MAKNA AEQUITAS DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA HUKUM DAN KONTRIBUSINYA BAGI TEGAKNYA NILAI KEPATUTAN PUTUSAN PENGADILAN

HERMAN BAKIR, Prof. Dr. Joko Siswanto; Dr. M. Mukhtasar Syamsuddin

2014 | Disertasi | S3 Ilmu Filsafat

Penelitian untuk disertasi berjudul “Makna Aequitas dalam Perspektif Hermeneutika Hukum dan Kontribusinya bagi Tegaknya Nilai Kepatutan Putusan Pengadilan” secara ekslusif dipersiapkan untuk mengkumulasikan “paradigma” dari disiplin hermeneutika hukum, terutama dari segi perluasan pertanyaan-intinya, yakni dengan mengkonfirmasi sebuah pertanyaan baru: “apa serta bagaimana the ultimate telos yang akan telah dilihat setiap projek interpretasi hukum sementara (ia) diperhadapkan pada problem keseharian berkenaan diterapkannya aturan-aturan hukum yang aplikabel untuk perkara?” Mekanisme ini menjadi penting artinya, terutama dengan mempertimbangkan bahwa yang tengah diusahakan dengan ini sebenarnya menyangkut komposisi sebuah sistem “pengetahuan universal,” yakni: struktur/anatomi dari putusan (hakim) yang dikalkulasi/ditakar/ditimbang dalam cara yang seadil-adilnya, setepat-tepatnya serta sebenar-benarnya. Revelasi teleologis ini menjadi lebih bernilai lagi bagi ruang pengolahan hukum praktis, lantaran ia pada ambang-batas terakhir akan memungkinkan “politik peradilan” untuk mengakses suatu sistem penegakkan hukum yang tidak saja stabil, kuat/solid serta sehat dari cara melihat “politik peradilan,” tapi terlebih lagi ini adalah sistem yang akan selalu dipuja, dimuliakan serta diagungkan, baik di dalam ilmu, sejarah, atau pun di dalam suasana kebathinan masyarakatnya. Ini adalah sistem yang tidak saja berwatak hiperekspresif, hipersensitif, hiperromantis—sentimentalis, hiperprediktabel, serta penuh wibawa/berkharisma (dari sisi pencari keadilan), tapi juga bengis, garang, ganas, kejam, sekaligus maut yang menakutkan dan mengerikan (dari sudutpandang parsial-subjektif kaum detrimentor). Penelitian ini adalah “penelitian kualitatif,” yang mana hampir pada totalitas dari tahapan-tahapannya akan diolah serta diselesaikan secara khidmat, padat, serta insisif di bawah alur persinggungan prosedural dari cara-cara skeptisis-dialektis-argumentatif-abstraktif yang mengatasnamakan “studi kepustakaan.” Mekanisme penghimpunan data oleh karenanya akan lebih bertitikberat pada inventarisasi sumber-sumber kepustakaan, baik yang dipublikasi atau belum/tidak dipublikasi, sejauh aplikabel dengan kata kunci yang digunakan. Sumber bacaan primer menunjuk himpunan karya-karya tulis bidang filsafat yang akan membantu penelitian ini untuk mendeskripsikan, mengurai, menjelaskan serta membangun kesan menyeluruh terhadap “konsep tritunggal:” hermeneutika hukum—the ultimate telos—interpretasi hukum, serta romantisme imajiner yang diasumsikan mengikat tiga kategori ini ke dalam suatu relasi kerja vertikal. Sumber bacaan sekunder berintikan tulisan-tulisan yang akan menawarkan deskripsi atau pun penjelasan mengenai aequitas dari pendekatan, sudutpandang serta prospek pertanyaan-inti yang bervariasi. Jalan penelitian yang ditempuh meliputi: (a) penyusunan proposal penelitian, (b) klarifikasi