Laporkan Masalah

TINJAUAN YURIDIS PENYITAAN HARTA KEKAYAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) DAN BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) DALAM SENGKETA PERDATA

SETYAWAN HARTONO, Dr. Paripurna Sugarda, SH., M.Hum., LL.M.

2015 | Tesis | S2 Magister Hukum

Penelitian ini membahas tentang penyitaan harta kekayaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam sengketa perdata. Dalam praktek peradilan telah berkembang persepsi di kalangan para hakim bahwa harta kekayaan BUMN dan BUMD termasuk dalam lingkup keuangan negara, sehingga karenanya tidak dapat dilakukan penyitaan berdasarkan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Hal tersebut disebabkan oleh karena kurang dipahaminya tentang konsep badan hukum dan penyertaan modal oleh negara yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan komprehensif. Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, yakni dengan mengkaji asas-asas hukum dan pengertian-pengertian hukum yang berkaitan dengan penyitaan harta kekayaan BUMN/ BUMD dalam sengketa perdata serta implementasinya di dalam praktek peradilan, untuk selanjutnya dirumuskan kaidahkaidah hukum berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Berdasarkan prinsip bahwa korporasi memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan pemiliknya/ pemegang saham, maka kekayaan negara yang dipisahkan yang dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN/BUMD akan menjadi kekayaan BUMN/ BUMD tersebut, sehingga tidak termasuk dalam lingkup keuangan negara. Dari ketentuan bahwa suatu BUMN dimungkinkan untuk dinyatakan pailit yang berakibat seluruh kekayaannya berada dalam sita umum, secara analogis terhadap kekayaan BUMN/ BUMD dapat pula dilakukan penyitaan, baik sita jaminan maupun sita eksekusi. Namun dalam melakukan penyitaan harta kekayaan BUMN/ BUMD tetap terikat pada ketentuan Pasal 197 ayat (8) HIR/ Pasal 211 Rbg.

This study discusses the foreclosure on the properties of SOE and ROE in the civil disputes. In judicial practice the perception has grown among the judges that the property of SOE and ROE including in the state financial sphere so therefore it cannot be conducted a foreclosure under the provisions of Article 50 of the Act No. 1 of 2004 on State Treasury. This is caused by a poor understanding of the concept of legal entities and equity participation by the state which is derived from state assets which are separated. This study is carried out using a qualitative and comprehensive approach. The data analysis is conducted using a normative approach, i.e. by examining the principles of law and notions of law relating to the foreclosure on the properties of SOE / ROE in the civil disputes and its implementation in the judicial practice to further it is formulated the rules of law relating to the studied problems. Based on the principle that the corporation has a wealth of its own separate from property owners / shareholders, the wealth of the state that are separated which made the state capital participation to SOE / ROE will be a wealth of SOE / ROE so that it is not included in the scope of state finances. From that provisions a SOE is possible to be declared bankrupt which resulted in the entire wealth are in general foreclosure by analogy to the wealth of SOE / ROE; it can be done a foreclosure either for sequestration execution or seizure. However, in conducting a foreclosure on the properties of SOE / ROE it is being bound by the provisions of Article 197, paragraph (8) of HIR / Article 211 Rbg.

Kata Kunci : Undang-undang Keuangan Negara, Undang-undang Perbendaharaan Negara, Undang-undang APBN, Undang-undang BUMN, Kekayaan Negara yang Dipisahkan, Harta kekayaan BUMN/ BUMD, Penyitaan, Pailit


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.