Laporkan Masalah

EVALUASI INFORMASI GEOSPASIAL DALAM TAHAP PENETAPAN BATAS DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

WULANSARI E, Ir. Sumaryo, M.Si

2014 | Skripsi | TEKNIK GEODESI

Salah satu fenomena yang muncul menyertai pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah pemekaran wilayah. Pemekaran wilayah berarti penambahan segemen batas daerah. Pembentukan daerah otonom dilakukan melalui proses politik dan hasilnya adalah Undang-undang tentang Pembentukan Daerah yang di dalamnya mengatur tentang penetapan dan cakupan dan batas wilayah daerah yang dibentuk. Secara teori, proses penetapan batas daerah merupakan bagian tahapan di dalam boundary making. Dalam setiap tahapan boundary making diperlukan informasi geospasial (IG) yang memenuhi syarat secara teknis survei pemetaan dan sesuai kaidah boundary making. Pertanyaan penelitian yang diajukan apakah IG yang digunakan dalam penetapan batas daerah yang telah dilakukan pada era otonomi daerah sudah sesuai dengan persyaratan tersebut? Untuk itu perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi IG pada tahap penetapan batas daerah dilakukan pada tahapan masukan, proses dan luaran. Data yang dievaluasi adalah IG dalam proses pembentukan daerah otonom baru. Pada tahapan masukan penetapan, tolok ukur evaluasi adalah ketersediaan dan kualitas informasi geospasial mengacu pada PP No.8 tahun 2013 tentang ketelitian peta serta membandingkan KAK (Kerangka Acuan Kerja) dan SPR (Spesifikasi Peta RBI) dengan SNI (Standard Nasional Indonesia) mengenai Peta RBI. Tolok ukur evaluasi IG proses penetapan adalah kaidah-kaidah delimitasi menurut teori boundary making Jones. Tolok ukur evaluasi IG pada luaran penetapan adalah persyaratan peta hasil delimitasi menurut Adler. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang mengacu pada regulasi PP. No. 129 tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah Otonom, peta lampiran Undang-Undang Pembentukan Daerah otonom seluruhnya tidak menggunakan informasi geospasial yang benar menurut kaidah-kaidah geodesi. Hal ini mengakibatkan lampiran Undang-Undang Pembentukan Daerah pada periode tahun 1999 sampai dengan tahun 2007, 57 % tidak memiliki skala, selurh peta tidak mencantumkan datum geodesi dan sistem koordinat yang jelas. Pada periode setelah PP No. 129 tahun 2000 diganti dengan PP.No. 78 tahun 2007, peta Rupa Bumi Indonesia harus digunakan sebagai dasar pembuatan peta lampiran Undang-Undang Pembentukan Daerah. Dengan digunakannya peta Rupa Bumi Indonesia, maka datum geodetik dan sistem koordinat dicantumkan pada peta lampiran undang-undang, sehingga peta lampiran menjadi jelas dan lebih memudahkan bagi pelaksanaan penegasan batas di lapangan.

One phenomenon that appears accompanying the implementation of regional autonomy in Indonesia is a regional division. In a period of 10 years (1999 to 2009) was formed 194 new autonomous regions. Regional expansion means adding segment boundary. The formation of autonomous regions is done through the political process by the Parliament and the Government ranging from local to central level and the result is the Law on the Formation Regions in which regulates the establishment and the scope and boundaries of the area are formed. In theory, the process of delimitation of the area is part of the boundary phases in the making. In every stage of making the necessary boundary geospatial information (GI) are technically qualified and appropriate mapping survey boundary rule making. The research question asked whether the IG used in the delimitation area which has been done in the era of regional autonomy is in compliance with such requirements? It is necessary for evaluation. GI evaluation stage area delimitation performed on stage inputs, processes and outputs. GI evaluated data was in the process of formation of new autonomous regions. At the input stage-setting, evaluation measures was the availability and quality of geospatial information refer to PP/8/2003 on the map, and compare the accuracy of the Terms of Reference (TOR) and Specifications Map RBI (SPR) with Indonesian National Standard (SNI) of the RBI Map . GI evaluation benchmark-setting process are the rules according to the theory of boundary delimitation making Jones. IG evaluation measures on the outer map requirements delimitation was the result of delimitation according to Adler. The results showed that in the period 1999 to 2007 which refers to the regulation of PP/129/2000 on the Establishment Requirements, Elimination and Merging Autonomous Region, maps attachment Establishment Act is not entirely autonomous region using geospatial information is correct according to the rules of geodesy. This resulted in the attachment of Law Formation Regions in the period 1999 to 2007, 57% do not have a scale, the entire map is not included geodetic datum and coordinate system are obvious. In the period after the PP/129/2000 was replaced by PP/78/2007, Indonesia RBI maps should be used as the basis for creating the map attachment Regional Establishment Act. With the use of RBI maps of Indonesia, the geodetic datum and coordinate system are listed on the map attachment statute, so the map attachment becomes clearer and easier for implementation in the field boundary assertion.

Kata Kunci : otonomi daerah , informasi geospasial, penetapan


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.