Laporkan Masalah

Elite dan konflik politik di Kerajaan Banawa, Sulawesi Tengah 1888-1942

JUNARTI, Prof.Dr. Teuku Ibrahim Alfian, M.A

2001 | Tesis | S2 Sejarah

Studi ini membahas perkembangan elite pribumi yang berkuasa di Kerajaan Banawa periode tahun 1888-1942. Pembahasan mulai dari penanda tanganan Pelakat Panjang (range VeMaMg) antara raja Banawa dan pemerintah Belanda, dan berakhir dengan keruntuhan pemerintahan Belanda di Indonesia. Tujuan penulisan adalah untuk melihat sejauh mana proses perkembangan yang dialami oleh elite penguasa pribumi di Kerajaan Banawa sebelum tejadi kontak, selama berhubungan dengan penguasa kolonial dan setelah pemerintahan Belanda memantap- kan kedudukannya di Kerajaan Banawa. Tulisan ini berhasil mengungkapkan bahwa struktur dan sistem pemerintahan di kerajaan Banawa merupakan stereotipe kekuasaan tradisional di Indonesia. Sistem ini dibentuk dari interaksi sosial yang membentuk kesatuan politis terkecil dalam bentuk kampung, kemudian dikembangkan menjadi sebuah kekuasaan otonom yang tergabung dalam federasi Phngguta menjadi Kerajaan Banawa. Kehidupan elite Banawa selalu diwarnai oleh konflik kepentingan. Belanda mampu memaksakan kehendaknya dengan cara mengajukan kontrak-kontrak politik, menghasilkan penakiukan politis dan ekspansi wilayah. Konflik intern dalam kehidupan politik Kerajaan Banawa memudahkan kekuatan kolonial menegakan pengaruhnya. Intervensi kolonial Belanda membawa dampak munculnya reaksi keras dari kalangan masyarakat untuk melawanan dengan kekerasan, pembangkangan dan juga Sarana modem seperti lewat jalur organisasi politik dan organisasi mas. Mereka menampilkan oposisi bukan hanya terhadap kekuasaan kolonial namun juga terhadap penguasa pribumi yang direstui dan didukung Belanda. Setelah kolonial Belanda berpengaru di Banawa, posisi elite pribumi semakin terdesak dan tergantung pada pemerintah kolonial termasuk urusan keuangan kerajaan.

This Stady discusses about the growth and development of the ruling native elite of Banawa Kingdom in Midden Celebes, in period between 1888 and 1942. It begns with the making of lange Verklaring thet worked by king of Banawa and Dutsch government, and ends with the destruction of Dutch colonial power by Japanese army. The aim is to see howfar thet proses whom the ruling native elite experienced in Banawa before, as long as and after the establishment of Dutch colonial structure. The work tries to express the fact that government structure and system in Banawa was a stereotype of Indonesia‘s traditional ruling system in the past. The system was formed by social interactions among smallest political units as kampong (village), then grew to be an otonomy power that combined into Pitunggota federation, and finally resulted in Banawa Kingdom. The life of ruling elite in E3anawa was characterized by interest conflicts. Dutch made of this opportunity to force her wills through the making of political contracts, that leaded to geografic and political expansion. Internal conflict among the members of native elite in Banawa facilitated Dutch colonial power to expand her influence. This Dutch intervention brought some effects as harsh reaction of Banawa people againts Dutch and local native rulers wahom Dutch supported and installed. It was launched by revolt movement and political organisations. After the establishment of Dutch power in Banawa, the position of native elite was more and more sided out and depended on colonial back up in all aspects

Kata Kunci : Sejarah Indonesia,Kerajaan Banawa Sulawesi Tengah,Konflik Politik,1882,1942, Elite, power, Banawa


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.