tujuan penghimpunan data, (c) merumuskan kata kunci penelitian, (d) klasifikasi bahan kepustakaan, (e) penghimpunan data, (f) konsistensialitas dan stabilitas data, (g) klasifikasi data, (g) analisis data, (h) laporan penelitian. Analisis hasil melibatkan sejumlah metode, yakni: (a) interpretasi, (b) heuristika, (c) metode analitika bahasa, (d) metode historis, dan (e) metode deduktif. Pencapaian pertama disertasi ini adalah tentang telah ditemukan serta diinstitusionalisirnya konstruksi teoretis berkenaan sebuah “divergensi taksonomis,” atau lebih jelasnya: dipersembahkannya sebuah ambang-batas konsepsional yang secara eksak/definitif akan memisahkan hermeneutika hukum dari tiga istilah lain, yakni: interpretasi hukum, filsafat hermeneutika dan filsafat hukum. Provokasi ini diarahkan untuk menyadarkan fakultas hukum setelah sekian lama terbenam/tenggelam di bawah arus kesalahpahaman/kesimpang-siuran divergensial berkenaan ihwal didistribusikannya/penjatahan peran, tugas, fungsi serta standing position yang sesungguhnya dari disiplin-disiplin tertentu yang membangun kemitraan di jurisdiksi the kingdom of legal disciplines. Selain itu juga telah dikonklusifkan melalui disertasi ini sebuah konsep yang umum tentang the ultimate telos interpretasi hukum, putusan yang seadil-adilnya, setepat-tepatnya serta sebenar-benarnya, yakni: “putusan yang telah memuat kriteria-kriteria aequitas di dalamnya.” Konsep ini lahir, disunting serta diperhalus di bawah siklus investigasi skeptisis-dialektis-argumentatif-abstraktif yang ketat lagi panjang ke dalam kesan yang telah dibangun aequitas atas dirinya, diperkuat dengan sertifikasi/pengabsahan dari serangkaian dogma (bidang hukum), yang keberlakuannya telah dilegalisasi secara universal, pada sepanjang umur dunia. Kriteria aequitas hanya terpenuhi sejauh penalarannya terjadi di dalam lintasan-hierarkhial terstruktur, yang oleh disertasi ini diistilahkan “program-kerja interpretasi hukum.” Program-kerja ini, di agenda terakhirnya, akan mempromosikan “kalkulus matematis” yang dimutakhirkan dengan sebutan “The Principle of Matemathical Compensation for The Value of The Injurial Conditions in Law,” khususnya bagi kebutuhan “pengangkaan” untuk memastikan sebuah ukuran ideal dari besaran indemnitas yang dibebankan kepada salah satu pihak yang dipersalahkan atas kondisi injurial yang timbul dari perbuatannya. Kalkulus ini secara alegoris memperoleh julukan dari disertasi ini: The Sulaiman Scale Of Indemnity atau “Neraca Indemnitas Sulaiman.” Selebihnya, bersaranakan ektrimitas dari daya-lentur yang dimilikinya, program-kerja disebutkan di atas dapat pula dimanipulasi sebagai “metode kritik ideologi perundang-undangan,” kritik yang akan membongkar seberapa jauh ideologi konstitusional/legitimatif telah merasuki/dijiwai tata aturan perundangan yang berlaku di ruang dan waktu tertentu. Versi subsider ini telah diujicobakan dan berakhir dengan temuan mengejutkan: Pancasila, oleh Mafia perundang-undangan, telah secara sistematis—terorganisir “disingkirkan” dari tertib perundangan yang berlaku di bumi Indonesia, bahkan sejak republik ini untuk pertamakalinya dinyatakan berdiri.

