are GMII no longer close to PPP because GMII consider PPP's leadership under Suryadama Ali not benefit for GMII. The closeness of the two starts from the GMII and PPP elite c loseness in other organizations, for example; the Islamic Students Association (HMI) and Indonesian Muslim Brotherhood (Parmusi). Being fair if GMII decided to no longer close to the PPP because PPP is not led by Parmusi's personnel. The Chairman of PN GMII is one of Parmusi's cadre, of course he would support the Parmusi or at least friendly to the cadre of Parmusi to take the PPP's chairman position. GMII involved in the PPP's factionalization intricacies. Although the relationship patterns between PPP and GMII and tend to be independent collateral organizations, but as a youth organization that wants to show independence, GMII feel the need to whiten organization name. GMII consolidate their internal organization and decided to declare themselves no longer close to the PPP. This work is done because since the beginning of the formation, GMII showed closeness with PPP. It is difficult for GMII establish political relations with other parties if there is no such statement. Keywords: youth organization, political parties, collateral organization, factionalization.

Kata Kunci : organisasi kepemudaan, partai politik, organisasi kolateral, faksionalisasi


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.