Laporkan Masalah

FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI PASIEN TUBERKULOSIS PUTUS BEROBAT DI YOGYAKARTA

THASLIFA, Dr. Dra. Ning Rintiswati, M.Kes

2014 | Tesis | S2 Ilmu Kedokteran Tropis

Latar Belakang: Tuberkulosis (TB) masih yang menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Indonesia merupakan salah satu dari lima negara dengan jumlah terbesar kasus TB di antara 22 negara high burden. Prevalensi TB di Yogyakarta rendah dan keberhasilan pengobatan terus meningkat setiap tahun. Namun, penularan infeksi TB masih terus berlanjut. Salah satu situasi yang mengkhawatirkan adalah adanya pasien yang tidak patuh selama pengobatan yang memungkinkan dapat menularkan infeksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pasien putus berobat selama dua bulan atau lebih berturut-turut pada pasien TB di Yogyakarta, Indonesia. Metode: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional berdasarkan pada register tuberkulosis 03 di Dinas Kesehatan Provinsi DIY selama periode 2008-2012. Kriteria inklusi adalah pasien berusia 15 tahun ke atas sedangkan pasien yang pindah ke pelayanan kesehatan lainnya dikeluarkan dari observasi. Faktor-faktor yang dinilai adalah usia, jenis kelamin, kelas tuberkulosis, jenis tuberkulosis, dan jenis unit perawatan kesehatan dan dianalisis menggunakan chi square pada analisis bivariat dan regresi logistik pada analisis multivariat yang disajikan dalam bentuk crude odds ratio (OR) dan adjusted odds ratio (AOR). Hasil: Di antara 10.984 pasien TB, 9597 pasien dimasukkan dalam analisis. Dari 9597 kasus, 657 (7%) pasien yang putus berobat dari perawatan di RS yaitu (10,60%), RSKP (9,73%), dan Puskesmas (4,35%). Rata-rata berusia 40 tahun dan 57,75% adalah laki-laki. Faktor-faktor yang mempengaruhi putus berobat adalah lakilaki (OR:1.26, p=0,006), usia yang lebih tua 56-95 (OR:1,14, p=0,070), TB ekstraparu (OR:1,17, p=0,179), pengobatan ulang (OR:1,32, p=0,103), dan pasien yang menerima perawatan di rumah sakit (OR:1,10, p=0,000). Dalam analisis multivariat, putus berobat secara statistik signifikan lebih tinggi di antara usia yang lebih tua berusia 56-95 tahun (AOR:1,25, p=0,013, 95% CI:1,00-1,55), laki-laki (AOR:1,23, p=0,19, 95% CI:1,04-1,45), pengobatan berulang (AOR:1,65, p=0,004, 95% CI:1,18- 2,32), RS (AOR:1.08, p=0,000, 95% CI:0.88-1.33). Kesimpulan: Pasien dengan usia yang lebih tua, laki-laki, pengobatan berulang, dan pasien yang mendapatkan pengobatan di rumah sakit lebih mungkin untuk putus berobat selama pengobatan anti-TB. Pasien yang putus berobat harus mendapatkan perhatian lebih dari petugas kesehatan sehingga dapat meningkatkan angka keberhasilan pengobatan.

Background: Tuberculosis (TB) remains which a major public health problem in worldwide. Indonesia is one of five countries with the largest number of incident TB cases among 22 high burden countries. The prevalence of tuberculosis is low in Yogyakarta and treatment success continues to increase every year. However, the spread of TB infection transmission still continues. One of the alarming situation is the non-compliant to treatment of whom may still transmit the infection. The aims of this study was to determine factors that predict missing scheduled treatment visits for two or more consecutive months among tuberculosis patients in Yogyakarta, Indonesia. Methods: This study was a cross-sectional study based on tuberculosis 03 registers in the Health Department Province DIY during the period of 2008-2012. Inclusion criteria were patients aged 15 years old and above whereas patients who transfer-out to other health care were excluded from the observational. Factors assessed for missed visits were age, sex, class of tuberculosis, type of tuberculosis, and health care unit and analyzed using chi square in bivariate analysis and logistic regression in multivariate analysis with crude odds ratios (OR) and adjusted OR (AOR) presented. Results: Among 10984 tuberculosis patients, 9597 patients were included in analysis. Out of 9597 cases, 657 (7%) patients fall into the category of missed visits from treatment i.e. in hospital (10.60%), lung clinic (9.73%), and primary health care center (4.35%). The median age was 40 years old and 57.75% were males. Factors predicting missed visits were males (OR:1.26, p=0.006), older age 56-95 (OR:1.14, p=0.070), extra-pulmonary tuberculosis (OR:1.17, p=0.179), re-treatment (OR:1.32, p=0.103), and patients who received treatment in hospital (OR:1.10, p=0.000). In multivariate analysis, missed visits were statistically significant higher among older age 56-95 (AOR:1.25, p=0.013, 95% CI:1.00-1.55), males (AOR:1.23, p=0.19, 95% CI:1.04-1.45), re-treatment (AOR:1.65, p=0.004, 95% CI:1.18-2.32), and patients who received treatment in hospital (AOR:1.08, p=0.000, 95% CI:0.88-1.33). Whereas, type of tuberculosis not significant. Conclusions: Patients with older age, male, re-treatment, and patients who received treatment in hospital are more likely have missed visits on anti-tuberculosis treatment. Missed visits should receive more attention from health care workers in order to increase successful treatment rates.

Kata Kunci : Tuberkulosis, Putus berobat, Pengobatan tuberkulosis


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.