The research for dissertation which is entitled “The Meaning of Aequitas in The Legal Hermeneutics Perspective and Its Contribution to The Upholding of Propriety Value of Judicial Verdicts” exclusively prepared to accumulate the paradigm in the discipline of legal hermeneutics, especially from the perspectives of the ramification of the core question which is, “what and how is the ultimate telos which will have been used by every piece of temporary legal interpretation (it is) vis-a-vis the day-to-day problem regarding the employment of one or more legal norms applicable to a specific case?” This mechanism carries an important value given that what has been attempted with this is about the composition of a system of “universal knowledge,” namely: The structure/anatomy of a judge’s decision calculated/measured/weighed with the utmost justness, accurateness, and truth. This theological revelation becomes more valuable for the management of legal practices, for at its final threshold it will enable “the politics of judiciary” to access a system of law enforcement which is not only stabile, strong/solid, and well-shaped from the perspective of how to look at “the politics of judiciary,” but even more, this system will always be worshiped, adored, and glorified by the science, history, or by the spiritual ambience of human society. This system is not only hyper-expressive, hyper-sensitive, hyper-romantic-sentimentalist, hyper-predictable, full of charisma/charismatic (from the point of view of those seeking for justice), but also malignant, wild, cruel, and ferocious, as well as a deadly and terrible fright (form the perspective of the partially subjective of the detrimentors). This is a qualitative research with almost all of its steps having been processed and completed solemnly, richly, and incisively within the groove of procedural intersection by the skeptics-dialectics-argumentative-abstractive ways which takes the name of the “library-based studies.” The method of data collecting, therefore, will focus more on the inventing of library-based resources of those that have been published and those have not—so long as they go with the key words employed. The primary readings refer to the collections of the works of philosophy which will help this research describe, disentangle, clarify, and build thorough images of “triune concept”: legal hermeneutics—the ultimate telos—the interpretation in law and the imaginary romanticism assumed to bind the three categories into the vertical work relationship. The secondary readings of works offering the description or just any explanation of aequitas concerning the approaches carry points of view and core questions that vary. The road of this research is composed of: (a) the designing of research proposal, (b) the clarification of the objectives of data collecting, (c) formulating key words for the research, (d) the classification of references, (e) data collecting, (f) data consistency and data stability, (g) data classification, (g) data analysis, (h) research report. The analysis employs several methods, namely: (a) interpretation, (b) heuristic (c) the method of language analysis, (d) historical method, and (e) deductive method. The first achievement of this dissertation concerns with the theoretical constructs of “taxonomic divergence,” or to be more vivid: the presenting of the conceptional thresholds which exactly and definitively will separate legal hermeneutics from the three other different terms: legal interpretation, the hermeneutics philosophy and the legal philosophy. This provoking statement is intended to keep alert the faculty of law from being submerged/sunken below the stream of the divergent misunderstandings/unclearness regarding the distribution/allocation of role, function, assignment, and the real standing position of particular disciplines that build partnership within jurisdiction of “the kingdom of legal disciplines.” Apart from that, this dissertation has also reached a conclusion of a generic concept of the ultimate telos about legal interpretations, most just verdicts, most accurate one, and the truest ones, namely “a verdict that has carried the criteria of aequitas in it.” This concept has been born, edited, and refined within the cycles of tight and long investigation which carries such characteristics of being skeptical-dialectical-argumentative-abstractive; those that have been imparted by aequitas upon itself. This has also been empowered with the certification/endorsement of all kinds of dogma (of law) which have been legalized universally along the age of the world. The criteria of aequitas can have only been met so long as the reasoning occurs within the structurally hierarchical trail on which this dissertation calls it as The Basic Actions Plan of Legal Interpretation. This actions plan, in the last agenda, will promote “mathematical calculus” that has been upgraded as “The Principle of Mathematical Compensation for The Value of The Injurious Conditions in Law,” especially to meet the need of “numericalization” to ensure that an ideal measurement of the indemnity coefficient which is burdened on the blamed party as an injurious condition as a result of his own deeds. This calculus allegorically receives, in this dissertation, such title as: The Sulaiman Scale of Indemnity. More to the point, with its flexibility, the actions plan at one point can also be manipulated as “the method of criticism on the ideology of legislation products,”; a criticism intended to explore how far ideology which is constitutional/legitimated has been well comprehended within most of rules of law employed within a certain place and time. This subsidiary version has been piloted and rendering in an excellent outcome, by which this dissertation has found facts that Pancasila has been systematically and organized be “shoved aside” by the spindle of “legislatorial gangsters/mafias/bandits” from the existed legislative order in Indonesian areas of jurisdiction, even from the very first time since this republic was declared its independence.

Kata Kunci : hermeneutika hukum, aequitas, interpretasi hukum, dan the ultimate telos.