Laporkan Masalah

PENENTUAN JARING KONTROL VERTIKAL PADA KATEGORI KELAS PENGUKURAN LD DENGAN MENGGUNAKAN METODE DIFFERENSIAL GNSS

ACHMAD RADAMA RINARDI, Bilal Ma'ruf., S.T., M.T

2014 | Skripsi | S1 TEKNIK GEODESI

Secara teoritis pengembangan jaring kontrol vertikal (JKV) yang paling teliti adalah dengan menggunakan metode sipatdatar, namun secara praktis dalam kondisi tertentu seringkali menemui kendala bahkan tidak efektif dan efisien untuk diterapkan. Daerah dengan kondisi tanah yang tidak stabil (rawa-rawa, lahan gambut, hutan), daerah dengan situasi jalan yang sangat ramai dan padat lalu lintasnya, serta tuntutan akan informasi mengenai tinggi yang cepat seringkali metode sipatdatar ini sulit diterapkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Berkembangnya metode GNSS secara differensial yang dapat digunakan untuk penentuan tinggi dengan teliti menarik untuk dikaji dalam pengembangan jaring kontrol vertikal. Penelitian ini berusaha untuk mengkaji penggunaan metode differensial GNSS (metode jaring GNSS dan metode radial) untuk penentuan jaring kontrol vertikal. Penelitian ini dilakukan pada daerah yang relatif datar dengan luas areal 94 ha (1,28 km x 0,74 km) yang berlokasi di Desa Beluk, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Jumlah titik kontrol vertikal utama dalam jaring sebanyak 5 titik dengan setiap titik mempunyai 2 titik pasangan. Kerapatan antar titik kontrol vertikal utama berkisar antara 477-682 m dengan geometri jaring didesain sedemikian rupa sehingga geometrinya baik. Titik kontrol vertikal utama diukur dengan menggunakan 3 unit GNSS Geodetik merk JAVAD Thriumph-1 dengan menggunakan metode jaring GNSS. Pengukuran setiap sesi dilakukan dengan menggunakan sampling rate 15 detik dengan mask angle 15° dengan lama pengamatan minimal 1,5 jam. Pada titik kontrol pasangannya diukur dengan spesifikasi yang sama namun metode yang digunakan adalah radial. Sebagai pembanding, pada jaring kontrol vertikal utama diukur juga dengan menggunakan metode jaring sipatdatar, sedangkan pada titik pasangannya diukur menggunakan metode sipatdatar lepas. Semua pengukuran baik jaring sipat datar pada titik kontrol utama dan pada pasangannya diukur secara pergi-pulang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbandingan tinggi titik kontrol utama yang diperoleh berdasarkan metode jaring GNSS terhadap metode sipatdatar pada tingkat kepercayaan 95% adalah tidak berbeda secara signifikan. Selisih nilai tinggi hasil pengukuran metode GNSS terhadap metode sipatdatar berkisar antara 4,9 mm sampai 14,6 mm. Sementara pada hasil perbandingan tinggi titik-titik pasangannya, pada tingkat kepercayaan 95% tidak berbeda secara signifikan antara hasil GNSS metode radial dengan metode sipatdatar. Selisih nilai tinggi antar kedua metode pengukurannya adalah berkisar 1,95 mm sampai 8,7 mm. Jaring kontrol vertikal yang diperoleh dari pengamatan dengan metode diferensial GNSS telah memenuhi kelas pengukuran kelas LD menurut standar nasional Indonesia jaring kontrol vertikal nasional (SNI-JKVN

Theoretically, the development of vertical control networks (JKV) the most thorough method is to use levelling method, but practically under certain conditions often encountered obstacles even not effective and not efficient to implement. Areas with unstable soil conditions (marshes, peatlands, forests), the area with the road situation is very crowded and congested with traffic, and the demand for fast height information these levelling methods often can not meet the needs of users. The development of the GNSS heighting method that can be used for the precise development of height is interesting to be studied in the determination of vertical control networks. This study sought to examine the use of GNSS heighting method (GNSS networks method and the radial method) for the determination of vertical control networks. This study was conducted on a relatively flat area with an area of 94 hectares (1.28 km x 0.74 km) located in the Beluk village, District Bayat, Klaten, Central Java. The number of primary vertical control points in the networks as much as 5 points with each point has a 2 point pairs. Density between the primary vertical control points ranging between 477-682 m with a networks geometry is designed in such a way so that the geometry is good. Primary vertical control points were measured using 3 units of JAVAD GNSS Geodetic Thriumph-1 by using GNSS networks method. Measurements of each session is done by using a sampling rate of 15 seconds with a mask angle of 15 ° with a minimum observation time of 1,5 hours. Pair control points measured on the same specifications, but the method used is radial. For comparison, the primary vertical control point is measured using the network levelling method, while the pair point was measured using the sipatdatar method. All measurements of primary vertical control points and its pair is measured with go-return measurement. The results of this study indicate that comparation of height on primary control points between the points that obtained based on the GNSS network method with levelling method at 95% confidence level was not significantly different. The difference of height from GNSS measurement method against the results of the levelling method results ranged from 4,9 mm to 14,6 mm. At height comparation pair points, at 95% confidence level also did not differ significantly between the results of the radial method GNSS and levelling method. Height difference between the two methods of measurement is ranged from 1,95 mm to 8,7 mm. Vertical control networks derived from observations by the method of GNSS heighting measurements grade class has met the national standard LD class according to Indonesian national vertical control networks (SNI-JKVN).

Kata Kunci : Jaring Kontrol Vertikal, Differensial GNSS, Metode Sipatdatar


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.