Laporkan Masalah

Sanggit dan makna lakon Wahyu Cakraningrat sajian Ki Hadi Sugito

WAHYUDI, Aris, Prof.Dr. Soetamto

2001 | Tesis | S2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

Studi ini untuk mendapatkan jawaban dari tiga masalah pokok yaitu: (I) bagaimana struktur Lakon Wahyu Cakraningrat; (2) mengapa Wahyu Cakraningrat disebutkan sebagai wakvu keraton; dan (3) mengapa Abimanyu berhak sebagai penerima Wahyu Cakraningrat. Metode holistik dalam penelitian ini digunakan untuk: (1) mengkaji struktur Lakon Wahyu Cakraningrat sanggit Ki Hadi Sugito yang berpijak pada pendekatan konvensi tradisi pedalangan Ngayogyakarta, (2) keterkaitan antara simbol-simbol yang dipaparkan dalam Lakon Wahyu Cakraningrat dan pandangan masyarakat Jawa dari sudut pandang mitologi ritual. Data penelitian diperoleh dari pengamatan terhadap pertunjukan Ki Hadi Sugito, studi pustaka, dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur Lakon Wahyu Cakraningrat sanggit Hadi Sugito masih mengikuti konvensi tradisi yang terdiri dari 3 pathet dengan 7 jeferan. Masing-masing jejeran merupakan simbol 7 fase hidup manusia yang ideal. Dalam Mahabharata, Abimanyu adalah putra Pandawa, yaitu sebuah dinasti yang memiliki keagungan. Abimanyu memiliki tipikal yang lebih ideal sebagai seorang raja daripada Kresna dan Yudistira. la adalah titisan Indra, Wisnu, dan Soma yang ketiganya adalah "prototipe" raja ideal. Konsep tersebut oleh masyarakat Jawa ditransformasikan menjadi bentuk "baru" Lakon Wahyu Cakraningrat. Wahyu Cakraningrat sebagai aspek rajawi Hyang Pada Wenang akan menitis kepada seseorang yang telah dikodratkan menjadi pancering ratu tanah Jawa. Penitisan terjadi dalam satu jalur mitologi ritual, yaitu epik — ritual — mite. Berdasarkan kapasitas tersebut, maka didudukkannya Abimanyu sebagai pancering ratu tanah Jawa dapat dimaklumi, dan kekuasaan raja-raja Jawa diakui dan dilindungi.

This study was to find the answer to three main problems. (1 ) how did the Lakon Wahyu Cakraningrat's structure?; (2) why the Wahyu Cakraningrat is called wahyu keraton?; and (3) why did Abimanyu take the Wahyu Cakraningrat? A holistic method was used for this research to study: (1) the lakon's structure of Hadi Sugito's sanggit was based on the convention of pedalangan Ngayogyakarta's tradition approach; (2) the correlation among symbols in the Lakon Wahyu Cakraningrat and the Javanese's opinion from the mythology ritual point of view. The data was obtained through observation of Hadi Sugito's performances, library studies, interviews and audio recording of Lakon Wahyu Cakraningrat. The result of this research showed that the structure of Hadi Sugito's sanggit followed the convention of tradition, which has 3 pathet and 7 jejeran. All of the jejeran are phase symbols of an ideal human life. The Mahabharata told that Abimanyu is Pandawa's son, the majesty of family. Abimanyu has a typical of the ideal king more than Kresna and Yudistira. Abimanyu is the incarnation of the Gods Indra, Soma and Wisnu, which the three Gods are prototype of an ideal king. Pedalangan Ngayogyakarta tradition transformed this concept to assume a new form. It's a Lakon Wahyu Cakraningrat. The Wahyu Cakraningrat as a royal aspect of Hyang Pada Wenang would incarnate to whom destined for the pancering ratu tanah Jawa. This incarnation happens on one mythology — ritual line, epic — ritual — myth. Based on those capacities Abimanyu as the ancestor of the Javanese kings would be understood, so the Javanese kingship authority was legitimated and protected.

Kata Kunci : Wahyu Cakraningrat, royal aspect, legitimacy of authority, aspek rajawi, legitimasi kekuasaan


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.