KUASA DAN PERTARUNGAN ATAS RUANG PUBLIK (Analisis Deskriptif Perebutan Ruang antara Pemerintah, Pengiklan, dan Publik) di Kota Yogyakarta)

PURNAMA AYU RIZKY, Drs. Budhi K. Zaman, M.Si.

2014 | Skripsi | Ilmu Komunikasi

Penyelenggaraan reklame di Kota Yogyakarta dari hulu ke hilir tak lepas dari pelbagai kepentingan.Tak hanya pengiklan, pemerintah baik eksekutor, legislator, maupun yudikator juga punya kepentingan sendiri. Ujung-ujungnya semua bermuara pada orientasi profit alias mencari keuntungan. Legislator dalam hal ini DPRD dan Walikota yang berwenang membikin regulasi berupa Perda dan Perwal cenderung tidak tegas. Regulasi yang seyogyanya bisa dijadikan kunci pembuka gerbang ruang publik yang nyaman pun kandas.Yang terjadi regulasi yang ada lebih banyak mengakomodir kepentingan pengiklan.Lagi-lagi ketika dikonfirmasi, legislator selalu punya dalih berupaya menggenjot target PAD dariiklan agar terus meroket tiap tahunnya. Sementara, eksekutor juga tak banyak membantu publik karena kewenangannya sangat dibatasi oleh si pembuat hukum.Kemudian yudikator yang menjalankan fungsi yudikasi justru tak bisa bekerja dengan maksimal. Pertama terganjal minimnya sumber daya masyarakat.Kedua jumlah reklame liar di ruang publik kian hari terus bertambah. Segala celah yang ada dalam relasi kuasa orang-orang dalam praktik penyelenggaraan reklame memang menuai respon dari publik.Tak hanya kalangan seniman jalanan, tapi juga akademisi dan komunitas pemerhati lingkungan. Seniman jalanan merespon visual kota yang semrawut dengan jalan membuat citra tandingan berwujud seni rupa jalanan. Akademisi aktif menggulirkan kritik dan wacana di media massa maupun media sosial. Sisanya, aktivis komunitas bergerak dengan jalan advokasi, mencari alternatif solusi, atau bahkan turun langsung ke lapangan membantu tugas Dintib menertibkan reklame di ruang publik. Penelitian yang disusun dengan menggunakan metode wawancara mendalam ini menyajikan uraian detail mengenai upaya publik dalam merespon minimnya aksebilitas ruang publik. Selain itu, penelitian ini juga menarasikan konstelasi perebutan ruang yang terjadi di Kota Yogyakarta.

The implementation ofbillboardsin Yogyakartafrom its manufacturing process to the spread of it can not be separated from various interests. Not only the advertisers, the government, either the executor, legislators, and judicator would also have their own interests. In the end,it all comes down to profit orientation. The legislators,in this case the DPRD official sand the Mayor of regulatory authorities, issuing the Perda (Local Regulation) and Perwal (Mayor Regulationd) tends to benot firm. The regulations which should actually be used as the key to open the gates of a comfortable public space has foundered. The fact is that the regulations is more accommodating the interests of advertisers. As confirmed for the reasons, the legislators always have an excuse of seeking to boost revenue targets from advertising reaching high rating points/total view. Meanwhile, the executoral so does not help much because the public authority isseverely limited by the law makers. Therefore, the judicators functioned the judicature can not have maximal effect. First, they were hampered by the lack of community resources. Second,the number of illegal billboards in public spaces is growing day after day. All of the existing gaps on the power relations in the implementation of the billboard is reaping the response from the public. Not only from street artists, the response also stated by the academics and environmentalists community. The street artists protest over the situation of "chaotic" visual of the billboard through tangible way to make a counter image of street art. Meanwhile, the academics is actively speaking out their criticism of the discourse in the mass media and social media. The rest, the community activist advocated and looked for alternative solutions, or they even did a street demonstration to help the Dintib task to restrain the billboards in public space. This study is prepared by using in-depth interview method presenting a detailed description of the people efforts in response to the lack of the iraccessibility of public spaces. This study is also enclosed the constellation of public space fight in Yogyakarta.

Kata Kunci : public space, contestation, public