Laporkan Masalah

Politik Pemilik Tato di Bali: Merajah Tubuh, Menuai Kuasa

MAKMUN WAHID, Amalinda Savirani, MA.

2014 | Tesis | S2 Politik dan Pemerintahan

Kajian tato dari sudut pandang politik belum banyak diteliti, maka kajian yang mendalam terkait hal ini layak dilakukan. Melalui berbagai perkembangannya, tato telah lama meninggalkan fungsi alamiah sebagai kultur dari sebuah kelompok etnis. Ini karena tato mengandung makna yang lebih kompleks, yakni medium yang efektif dalam memberi efek kuasa pada pemiliknya. Artinya, tato punya peran dan arti ganda: selain sebagai kulit sosial yang menunjukkan afiliasi fungsi tato yang dimiliki, ia juga cermin dari ekspresi kuasa individu atau kelompok tertentu. Singkatnya, tesis ini adalah tentang operasi kekuasaan di ranah simbolik, yakni tato yang melekat pada banyak tubuh laki-laki di Bali. Tesis ini juga menggali bagaimana dampak dan operasi kekuasaan simbolik tersebut pada kehidupan sehari-hari, seperti identitas politik pemakai dan operasi kekuasaan modal dalam industri pariwisata di pulau Dewata itu, khususnya dalam bisnis keamanan. Menggunakan kekuatan fenomenologi dalam penelusuran dan memperbandingkan proses, diharapkan akan tergambar pemaknaan yang mendalam. Selanjutnya, penelusuran ini menggunakan kacamata teori Bourdieu (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik, dengan itu akan terjelaskan bagaimana praktik-praktik kuasa orang bertato di Bali, yang dalam pelabelan penulis disebut sebagai pejantan Bali. Melalui pendekatan teori dan metode penelitian tersebut, diharapkan akan menjawab apa yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yakni; Bagaimana tato berkaitan dengan kekuasaan?. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi persepsi, prinsip-prinsip, dan pandangan yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan beberapa pejantan Bali (Laskar Bali, Baladika dan Pecalang). Sedangkan data sekunder meliputi fakta-fakta atau permasalahan dari tulisan yang sudah ada, dengan mengambil variabel yang relevan. Data sekunder ini didapat dari studi literatur, serta beberapa penelitian terdahulu yang memiliki hubungan langsung atau pun tidak langsung. Dengan mengangkat kisah fenomena kuasa orang bertato di Bali, penelitian ini menggunakan politik pengamanan Bali sebagai arena yang di dalamnya akan menyingkap pola perjuangan, tempat terjadinya persaingan untuk mendapatkan dan mempertahankan posisi tertentu berdasarkan kepemilikan modal para pemilik tato. Sedangkan kuasa orang bertato dipandang sebagai praktik sosial yang memiliki dimensi ruang dan waktu, tanpa disadari ia telah tersusun dan terorganisasi. Arah penelitian ini bergerak dari konsep tato secara umum, kemudian mengerucut pada konteks aktifitas politik pemiliknya dalam upayanya menuai kuasa. Dalam penelusurannya terungkap, bahwa di politik pengamanan Bali para pemilik tato secara tidak sadar berhadapan dengan yang namanya "pendisiplinan", yakni adanya arahan, paksaan dan pembiasaan bagaimana mereka bergaya dan bermodal. Selanjutnya, banyak indikasi pemanfaatan pejantan Bali oleh aktor-aktor tertentu seperti ormas dan pembeli jasa keamanan, yang menjadikan mereka sebagai media untuk kepentingan politik dan ekonominya. Logika tersebut dilanggengkan melalui nalar budaya ormas dalam menawarkan penampilan dan perilaku yang khas (kekar, sangar dan melanggar/gagah, wibawa dan profesional), sedangkan budaya pengguna jasa keamanan Bali turut memperkuat melalui "pemertahanan mitos" (Baca: aturan ketat pengguna jasa keamanan di Bali) bahwa "yang bertato, yang dominan". Kedua orientasi tersebut saling bersinggungan dan berkontribusi dalam proses penghabitusan tato, sehingga selanjutnya muncul sebuah konsep kuasa orang bertato yaitu; tubuh dirajah, akupun berkuasa.

Research on tattoo from political perspective has not been studied yet, then deepening study related to that object is necessarily taken by researchers. Through all sort of its development, tattoo has left its nature function as a culture of a certain ethnic group. It is caused by the message of tattoo, which is more complicated, an effective medium in predicating powerful effect on its owner. Means that, tattoo has a central role and multi-meaning: Besides it is about social surface that shows affiliation of function on owned tattoo, it reflects an expression of certain individual or group power. For brevity's sake, this thesis is all about operation of power in simbolic arena, and about tattoo embodied to men in Bali. This thesis is also seeking things on how impact and that simbolic power operation worked in daily life, such as political identity and capital power operation in tourism industry of Dewata island, especially in private security business. By using phenomenology method in investigation and process comparison, perhaps it will describe deepening meaning. Next, this investigation uses theory of Bourdieu (Habitus x Capital) + Arena = Practice, by ways of that formula, become explainable of how power practices of tattooed men in Bali, in term of writer is called pejantan Bali. With that approach and research method, I expect it will answer research qusetion, that is; how is tattoo related to power?. Used data in this research is consist of primary an secondary data. Primary data pervades perceptions, principles, views that got by deep interview with some pejantan Bali (Laskar Bali, Baldaika and Pecalang). Meanwhile, secondary data pervades the facts or existing problems in previous studies, by taking relevant variables. This secondary data comes from literature study, and emphasizes direct or indirect variable in previous research on tattoo. By reiterating narration on power of tattooed men in Bali, this research uses Bali's politic of security as arena as it will reveal a pattern of struggle, competition to obtain, and maintain a certain position based on capital ownership of the tattoo owners. Meanwhile, the power of tattooed men in seen as social practice which has dimension of time and space, unconsciously it has been arranged and organized. This research moves from the concept of tattoo generally, then narrows to the context of politcal activities of tattoo owners in attempt to reap/to get power. In search revealed that in Bali's politic of security of tattoo owners are not aware dealing with "discipline", namely direction, coercion, habituation on how they have style and capital. Futhermore, many indications of the used of pejantan Bali by certain actors such as community organization and security service user that makes them for their political and economic interest. That logic is perpetuated through cultural instinc of society/community organization in offering a distinctive behavior presentation (muscular, grim an breaking / dashing, prestige and professional), meanwhile the culture of security service users also strengthen through "myth retention" (read: tight rules of security service users in Bali) that "the tattooed, the dominant". Both orientations intersect and contribute to each other in process of tattoo habituation, so next it created a concept of power of tattooed men; tattoing body, I'm powerful.

Kata Kunci : Power, Domination, Masculine, Politic of security, Tattoo, Pejantan Bali and Habitus.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.