STAND-UP COMEDY SEBAGAI SASTRA LISAN MODERN DI YOGYAKARTA
Widya Putri Ryolita, Dr. Novi Kussuji I, M. Hum.
2014 | Tesis | S2 SastraStand-up comedy merupakan salah satu fenomena budaya barat yang dapat diterima dan populer di Indonesia. Stand-up comedy menjadi salah satu pertunjukan lisan yang selalu mengikuti perubahan zaman. Hal ini sedikit berbeda dengan sastra lisan tradisional yang setia pada pakem yang sudah ada sejak zaman dahulu. Melalui aspek kelisanan Albert B. Lord, yang didukung dengan memperlihatkan bentuk kemodernan dan posisi pertunjukan stand-up comedy dalam sastra lisan secara deskriptif, hal tersebut dilakukan. Tujuannya agar dapat memperluas kajian sastra lisan yang tidak hanya terpaku dengan karya tradisional. Selain itu, dapat membuktikan kemodernan stand-up comedy dari sisi sastra lisan. Dari hasil analisis, pertunjukan stand-up comedy merupakan pertunjukan lisan yang masuk dalam bentuk lisan modern. Hal ini dikarenakan stand-up comedy tumbuh dan berkembang di era modern dengan format kelisanan yang mengikuti perubahan zaman seperti mengenal tulisan dan menggunakan teknologi dalam pertunjukan dan penyebarannya. Selain itu, kemodernan stand-up comedy dibuktikan melalui aspek kelisanan Albert B.Lord, dimana dalam proses transmisi dan formula pertunjukan ini tidak murni tradisional seperti yang dicontohkan Lord dalam puisi lisan. Ada sedikit perbedaan dimana proses transmisi menggunakan media sebagai guru dan formula yang digunakan hanya berupa kolase dari fragmen-fragmen ingatan tukang cerita (comic). Hal ini berkaitan dengan tema pertunjukan seputar keresahan hati atau curahan hati yang dapat berfungsi untuk ruang kritikan atau pandangan akan sesuatu hal yang disampaikan secara bebas dalam humor. Curahan hati dalam tema berisi hal-hal umum masalah anak muda atau berita-berita terbaru yang santer dibicarakan. Hal ini berbanding terbalik dengan sastra lisan murni atau primer yang berkaitan dengan masa lampau dengan narasi cerita yang sama dan belum mengenal aksara dan tulisan. Selain itu karya sastra tradisional cenderung mempunyai batasan-batasan akan tradisi yang menjadikan pertunjukan tidak dapat keluar dan bebas dari pakem yang sudah ada semenjak dahulu.
Stand-up comedy is one type of Western cultural phenomena which has become accepted and even popular in Indonesia. Stand-up comedy is a type of oral performance which is develops over time, keeping pace with modern developments. This differs from traditional oral literature, which faithfully follows patterns and rituals established years before. In this research paper we use the aspects of oral literature as defined by Albert B. Lord, and present a descriptive understanding of modernity and the position of stand-up comedy in the oral literary canon, in order to analyze the performances. This is intended to expand the field of oral literature research into non-traditional media, as well as to prove the modernity of stand-up comedy from an orality standpoint. Analysis shows that stand-up comedy performances are performances of orality in a modern oral form. This is because stand-up comedy has grown and developed in the modern era, and as such those performing this orality have already become literate, are familiar with technology, and use it to perform and popularize stand-up comedy. Furthermore, the modern nature of stand-up comedy is demonstrated by analyzing the aspects of oral literature defined by Lord, particularly because the transmission process and performance formulas are not purely oral (as in Lord‟s examples from oral poetry). One difference in the transmission process is that the performers use the media as their teacher, and the formulas used in performances are merely a collage of the comic‟s fragmented memories. This is related to the themes of the performances, including the comic‟s unease or need to vent, which functions to create a space for criticism or free expressions of ideas through humor. Comics often discuss common issues (particularly the youth) or contemporary news which has already received society‟s attention. This is opposed with primary orality, which is related to the past and presented through similar narrations of tales by an illiterate storyteller. Furthermore, traditional literary works tend to have traditional limits which a performance may not cross, long-standing tropes and standards which may not be abandoned.
Kata Kunci : Stand-Up Comedy, Pertunjukan, Kelisanan